Ragam Cara Ritel Pulihkan Reputasi dari Aksi Boikot Israel
Ketimbang menunjukkan keberpihakan terhadap Palestina, ritel lebih baik fokus terhadap promosi dan inovasi produk.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
Sederet perusahaan ritel dan waralaba di Indonesia yang semula dianggap berafiliasi dengan Israel telah memperbaiki reputasi mereka dengan beragam cara. Berbagai strategi dilakukan dalam rangka menormalisasi bisnis mereka yang sempat terdampak aksi boikot masyarakat.
Ragam cara dilakukan mulai untuk memperbaiki reputasi dengan cara menunjukkan dukungan untuk Palestina, menyampaikan informasi bahwa tidak ada bahan baku dalam produknya yang terafiliasi terhadap Israel, hingga menarik minat belanja konsumen dengan memberikan beragai macam skema potongan harga.
Sebagai respons dari aksi boikot, PT Rekso Nasional Food, pemegang waralaba McDonald’s di Indonesia, menunjukkan secara terang benderang dukungan mereka terhadap Palestina di akhir tahun lalu dengan menyalurkan bantuan kemanusian untuk korban konflik antara Hamas dan Israel di wilayah Gaza senilai Rp 1,5 miliar. Bantuan tersebut disalurkan lewat Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI.
Aksi serupa juga dilakukan PT Fast Food Indonesia Tbk, pemegang waralaba KFC Indonesia, yang menyalurkan bantuan senilai Rp 1,5 miliar untuk membantu warga Palestina yang tengah terlibat konflik dengan Israel.
Infografik Sejumlah Aksi Boikot yang Berdampak
Upaya ”menyucikan diri” dengan menginformasikan kepada publik bahwa mereka menghindari bahan baku yang diduga berafiliasi dengan Israel dilakukan juga oleh sejumla usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Salah satu usaha yang mengganti bahan bakunya adalah Bittersweet by Najla. Sebelum ramai aksi boikot dilakukan, produk kue dari brand UMKM ini menggunakan bahan cokelat merek Cadbury, Toblerone, dan Oreo yang semuanya diisukan terafiliasi dengan Israel.
Pada akhir tahun lalu, pemilik Bittersweet by Najla melalui akun media sosialnya mengumumkan akan mengganti semua bahan bakunya sembari menjamin harga makanan tersebut tidak naik dan kualitasnya juga tetap terjaga.
Merek UMKM Donat Bahagia turut melakukan langkah serupa. Sebelumnya, produk donat ini mempunyai varian favorit, yaitu donat Dancow. Sejak 11 November 2024, Donat Bahagia mengumumkan sudah menyiapkan varian racikan terbaru mengganti bahan utamanya, yakni Dancow buatan Nestle yang juga diisukan pro terhadap Israel.
Berhenti berkoar
Di awal tahun 2024, saat aksi boikot belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda, perusahaan ritel dan waralaba berhenti berkoar soal dukungan mereka kepada Palestina dan sikap antipati terhadap apa yang dilakukan Israel. Mereka mulai beralih strategi dengan memberikan berbagai skema potongan harga dan nilai tambah untuk kembali memikat pasar membeli produk mereka.
Sebagai contoh, pada Januari lalu KFC Indonesia memberikan kupon hemat bagi setiap konsumen yang membeli menu ayam. Paket yang bertajuk Kupon Super Promo ini bisa didapatkan di setiap pembelian produk apa pun tanpa minimal transaksi. Kupon dapat pembeli tukarkan pada pembelian selanjutnya dengan masa berlaku maksimal hingga 15 hari sesudah transaksi pertama kali dilakukan.
PT Sarimelati Kencana Tbk, pemegang waralaba Pizza Hut Indonesia yang sempat terguncang oleh aksi boikot produk Israel, juga mengeluarkan berbagai promo potongan harga untuk pembelian produk mereka, seperti buy one get one yang berlaku pertengahan Januari lalu.
Yang terbaru di awal Februari kemarin, Pizza Hut memberikan promo apresiasi profesi jurnalis, yang menawarka diskon 20 persen, maksimum diskon Rp 50.000 setiap melakukan transaksi minimal Rp 100.000 sebelum pajak untuk konsumen pekerja media.
Sembuhkan luka
Menurut pandangan pengamat dan konsultan pemasaran Yuswohady, brand yang sempat terdampak aksi boikot memang sebaiknya diam dan tidak kembali mengungkit relasi mereka dengan Israel ataupun Palestina. Sebaiknya memang brand fokus melakukan inovasi promosi atau memberi nilai tambah yang berkaitan langsung pada produk untuk meningkatkan minat beli konsumen.
”Memulihkan reputasi brand itu tidak bisa instan. Saat sentimen buruk dari pasar sudah terbangun, apalagi yang erat kaitannya dengan konflik agama, statement apa pun yang disampaikan brand untuk memulihkan citra mereka tidak berpengaruh,” ujar Yuswohady, yang akrab disapa Siwo, kepada Kompas.
Lebih baik diam dan fokus untuk meningkatkan kinerja produk.
Terlebih lagi, jika terjadi kesalahan dalam penyampaian pesan yang dilakukan brand tersebut kepada pasar, ”luka” yang tercipta di benak pasar malah bisa menjadi permanen. Strategi yang lebih baik, lanjut Siwo, adalah fokus menjual stok produk dengan berbagai strategi promo dan inovasi nilai tembah, hingga konflik yang terjadi di Timur Tengah antara Hamas dan Israel mereda.
”Memulihkan ‘luka’ yang ada memang sebaiknya tidak menggunakan logika dan argumentasi. Lebih baik diam dan fokus untuk meningkatkan kinerja produk,” sebut Siwo.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Induansjah merasakan, semenjak Februari 2024, aksi boikot terhadap ritel ataupun produk yang dianggap pro terhadap Israel sudah mulai mereda, tidak segencar yang terjadi pada periode November-Desember tahun lalu.
Ia memaparkan, penurunan penjualan di sejumlah ritel yang pada saat aksi boikot gencar dilakukan mengalami penurunan 30-40 persen saat ini sudah membaik menjadi sekitar 10 persen. Namun, penurunan tersebut disinyalir tidak semata-mata karena aksi boikot, tetapi juga ada faktor lain, seperti ketidaktersediaan stok hingga menahan belanja karena penurunan daya beli.
”Masyarakat juga mulai menyadari bahwa aksi boikot lebih banyak merugikan ekonomi kita sendiri dari pada ekonomi Israel. Jadi, sebenarnya ritel sudah menuju pemulihan, tapi masih dalam proses pengembalian perlahan-lahan,” ujar Budihardjo.