Tenaga Air Sungai Endikat Bikin Lampu Tak Lagi Byarpet
Tak hanya aksesibilitas, tetapi kualitas kelistrikan juga turut meningkat dengan keberadaan pembangkit minihidro.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
Pembangkit listrik tenaga minihidro menjadi andalan pasokan listrik di sejumlah daerah, terutama daerah yang tidak terhubung dengan jaringan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Tak hanya aksesibilitas, tetapi kualitas kelistrikan juga turut meningkat atau tidak lagi mengalami pemadaman listrik secara berulang. Aktivitas perekonomian warga pun menjadi lebih hidup.
Ditemani gemercik tipis suara hujan, Indra Hartono (62) dan Muslinsa (55) asyik berbincang di teras salah satu rumah di Kelurahan Lubuk Buntak, Kecamatan Dempo Selatan, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, Rabu (28/2/2024) sore. Setidaknya lebih dari lima tahun terakhir, siang hari mereka lewati dengan tenang karena nyaris tak pernah ada lagi pemadaman listrik dengan durasi panjang.
”Sebelumnya, dalam seminggu bisa 2-3 malam mati lampu. Pekerjaan di bengkel mobil saya sering tidak tuntas. Jadi, tidak tenang untuk mengobrol sore-sore. Sekarang, sudah tidak seperti itu lagi. Kalaupun ada mati lampu, hanya sebentar, mungkin ada perbaikan,” ujarnya saat ditemui peserta Jelajah Energi Sumatera Selatan yang digelar Institute for Essential Services Reform (IESR).
Sebagai pemilik bengkel mobil, listrik amat penting terutama untuk mengoperasikan berbagai peralatan. Sebelumnya, pekerjaan perbaikan mobil yang ia kerjakan terpaksa ditunda setiap mati listrik. Ia memilih tak memakai genset karena listriknya kerap tidak stabil.
Perbaikan kondisi itu tak terlepas dari kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) Green Lahat di Desa Singapure, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Lahat, sejak 2015 yang memanfaatkan arus Sungai Endikat. Kendati berada di wilayah Lahat yang berbatasan dengan Pagaralam, mayoritas penerima manfaat PLTM berkapasitas 3 x 3,3 megawatt (MW) itu warga Pagaralam. Aliran listrik mereka kini lebih stabil.
Muslinsa bersyukur listrik kini lebih stabil menerangi rumah-rumah warga. ”Tidak ada lagi gangguan pemadaman yang lama atau sering. Sebab, dalam kondisi itu banyak yang terganggu. Pekerjaan tidak selesai, anak-anak kecil menangis, dan lainnya. Belum lagi harus selalu menyediakan lilin. Kalau genset, dipakai terus-terusan, ongkos solarnya lumayan juga,” katanya.
Menurut dia, listrik pertama kali masuk ke wilayahnya pada 1994. Sejak itu, aktivitas perekonomian warga meningkat meskipun tak optimal karena pemadaman listrik kerap terjadi. Saat ini, kalaupun ada pemadaman listrik, hal itu biasanya karena insiden yang mengganggu jaringan dan hanya sebentar.
Kini, ia berharap kelistrikan di Pagaralam semakin stabil. Apalagi, belakangan juga beroperasi PLTM Endikat yang bersebelahan dengan PLTM Green Lahat. ”Kami ingin listik menyala terus-menerus supaya warga semakin produktif,” ucap Muslinsa.
Didistribusikan PLN
Adapun listrik yang dihasilkan PLTM Green Lahat tetap dijual ke PLN. Setelah itu, pendistribusian listrik ke rumah-rumah warga dilakukan oleh PLN. Sebelumnya, tegangan kerap tidak stabil karena sejumlah wilayah di Lahat ataupun Pagaralam cukup jauh atau berada di ”ujung” gardu induk sehingga terjadi penurunan tegangan.
Saat ini, kalaupun ada pemadaman listrik, hal itu biasanya karena insiden yang mengganggu jaringan dan hanya sebentar.
Bersebelahan dengan PLTM Green Lahat, juga telah dibangun PLTM Endikat (sama-sama di bawah perusahaan induk PT Manggala Gita Karya) dengan kapasitas 3 x 2,67 MW yang beroperasi pada 2022. Kedua produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) itu memanfaatkan aliran Sungai Endikat untuk menghasilkan energi listrik yang dijual ke PLN hingga nanti dimanfaatkan masyarakat.
