Hadapi ”Perang Dingin” Baru, WTO Bertekad Loloskan Sejumlah Kesepakatan
Di tengah fragmentasi politik-ekonomi dunia, para menteri perdagangan WTO berharap meloloskan sejumlah kesepakatan.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tercapainya sejumlah konsensus dalam Konferensi Tingkat Menteri atau KTM Ke-13 Organisasi Perdagangan Dunia terhambat fragmentasi politik internasional yang menjurus pada ”Perang Dingin” baru. Meski demikian, pertemuan ini tetap mengejar tercapainya kesepakatan baru, di antaranya terkait investasi pembangunan dan subsidi perikanan.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengadakan Pertemuan Tingkat Menteri Ke-13 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, 26-29 Februari. Pembukaan digelar pada Senin (26/2/2024) petang WIB.
Dalam pidato pembukaan, Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala menyampaikan kepada para menteri perdagangan anggota WTO bahwa konflik geopolitik yang terjadi di sejumlah belahan dunia memicu ketidakpastian dan ketidakstabilan yang membebani perekonomian global.
WTO perlu menunjukkan kepada dunia bahwa organisasi tidak hanya mengatur 75 persen perdagangan global, tetapi juga mampu membuat kesepakatan-kesepakatan perdagangan baru yang memberikan manfaat bagi masyarakat dunia.
”Mencapai kesepakatan melalui konsensus akan menjadi lebih sulit di tengah tanda-tanda bahwa perekonomian global terpecah menjadi beberapa blok terpisah. Jangan berpura-pura bahwa semua ini akan mudah,” kata Okonjo-Iweala, dikutip dari Reuters, Rabu (27/2/2024).
Fragmentasi dalam politik-ekonomi global dan pergeseran dalam perdagangan bilateral memicu ”Perang Dingin” baru. Kondisi ini terutama dipengaruhi konflik antara Rusia dan Amerika Serikat (AS) dengan perang Ukraina sebagai proksinya, serta persaingan sengit antara AS dan China yang antara lain melibatkan perang ekonomi.
Lonjakan harga energi dan komoditas telah menyebabkan negara-negara di dunia melindungi diri mereka sendiri dengan melakukan produksi lebih banyak di dalam negeri. Kendati belum ada tanda-tanda kemunduran globalisasi secara luas, banyak negara cenderung memilih untuk berdagang dan berbisnis dengan negara-negara lain yang memiliki aliansi politik yang sama.
Fasilitas investasi asing
Okonjo-Iwela meminta para menteri untuk berusaha dan menyelesaikan perundingan. Ia ingin pertemuan ini mengirimkan sinyal pada dunia bahwa WTO dapat menanggapi tantangan-tantangan kontemporer melalui kerja sama strategis dalam mencapai tujuan bersama.
”Kita perlu menunjukkan kepada dunia bahwa WTO tidak hanya mengatur 75 persen perdagangan global, tetapi juga mampu membuat kesepakatan-kesepakatan perdagangan baru yang memberikan manfaat bagi masyarakat dunia,” ujarnya.
Salah satu konsensus yang diharapkan tercapai pada pertemuan kali ini adalah Perjanjian Fasilitas Investasi bagi Pembangunan (IFD) dengan meningkatkan transparansi dan menghapus hambatan-hambatan birokratis. Tujuannya adalah memfasilitasi aliran investasi asing langsung, khususnya ke negara-negara berkembang dan miskin, guna mendorong pembangunan berkelanjutan.
Tujuannya adalah memfasilitasi aliran investasi asing langsung, khususnya ke negara-negara berkembang dan miskin, guna mendorong pembangunan berkelanjutan.
Untuk mencapainya, negara-negara yang berpartisipasi telah setuju meningkatkan langkah-langkah transparansi, merampingkan prosedur investasi, mengadopsi langkah-langkah lain yang memfasilitasi investasi dan mempromosikan kerja sama internasional.
Perjanjian ini telah ditandatangani 75 persen anggota WTO atau sekitar 120 negara anggota dari total 163 negara anggota. Sebelum diterapkan secara resmi, kesepakatan IFD memerlukan konsensus penuh dari seluruh negara anggota WTO. Saat ini, sejumlah anggota belum menandatangani kesepakatan, salah satunya India.
Kepala Perdagangan Uni Eropa Valdis Dombrovksis menyatakan, IFD merupakan peluang bagi negara-negara berkembang dan miskin untuk meningkatkan kapasitas menarik lebih banyak investasi. ”Ini menjadi perjanjian perintis yang menjanjikan untuk membantu mereka yang menandatanganinya, menarik investasi asing langsung yang mereka inginkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dunia,” ujarnya.
Anggota baru
Pada hari pertama pertemuan, para menteri perdagangan WTO juga menyepakati bergabungnya dua anggota baru, yakni Komoro dan Timor Leste. Sejumlah agenda akan dibahas dalam beberapa hari ke depan. Salah satunya agenda untuk mengejar tercapainya kesepakatan yang dapat meningkatkan stok ikan global dan melindungi nelayan dengan melarang subsidi pemerintah.
Sementara itu, dalam keterangan resminya, Kementerian Perdagangan Indonesia membawa agenda untuk memperjuangkan sejumlah agenda prioritas nasional. Hal itu, antara lain, terkait reformasi sistem penyelesaian sengketa, masa depan moratorium bea masuk atas transmisi elektronik (Customs Duties on Electronic Transmission/CDET), perundingan pertanian, dan subsidi perikanan.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan, Indonesia kembali menyuarakan pentingnya segera memulihkan fungsi sistem penyelesaian sengketa secara penuh. Tujuannya untuk memastikan sistem perdagangan multilateral yang adil dan menjamin kepastian hukum.
”Indonesia yang saat ini merupakan pengguna aktif sistem penyelesaian sengketa sangat menyesalkan kondisi lumpuhnya Badan Banding WTO yang menguji kasus-kasus sengketa di tahap banding. Untuk itu, Indonesia akan mendorong WTO untuk melakukan pemulihan secara penuh sistem penyelesaian sengketa sesuai mandat KTM (konferensi tingkat menteri) sebelumnya,” ujar Djatmiko. (AFP/REUTERS)