Hilirisasi Mineral Belum Dongkrak Produksi Alat Berat Dalam Negeri
Tidak semua alat berat kapasitas besar yang ada sesuai dengan spesifikasi pertambangan hilirisasi mineral.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Masifnya program hilirisasi sumber daya mineral belum berhasil mendongkrak produksi alat berat dalam negeri. Salah satunya karena sebagian alat berat dalam negeri belum bisa memenuhi spesifikasi yang disyaratkan.
Dihubungi, Senin (12/2/2024), Ketua Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi) Jamaluddin mengatakan, maraknya hilirisasi tambang sumber daya mineral belum banyak mendongkrak permintaan alat berat dalam negeri. Sebab, untuk kebutuhan pertambangan memerlukan jenis alat berat yang besar (big machine). Sementara produksi alat berat dalam negeri masih banyak yang berkapasitas sedang (medium machine).
Ia menambahkan, kapasitas produksi alat berat dalam negeri mencapai 10.000 unit setahun. Sekitar 60 persen untuk alat berat berkapasitas sedang, dan sekitar 40 persen lainnya berkapasitas besar.
Namun, menurut Jamaluddin, tidak semua alat berat kapasitas besar sesuai dengan spesifikasi pertambangan hilirisasi mineral. Akhirnya, sebagian alat berat untuk kebutuhan hilirisasi mineral harus dipenuhi impor.
Situasi tersebut di atas tecermin dari data Hinabi. Mengutip data Hinabi, jumlah produksi alat berat dalam negeri pada 2023 mencapai 8.066 unit, menurun 8,61 persen dibandingkan 2022 yang sebanyak 8.826 unit.
Data Produksi Alat Berat. Sumber: Hinabi (Himpunan Industri Alat Berat Indonesia)
Adapun rinciannya produksi alat berat pada 2023 didominasi oleh hydraulic excavator sebanyak 6.791 unit atau setara 84,19 persen dari total produksi. Selanjutnya alat berat bulldozer mencapai 727 unit atau setara 9,01 persen dari total produksi. Adapun alat berat dump truck mencapai 513 unit atau setara 6,36 persen dari total produksi, sisanya produksi 35 unit motor grader.
Ia menjelaskan, penurunan produksi alat berat dalam negeri salah satunya disebabkan oleh menurunnya permintaan. Adapun penurunan ini, antara lain, disebabkan harga komoditas batubara yang terkontraksi pada 2023 dibandingkan 2022.
”Harga batubara yang menurun juga turut menurunkan kebutuhan alat berat untuk pertambangan,” kata Jamaluddin.
Harga batubara dunia juga menurun pada 2023. Pada Desember 2023, harga batubara dunia berada di level 141,8 dollar AS per ton, merosot lebih dari setengahnya dibandingkan dengan Desember 2022 yang ada di level 379,2 dollar AS per ton.
Dump truck dengan kapasitas sekali muat 100 ton membawa bahan mentah nikel dari dari tambang PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Sulawesi Tengah, Kamis (10/5). PT Vale yang berdiri sejak 1968 beroperasi di Sulawesi di bawah perjanjian kontrak karya dengan pemerintah untuk mengekplorasi, mengolah, dan memproduksi nikel di area 190.510 hektar.
Saat ini, penggunaan alat berat terbagi sekitar 36 persen untuk konstruksi, kehutanan sekitar 10-12 persen, perkebunan 10-12 persen, dan 40-42 persen untuk pertambangan baik batubara atau mineral.
Ditemui terpisah, Senin, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pihaknya terus mendorong industri dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan alat berat untuk tambang khususnya hilirisasi mineral. Paling tidak, produksi alat berat ini sudah mampu diproduksi di dalam negeri.
”Kebutuhan alat berat ini besar sekali. Sehingga paling tidak ada tingkat kandungan dalam negeri untuk alat berat yang dioperasikan,” ujar Agus.