Indonesia Bisa Tiru Pembatasan Wisman ala Thailand
KBRI Bangkok, Thailand, mengimbau WNI untuk membawa bukti-bukti kemampuan finansial sebagai jaminan kemampuan berwisata.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Thailand memperketat kebijakan warga negara asing yang akan masuk ke negaranya. Upaya ini dinilai sebagai langkah positif untuk menyeleksi wisatawan sekaligus mencegah perdagangan manusia (human trafficking). Indonesia bisa meniru langkah tersebut untuk menciptakan pariwisata berkualitas.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bangkok, Thailand, menerbitkan imbauan bagi warga negara Indonesia (WNI) yang melakukan kunjungan bebas visa ke Thailand memanfaatkan bebas visa. WNI perlu menunjukkan bukti kemampuan finansial yang menjamin hidupnya selama berada di Negeri Gajah Putih itu.
Baca juga: Rencanakan Bebas Visa 20 Negara, Pengawasan Wisatawan Mancanegara Perlu Ditingkatkan
Mengutip dari laman media sosial KBRI Bangkok, WNI diimbau mengikuti sejumlah ketentuan. Pertama, WNI memiliki paspor yang masa berlakunya paling sedikit enam bulan.
Kedua, pihaknya perlu memiliki bukti tiket kepulangan, serta bukti pemesanan akomodasi dan bukti finansial selama di Thailand. Besarannya tak ditentukan, tetapi diimbau membawa minimal 15.000 baht atau Rp 6,6 juta dengan kurs Rp 438,5 per baht.
Keputusan ini didukung Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia Azril Azhari. Langkah ini dinilai menjadi cara Thailand untuk menyeleksi wisatawan yang berkunjung, semestinya bisa diikuti Indonesia.
”Bukan pembatasan, tapi mereka menyeleksi orang-orang yang betul-betul bawa uang, (wisatawan) berkualitas untuk datang ke Thailand. (Dengan demikian, hal) ini tak menimbulkan masalah sosial, mengakibatkan masalah hukum, atau kriminalitas,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (2/3/2024).
Banyak orang beranggapan bahwa tingkat kunjungan ke Thailand akan berkurang, padahal terjadi pemilahan siapa saja yang bisa masuk. Artinya, mereka yang masuk memang sungguh-sungguh membawa uang untuk bisa bertahan dan tinggal.
Hal serupa diutarakan Ketua Umum Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno. Upaya imigrasi Thailand memang untuk menyeleksi masyarakat yang berhak masuk ke negaranya.
”Jadi lebih terseleksi, terkurasi karena membawa uang cash (sekitar) Rp 6,5 juta sebenarnya upaya imigrasi Thailand untuk profiling,” katanya.
Baca juga: Penggunaan Dana Pungutan Wisatawan Asing ke Bali Hendaknya Transparan
Ia menambahkan, sebelum penerapan kebijakan ini, banyak WNI yang menjadi tenaga kerja ilegal, terutama di Kamboja dan negara-negara lain, dengan berkedok wisatawan. Selama ini, mereka mencari celah melewati negara-negara tetangga perbatasan, antara lain Thailand, untuk masuk ke Kamboja dan Myanmar.
Pengetatan kebijakan ini sekaligus menjadi cara mengurasi pengunjung Indonesia yang selama ini menganggap Thailand sebagai destinasi murah. Akibatnya, tak sedikit WNI yang nekat tidak membawa uang tunai.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno mengemukakan, kebijakan imigrasi Thailand mendorong wisatawan agar memiliki minimal jumlah uang yang dibelanjakan. Namun, ia tak sepenuhnya sepakat dengan langkah semacam ini.
”Saya kurang setuju dengan pendekatan seperti itu karena pariwisata itu jangan hanya dilihat dari tebalnya ’kantong’. Memang dari segi dampak ekonomi itu akan terasa kalau belanja,” ujarnya dalam konferensi pers mingguan pada Senin (29/2/2024).
Tak semua orang berwisata hanya untuk berbelanja. Sebagian wisatawan datang untuk menghadiri acara tertentu dan mengikuti wisata rohani (spiritual tourism).
Meski demikian, momentum ini bisa mendorong WNI untuk berwisata dalam negeri, cukup di Indonesia saja. Harapannya, mobilitas wisatawan domestik bisa terdongkrak, apalagi pemerintah menargetkan 1,2 miliar hingga 1,5 miliar pergerakan pada 2024.
Proses imigrasi
Kebijakan imigrasi Thailand ini bukan tanpa sebab. Upaya ini merupakan langkah mencegah kasus perdagangan manusia.
