Jika Skenario Berjalan, Surplus Beras Capai 10,46 Juta Ton Tahun Ini
Tahun ini, surplus beras diperkirakan capai 10,46 juta ton. Adapun terbatasnya stok beras di ritel modern ditangani.
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia diperkirakan bakal surplus beras sebanyak 10,46 juta ton tahun ini. Agar surplus sebesar itu terealisasi, potensi gagal panen dan gangguan tanam padi perlu diantisipasi dan ditangani. Selain itu, impor beras juga perlu direalisasi.
Hal itu mengemuka dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Kementerian Dalam Negeri secara hibrida di Jakarta, Senin (12/2/2024). Rapat yang dipimpin Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian itu dihadiri juga Deputi III Bidang Perekonomian Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono.
Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Andriko Noto Susanto mengatakan, Bapanas telah menyusun Prognosa Neraca Pangan Nasional Periode Januari-Desember 2024. Ada 11 komoditas pangan pokok yang tercakup di dalamnya berdasarkan skenario stok, perkiraan produksi, rencana impor, dan kebutuhan tahunan.
Baca juga: Potensi Surplus Beras Dihantui Risiko Banjir dan Beras
Beras, misalnya, stok akhir tahun lalu yang dijadikan stok awal tahun ini sebanyak 7,3 juta ton. Produksi beras dalam negeri diperkirakan 31,93 juta ton dan rencana impor sebanyak 2,44 juta ton. Dengan kebutuhan setahun yang sebesar 31,21 juta ton, stok akhir tahun nanti akan ada surplus beras 10,46 juta ton.
”Perkiraan surplus itu bisa terealisasi jika semua skenario itu berjalan baik. Selain itu, untuk pengadaan impor harus tepat jumlah dan tepat waktu agar cadangan pangan pemerintah selain dari pengadaan serapan dalam negeri bisa tercukupi,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Edy mengingatkan kembali terkait pentingnya mengantisipasi potensi gangguan tanam dan gagal panen di sejumlah daerah akibat dampak perubahan cuaca. Gangguan itu bisa berupa akibat banjir, curah hujan yang masih minim, dan kadar air gabah yang tinggi akibat curah dan frekuensi hujan yang tinggi.
KSP mencatat, pada Februari 2024, misalnya, terdapat 19 daerah yang berisiko tinggi mengalami gangguan tanam dan 50 daerah yang berisiko tinggi mengalami gangguan panen. Beberapa daerah yang berisiko tinggi mengalami gangguan panen, antara lain, Sambas, Sanggau, Malang, Pasuruan, Demak, Agam, dan Kudus.
”Untuk itu, setiap daerah harus memitigasi dan menangani risiko tersebut agar tidak terjadi gangguan produksi pangan,” kata Edy.
Dalam dua pekan terakhir, banjir telah melanda sejumlah daerah produsen beras di Indonesia, terutama di Kabupaten Demak, Grobogan, dan Kudus, Jawa Tengah. Kementerian Pertanian mencatat, banjir melanda 7.026 hektar (ha) lahan pertanian di Demak, Kudus, dan Grobogan.
Perkiraan surplus itu terealisasi jika semua skenario itu berjalan baik.
Di Demak, banjir menggenangi 1.657 ha tanaman padi dan 126 ha tanaman jagung. Di Kudus, lahan pertanian yang kebanjiran seluas 489 ha. Lahan itu ditanami padi, cabai, melon, dan kangkung. Adapun di Grobogan, banjir menggenangi 4.754 ha lahan pertanian, termasuk sawah, di 15 kecamatan (Kompas, 10/2/2024).
Baca juga: Banjir Saat Defisit Beras Picu Harga Gabah Makin Tinggi
Banjir di daerah tersebut mulai terjadi pada 5 Februari 2024. Banjir disebabkan oleh jebolnya tanggul Sungai Wulan dan Jratun di wilayah Demak dan Grobogan, dan luapan Sungai Tuntang di Grobogan. Banjir di tengah defisit beras sebesar 2,83 juta ton pada Januari-Februari 2024 itu menyebabkan harga gabah dan beras naik.