Plant Manager PLTM Green Lahat Kastiono mengatakan, sebelum PLTM dibangun, warga sekitar pembangkit, baik yang masuk wilayah Kota Pagaralam maupun Kabupaten Lahat, memang kerap mengalami penurunan tegangan listrik. Rendahnya kualitas kelistrikan itu dipengaruhi, antara lain, oleh lokasi yang terlalu jauh dari gardu induk sehingga tegangan listrik menjadi tak stabil.
Oleh karena itu, kehadiran PLTM Green Lahat di wilayah yang sebelumnya kerap mengalami penurunan tegangan memberi dampak positif bagi warga sekitar. Aktivitas masyarakat relatif tidak terganggu lagi, peralatan elektronik warga pun tidak cepat rusak. Di samping itu, pemadaman listrik dalam durasi lama tidak lagi dirasakan warga.
Adapun listrik sebesar 9,9 MW yang dihasilkan di PLTM Green Lahat memang diatur oleh PLN dalam hal pendistribusian kepada masyarakat. ”Melalui PLN, pembangkit kami dari sekitar 70 persen ditransfer untuk Pagaralam dan 30 persen untuk Lahat,” ujar Kastiono.
Ia menambahkan, salah satu tantangan yang dihadapi PLTM ialah jika terjadi banjir bandang. ”Saat banjir, kami tidak mungkin produksi karena sedimentasi tinggi sehingga harus distop untuk pembersihan di hulu bendung. Lamanya bergantung material sedimentasi, bisa satu hari, tiga hari, hingga seminggu. Kalau terjadi banjir bandang itu sedimentasinya bisa mencapai 20.000 kubik,” papar Kastiono.
Pada 2023, terjadi banjir bandang yang membuat produksi listrik PLTM Green Lahat menurun 5-7 persen. Namun, katanya, sejak akhir tahun lalu, produksi listrik sudah mulai stabil.
Ia mengakui, produksi listrik dari PLTM Green Lahat bergantung dari kondisi di sekitar hulu sungai. ”Yang utama penghijauan di hulunya. Semua perlu kontrol serta tak ada pembalakan liar, tetapi kewenangan menjaga tutupan hutan pada daerah aliran sungai, kan, juga melibatkan instansi lain,” ucapnya.
Kelebihan dan kekurangan
Koordinator Subnasional Program Akses Energi Berkelanjutan IESR Rizqi Prasetyo menuturkan, pembangkit listrik tenaga hidro di Indonesia cukup potensial untuk dikembangkan. Sebab, kondisi geografi dan topografi sebagian wilayah Indonesia yang berkontur tinggi memungkinkan adanya aliran sungai dan terjunan sungai. Hal itu dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik.
Berdasarkan hasil kajian IESR, Indonesia memiliki potensi PLTM ataupun PLTMh (mikrohidro) sebesar 27,8 gigawatt (GW). Dari jumlah tersebut, 287,7 MW terdapat di Sumsel. Selain dapat meningkatkan bauran energi terbarukan pada kelistrikan PLN, PLTM dapat meningkatkan kualitas akses energi masyarakat yang mungkin belum terjangkau jaringan PLN.
”Ada kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya, jika PLN belum masuk, maka bisa meningkatkan akses energi atau meningkatkan kualitasnya (tegangan menjadi stabil). Namun, kelemahannya, hidro biasanya berlokasi di remote area (jauh dari pemukiman). Di sisi lain, area resapan airnya juga harus dijaga berkaitan dengan tutupan lahan di atasnya,” tuturnya.
Kepala Seksi Energi Terbarukan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sumsel Dewi Yusmarni mengatakan, kapasitas terpasang pembangkit energi hidro/air (PLTM dan PLTMh) di Sumsel sebesar 21,96 MW. Angka itu masih di bawah potensinya sebesar 448 MW. Pihaknya pun mendorong pemanfaatan energi hidro dapat berkembang untuk meningkatkan bauran energi terbarukan di Sumsel.
Dalam rencana pengembangan aneka energi terbarukan di Sumsel, menurut rencana akan dibangun PLTM Kenali di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Pengembang PLTM tersebut ialah PT Midigio dan saat ini prosesnya masih dalam tahap konstruksi.
Sebagai salah satu potensi energi terbarukan, PLTM atau PLTMh dapat menjadi solusi terutama di daerah yang belum optimal mendapat pasokan listrik dari PLN. Namun, pemanfaatan energi air juga perlu benar-benar memperhatikan dan memastikan keseimbangan ekologis. Terjaganya tutupan lahan atau daerah resapan air krusial dalam menghasilkan listrik sekaligus merawat lingkungan.