Mengutip dari Radio Republik Indonesia (RRI), imbauan KBRI Bangkok diterbitkan setelah pihaknya menerima banyak laporan kasus WNI yang ditolak masuk Thailand. Meski pengecekan dilakukan secara acak, imbauan ini berlaku bagi semua WNI yang berminat ke Thailand dengan bebas visa.
Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler Bangkok Thailand Dewi Lestari tak bisa memastikan alasan di balik cek acak yang masif dilakukan akhir-akhir ini. Namun, ia meyakini, upaya ini tak lepas dari banyaknya WNI yang menjadi korban penipuan dalam jaringan (daring). Mereka transit di Thailand sebelum dibawa ke negara-negara lain untuk dipekerjakan sebagai penipu (scammer).
”Hal-hal seperti ini digunakan untuk mencegah kondisi seperti itu dan mencegah kasus-kasus negara asing telantar di Thailand dengan kunjungan sebagai turis,” kata Dewi.
Baca juga: Destinasi Internasional Masih Lebih Diminati Wisatawan Indonesia
Data KBRI Bangkok menunjukkan, pergerakan WNI ke Thailand meningkat. Sekitar 762.000 kunjungan tercatat dari Indonesia ke Thailand pada 2023. Angka itu meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan kunjungan pada 2022 yang sebesar 355.000 kunjungan.
Pemeriksaan acak petugas imigrasi Thailand dilakukan saat WNI keluar dari pesawat, masih dalam area gerbang sebelum memasuki kawasan kantor imigrasi.
Mengenal lebih dalam
Selain menekan kasus perdagangan manusia, beragam pihak di Indonesia menilai kebijakan yang diperketat merupakan cara meningkatkan kualitas pariwisata Thailand. Langkah serupa semestinya bisa dilakukan di Indonesia.
Menurut Azril, paradigma pariwisata dunia kini mengarah pada customized tourism. Artinya, model pariwisata ini menekankan pada personalisasi, lokal, dan berukuran kecil. Perilaku wisatawan pun berubah mengarah pada minat khusus.
Badan Pariwisata Dunia (United Nations Tourism) mengingatkan bahwa pembangunan pariwisata harus mengacu pada pariwisata berkelanjutan. Dampak lingkungan harus diperhitungkan, begitu pula dengan model pariwisata berbasis komunitas yang mesti diprioritaskan.
”Perhatikan komunitas, bukan pemilik modal atau investor. Saat ini kita masih (memprioritaskan) investor karena mass tourism,” ujar Azril.
Baca juga: Sumbangsih Pariwisata pada Perekonomian Diharapkan Capai Rp 2.000 Triliun
Pemerintah Thailand cerdas memanfaatkan potensi pariwisatanya. Pihaknya tak menekankan perjalanannya, tetapi pengalaman bagi wisatawan. Thailand mampu mengemas produk dengan baik, seperti penawaran beragam paket dalam suatu tempat wisata, sehingga masyarakat ikut untung karena dilibatkan.
Secara terpisah, Pauline mengemukakan hal senada. Vietnam, misalnya, memanfaatkan kenaikan pamornya di kancah internasional, termasuk Indonesia. Beragam penjajakan dilakukan para pelaku usaha Vietnam.
Salah satunya dilakukan Asosiasi Pariwisata Da Nang (Da Nang Tourism Association) Vietnam pada agen-agen perjalanan Indonesia. Melihat Indonesia sebagai ceruk pasar yang menjanjikan, asosiasi tersebut merencanakan kemungkinan penerbangan langsung Indonesia-Vietnam.
”Jadi, penerbangan belum ada, tapi persiapan sudah dilakukan. Anggota kami (Astindo) diundang ke Da Nang untuk melihat apa saja potensi yang cocok buat orang Indonesia,” kata Pauline.
Mereka belajar dari para pelaku wisata Indonesia untuk mempelajari apa saja yang disukai wisatawan Indonesia. Cara ini juga dilakukan Makau, China.
Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah perjalanan wisatawan nasional selama 2023 mencapai 7,5 juta perjalanan. Angka itu meningkat 112,3 persen dibandingkan 2022. Walau begitu, pencapaian 2023 itu masih belum menyentuh titik prapandemi Covid-19 pada 2019 yang meraih 11,7 juta perjalanan.
Negara tujuan utama wisatawan Indonesia pada 2023 masih berfokus pada negara-negara ASEAN. Dari 10 negara tujuan utama, posisi puncak ditempati Malaysia (27,9 persen). Negara Asia Tenggara lain yang mengikuti adalah Singapura (17 persen), Kamboja (5,2 persen), Timor Leste (5 persen), dan Thailand (4,7 persen).
Baca juga: Kejayaan Pariwisata Jadi Penopang ASEAN sebagai Episentrum Pertumbuhan