Beras Picu Inflasi Lagi, Harga Nasi Lauk Naik Cukup Tinggi
Inflasi beras mulai memengaruhi inflasi inti yang mencerminkan daya beli. Kenaikan harga nasi lauk jadi indikatornya.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga beras melambung tinggi selama Februari 2024 sehingga kembali memicu inflasi. Kenaikan harga beras itu juga menyebabkan harga nasi dengan lauk naik cukup tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (1/3/2024), merilis, tingkat inflasi Februari 2024 sebesar 0,37 persen secara bulanan dan 2,75 persen secara tahunan. Tingkat inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan inflasi Januari 2024 yang sebesar 0,04 persen secara bulanan dan 2,56 persen secara tahunan. Komoditas utama penyebab inflasi tersebut adalah beras, cabai merah, telur, dan daging ayam ras.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah mengatakan, tingkat inflasi bulanan beras pada Februari 2024 sebesar 5,32 persen. Angka tersebut lebih tinggi dari inflasi bulanan beras pada Januari 2024 yang sebesar 0,64 persen.
Andil beras terhadap inflasi Februari 2024 juga lebih besar dibandingkan andil pada Januari 2024. Kontribusi beras terhadap inflasi bulanan Januari dan Februari 2024 masing-masing sebesar 0,03 persen dan 0,21 persen.
”Beras memicu inflasi lantaran harga berbagai jenis beras di seluruh rantai distribusi di Indonesia selama Februari 2024 naik. Di tingkat eceran, misalnya, harga rerata nasional beras naik 5,28 persen dari Rp 14.397 per kilogram (kg) pada Januari 2024 menjadi Rp 15.157 per kg pada Februari 2024,” kata Habibullah dalam konferensi pers di Jakarta.
Tingkat inflasi bulanan beras pada Februari 2024 sebesar 5,32 persen. Angka tersebut lebih tinggi dari inflasi bulanan beras pada Januari 2024 yang sebesar 0,64 persen.
Berdasarkan data itu, beras telah menyumbang inflasi selama tujuh bulan berturut-turut sejak Agustus 2024. BPS mencatat, tingkat inflasi bulanan beras pada Agustus, September, dan Oktober 2023 masing-masing sebesar 1,43 persen, 5,61 persen, dan 1,72 persen. Kemudian pada November dan Desember 2023, tingkat inflasi masing-masing 0,43 persen dan 0,48 persen.
BPS juga menyebutkan, inflasi beras mulai berpengaruh pada inflasi inti yang mencerminkan daya beli masyarakat. Pada Februari 2024, komponen inti mengalami inflasi 0,14 persen dan berkontribusi terhadap inflasi nasional sebesar 0,09 persen.
Menurut Habibullah, sejumlah komoditas yang memberikan andil inflasi inti adalah minyak goreng, nasi dengan lauk, emas dan perhiasan, serta mobil. Khusus nasi dengan lauk-pauk, kenaikan harganya per Februari 2024 sebesar 0,3 persen secara bulanan. Andilnya terhadap inflasi inti cukup signifikan, yakni 0,01 persen.
Tak hanya itu, tekanan beras terhadap daya beli masyarakat juga dialami konsumen. Dengan harga beras yang melambung tinggi dan pendapatan tidak mengalami perubahan, kemampuan konsumen membeli beras pasti menjadi berkurang.
Untuk itu, ia mengingatkan agar pengendalian stok dan harga sejumlah pangan pokok, termasuk beras, dilakukan selama Ramadhan-Lebaran. Pada periode tersebut, inflasi biasanya meningkat lantaran didorong oleh kenaikan harga yang disebabkan lonjakan permintaan.
”Waspadai kenaikan harga sejumlah komoditas pangan yang biasanya naik, seperti daging dan telur ayam ras, minyak goreng, beras, ayam hidup, daging sapi, dan gula pasir,” kata Habibullah.
Lonjakan sejumlah harga pangan tersebut akan menguat dan memuncak pada Maret dan April 2024 karena memasuki pola musiman, Ramadhan-Lebaran.
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Irman Faiz, berpendapat, lonjakan inflasi Februari 2024 turut didorong kenaikan harga pangan menjelang Ramadhan. Lonjakan ini terutama disebabkan kelompok makanan bergejolak (volatile food), yang indeks harganya melonjak dari 7,2 persen menjadi 8,5 persen secara tahunan.
”Lonjakan sejumlah harga pangan tersebut akan menguat dan memuncak pada Maret dan April 2024 karena memasuki pola musiman, Ramadhan-Lebaran. Dalam dua bulan ke depan, inflasi tahunan umum diperkirakan akan mendekati 3 persen,” katanya.
Mengutip laporan S&P Global, Irman menuturkan, Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia tetap ekspansif kendati turun tipis dari 52,9 persen pada Januari 2024 menjadi 52,7 persen pada Februari 2024. Ekspansi itu terutama didorong permintaan baru dari dalam negeri karena pesanan eksternal masih lemah.
Produsen tetap akan menaikkan harga produknya. Namun, tingkat kenaikan harga produk tersebut tetap lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis. Hal ini akan turut menjaga stabilitas inflasi inti.
”Ke depan, pergerakan biaya input diperkirakan akan moderat lantaran didorong tren penurunan harga komoditas global. Faktor ini juga akan turut menjaga inflasi inti terkendali sepanjang tahun ini, yakni diperkirakan 2,9 persen secara tahunan,” tuturnya.