Berdasarkan Panel Harga Pangan Bapanas, per 12 Februari 2024, harga rata-rata nasional gabah kering panen (GKP) di tingkat petani Rp 7.060 per kg. Harga tersebut meningkat 3,82 persen secara bulanan dan 22,66 persen secara tahunan.
Adapun harga rerata nasional beras medium Rp 13.840 per kg. Harga komoditas pangan pokok itu naik 3,83 persen secara bulanan dan 15,02 persen secara tahunan. Harga tersebut juga lebih tinggi daripada harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah berdasarkan zonasi, yakni Rp 10.900-Rp 11.800 per kg.
Baca juga: Banjir di Grobogan Belum Surut, Lahan Pertanian Turut Terdampak
Ritel modern
Defisit beras pada Januari-Februari 2024 juga mulai berpengaruh terhadap stok beras di ritel modern. Sejumlah minimarket dan swalayan dalam beberapa hari terakhir ini mulai kekurangan stok beras, baik medium maupun premium.
Pada 11-12 Februari 2024, stok beras premium dan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di sejumlah minimarket dan swalayan di Tengerang Selatan, Banten, menipis, bahkan ada yang sama sekali habis. Kalaupun ada, pembeliannya dibatasi 1 bungkus untuk kemasan 10 kg dan 2 bungkus untuk kemasan 2,5 kg, 3 kg, dan 5 kg.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menuturkan, peritel modern tengah kesulitan mendapatkan suplai beras, terutama beras premium lokal kemasan 5 kg. Kondisi itu membuat peritel membatasi sementara pembelian beras premium.
Selain itu, beras program SPHP dari Bulog juga belum terdistribusi secara masif. ”Ketidakseimbangan penawaran dengan permintaan itu turut memicu kenaikan harga beras, baik di ritel modern maupun pasar tradisional,” katanya.
Panel Harga Pangan Bapanas menunjukkan, harga rerata nasional beras premium per 12 Februari 2024 mencapai Rp 15.790 per kg. Harga tersebut meningkat 4,23 persen secara bulanan dan 15,08 persen secara tahunan.
Untuk mengatasi hal itu, pemerintah melalui Perum Bulog tetap terus mengintervensi pasar beras di tengah penghentian sementara bantuan beras bagi 22 juta keluarga berpenghasilan rendah. Per 11 Februari 2024, realisasinya sudah mencapai 220.475 ton.
Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayan Publik Bulog Epi Sulandari mengemukakan, stok beras pemerintah di Bulog sudah berkurang menjadi 1,187 juta ton pada 11 Februari 2024. Bulog masih terus mengupayakan mendatangkan beras impor untuk menambah stok sebelum panen raya berlangsung.
Pemerintah telah meminta Bulog untuk menghentikan sementara penyaluran bantuan beras bagi 22 juta keluarga penerima manfaat pada 8-14 Februari 2024. Hal itu disebut Bapanas untuk menghormati pemilu. Bersamaan dengan itu, Bulog ditugaskan untuk menggelontorkan beras program SPHP sebanyak dua kali lipat dari biasanya ke Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, pasar ritel modern, dan pasar tradisional.
Baca juga: Presiden Janji Segera Realisasikan BLT Puso sehingga Tak Banyak Impor Beras
Selain itu, Bulog juga diminta menjual beras sesuai HET langsung ke masyarakat melalui gerakan pangan murah bekerja sama dengan pemerintah daerah. Penjualan beras SPHP itu juga dilakukan Bulog ke sejumlah jaringan warung mitra Bulog.
”Per 11 Februari 2024, kami sudah menyalurkan beras program SPHP sebanyak 220.475 ton. Di hari kerja, rerata penyalurannya di kisaran 8.000-13.000 ton per hari, sedangkan di hari libur di bawah 3.000 per ton,” katanya.