Pemanfaatan Biomassa Limbah Industri Perlu Digalakkan
Pembangunan PLTBm itu berawal dari keluhan warga akan sekam padi yang kerap terbang terbawa angin sehingga mengganggu.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
MUARA ENIM, KOMPAS — Pemanfaatan biomassa dari hasil sampingan atau limbah industri, seperti sekam padi dan cangkang sawit, perlu digalakkan untuk meningkatkan bauran energi terbarukan di daerah. Hal itu diharapkan turut mengembangkan pemanfaatan biomassa di tengah tantangan kendala ketidakberlanjutan pasokan dan harga yang tidak ekonomis.
Koordinator Subnasional Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Services Reform (IESR) Rizqi Prasetyo mengatakan, dari hasil kajian IESR, potensi biomassa di Sumsel mencapai sekitar 5 gigawatt (GW) atau terbesar di Indonesia. Selanjutnya ada Riau dengan 4,6 GW dan Kalimantan Tengah dengan 3,7 GW.
”Memang saat ini biomassa digunakan untuk co-firing (campuran dengan batubara pada pembangkit listrik tenaga uap), tetapi kami berharap pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm) terus berkembang, salah satunya dari sawit, meski juga ada pro-kontra di industri itu," ujar Rizqi di sela-sela Jelajah Energi Sumsel yang digelar IESR, di Kabupaten Muara Enim, Rabu (28/2/2024).
Ia menambahkan, pemanfaatan biomassa sebagai energi terbarukan kerap terkendala ketidakberlanjutan pasokan dan harga yang belum ekonomis lantaran kerap dibandingkan dengan batubara. Itu, antara lain, dipengaruhi adanya jarak antara sumber pasokan dan sumber kebutuhan. Oleh karena itu, pemanfaatan biomassa yang langsung ada di satu industri (tak perlu transportasi) perlu digalakkan.
”Sejumlah industri juga tidak butuh listrik, tetapi butuh panas. Selain PLTBm, biomassa juga dimanfaatkan untuk oven di industri. Jadi, asalkan pasokannya bisa berlanjut, ekonomis, dan memenuhi kriteria boiler mereka, harusnya bisa dimanfaatkan. Tantangannya, memang masih kerap membandingkan nilai kalornya dengan batubara, yang akhirnya tetap menggunakan batubara,” ujarnya.
Salah satu industri yang memanfaatkan biomassa sebagai limbah produksi, ialah PT Buyung Putra Pangan di Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel. Perusahaan yang bergerak dalam proses penggilingan padi tersebut sejak 2019 mengoperasikan PLTBm yang memanfaatkan sekam padi dari hasil produksinya. Listrik yang dihasilkan maksimal mencapai 2,7 megawatt (MW) sehingga penggunaan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) pun dapat dikurangi.
Untuk menghasilkan 2,7 MW diperlukan 4 ton sekam padi per jam.
Supervisor Operasional PT Buyung Putra Energi, operator PLTBm di perusahaan itu, Candra Priansyah menjelaskan, pembangunan PLTBm itu berawal dari keluhan warga akan sekam padi yang kerap terbang terbawa angin sehingga mengganggu. Sebelumnya, sekam padi tersebut hanya ditumpuk di lapangan terbuka. Kondisi itu tak lagi terjadi setelah limbah tersebut langsung dimanfaatkan untuk PLTBm.
”Tujuan dibangunnya PLTBm untuk mengatasi limbah. Untuk menghasilkan 2,7 MW diperlukan 4 ton sekam padi per jam. Abu sisa dari proses di PLTBm juga ditabur di sawah untuk menjadi semacam pupuk. Jadi, tak bersisa. Selain itu, juga untuk efisiensi energi dan penyerapan tenaga kerja lokal. Total karyawan tetap ada 14 orang, sedangkan pekerja harian berkisar 10-15 orang,” kata Candra.
Akan tetapi, saat ini PLTBm tersebut sedang dalam perbaikan karena terdapat masalah pada turbin yang diharapkan tuntas secepatnya. Namun, mereka tetap memiliki alat yang membuat sekam padi menjadi pelet yang kemudian dijual. Dengan demikian, sekam padi tetap dapat dimanfaatkan dan tidak ditumpuk di lapangan serta berdampak pada warga.
Limbah sendiri
Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumsel, kapasitas terpasang pembangkit bioenergi, tercakup di dalamnya biomassa, hingga 2023 mencapai 813,41 MW dari total potensi bioenergi yang sebesar 2.132 MW. PLTBm mencapai 802,59 MW yang merupakan off-grid atau tidak terhubung dengan jaringan PLN.
Kepala Seksi Energi Baru Terbarukan Dinas ESDM Sumsel Dewi Yusmarni mengatakan, pemanfaatan bioenergi di Sumsel sejauh ini mayoritas berasal dari pulp dan kertas serta perkebunan. ”Itu bersumber dari limbah mereka sendiri, baik dari cangkang sawit, maupun sekam padi. Untuk campuran atau co-firing yang sudah menggunakannya, yakni di PLTU Bukit Asam," ujarnya.
Dewi menambahkan, dalam rangka implementasi strategi pengelolaan energi daerah, pihaknya juga melakukan kajian potensi energi terbarukan. Salah satunya ialah potensi biomassa berbasis kotoran sapi di Kabupaten Musi Banyuasin. Adapun potensi bahan bakar nabati (biofuel) yang berbasis kelapa sawit dikembangkan di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur.
Kapasitas energi terbarukan dalam pembangkitan listrik di Sumsel hingga 2023 mencapai 989,12 MW. PLTBm, khususnya yang digunakan sendiri oleh perusahaan (captive power), dominan dengan 802,59 MW. Selain itu, ada kontribusi energi panas bumi, air, dan surya.