logo Kompas.id
EkonomiAudit dan Pertanggungjawabkan ...
Iklan

Audit dan Pertanggungjawabkan Penyaluran Bansos di Masa Pemilu

Penyaluran bansos perlu dipertanggungjawabkan. Sementara itu, bantuan beras dihentikan sementara.

Oleh
HENDRIYO WIDI
· 3 menit baca
Presiden Joko Widodo mulai penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) puso kepada sejumlah penerima manfaat di kantor Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah, pada Rabu, 13 Desember 2023. Presiden menyebut bahwa pemberian bantuan tersebut bertujuan agar para petani yang terdampak puso dapat segera melakukan penanaman kembali.
MUCHLIS JR - BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN

Presiden Joko Widodo mulai penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) puso kepada sejumlah penerima manfaat di kantor Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah, pada Rabu, 13 Desember 2023. Presiden menyebut bahwa pemberian bantuan tersebut bertujuan agar para petani yang terdampak puso dapat segera melakukan penanaman kembali.

JAKARTA, KOMPAS — Bantuan sosial atau bansos yang digulirkan pada masa pemilihan umum rawan dipolitisasi. Jika benar bansos yang dibagikan itu untuk memitigasi tergerusnya daya beli masyarakat, audit dan buktikan ketepatan sasaranya.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Ninasapti Triaswati, menyatakan hal itu dalam diskusi bertajuk ”Bansos, Pengentasan Kemiskinan atau Tujuan Politik?”. Kegiatan tersebut digelar Universitas Paramadina secara daring di Jakarta, Rabu (7/2/2024).

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Menurut Ninasapti, bansos memang memiliki tujuan politik. Namun, tujuan politiknya adalah memberikan bantalan sosial kepada masyarakat miskin dan menanggulangi kemiskinan, bukan untuk memenangkan salah satu calon presiden dan calon wakil presiden.

Penganggarannya pun memiliki tujuan politik yang sama, yakni penanggulangan kemiskinan. Untuk itu, harus diterapkan penganggaran berbasis kinerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengarah ke tujuan tersebut. Penganggaran berbasis kinerja itu harus disertai data penerima yang akurat atau data kemiskinan terintegrasi.

”Kalau tujuan politiknya baik, yakni untuk kepentingan masyarakat miskin, bukan untuk kepentingan elektoral, ya, tidak apa-apa. Namun, jika tidak sesuai tujuan, seperti dibagikan asal-asalan di jalan dan ditempeli stiker salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, berarti ada penyimpangan. Ada potensi korupsi juga,” ujarnya.

Bansos memang memiliki tujuan politik. Namun, tujuan politiknya adalah memberikan bantalan sosial kepada masyarakat miskin dan menanggulangi kemiskinan, bukan untuk memenangkan salah satu calon presiden dan calon wakil presiden.

Baca juga: Aji Mumpung Bansos

https://cdn-assetd.kompas.id/pgnYn0If_q8IZiWPzOB6JsTlGTI=/1024x1728/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F04%2F6624c918-2260-4b29-9985-fc132c14e6aa_png.png

Ninasapti mengaku tidak menuduh pihak-pihak tertentu. Ia justru menekankan pentingnya hakikat tujuan politik bansos. Untuk itu, audit dan pertanggungjawaban penyaluran bansos sangat penting dilakukan. Pertanggungjawaban itu tidak cukup hanya sebatas penyaluran dan diterima, tetapi juga mencakup ketepatan sasarannya. Selain itu, perlu juga kejelasan kewenangan kementerian atau lembaga sebagai penanggung jawab bansos.

Pembagian aneka macam bansos menjelang Pemilu 2024 tengah menjadi sorotan. Salah satunya terkait bantuan langsung tunai (BLT) mitigasi risiko pangan bagi 18,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM) senilai total Rp 11,2 triliun.

Setiap KPM akan menerima Rp 200.000 per bulan pada Januari, Februari, dan Maret 2024. Namun, pemerintah memutuskan merapel pemberiannya, yakni Rp 600.000 per KPM, pada Februari 2024. Sejumah kalangan menilai bansos tersebut digoreng dadakan demi kepentingan elektoral salah satu pasangan capres-cawapres.

Iklan

Dalam UU No 19/2023 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) 2024, tidak ada nomenklatur BLT mitigasi risiko pangan. Hal itu membuat Kementerian Keuangan memotong anggaran kementerian/lembaga senilai total Rp 50,14 triliun sesuai arahan Presiden (Kompas, 2/2/2024).

Baca juga: Bansos ”Digoreng” Dadakan, Uangnya dari Mana?

Ninasapti berpendapat, saat ini, masyarakat berpenghasilan rendah memang membutuhkan bansos di tengah kenaikan harga sejumlah pangan pokok. Namun, jangan sampai bansos itu dipolitisasi.

Untuk itu, ia mengusulkan untuk menghentikan bansos yang tidak jelas sasarannya atau yang dibagi-bagikan asal-asalan di jalan. Lebih baik BLT disalurkan langsung ke rekening penerima manfaat. Kementerian/lembaga penyalur bansos juga harus dapat menjamin bansos yang disalurkan tidak dilabeli tulisan atau gambar pejabat dan pasangan capres-cawapres tertentu.

Warga membawa beras bantuan yang diterima melalui kantor Kelurahan Kreo Selatan, Larangan, Kota Tangerang, Banten Rabu (7/2/2024).
KOMPAS/PRIYOMBODO

Warga membawa beras bantuan yang diterima melalui kantor Kelurahan Kreo Selatan, Larangan, Kota Tangerang, Banten Rabu (7/2/2024).

Distop sementara

Sementara itu, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) menghentikan sementara penyaluran bantuan beras bagi 22 juta keluarga berpenghasilan rendah. Penghentian sementara itu akan dilakukan selama tujuh hari, yakni pada 8-14 Februari 2024. Penyalurannya akan dilakukan kembali setelah pemungutan suara, yakni pada 15 Februari 2024.

Penghentian sementara itu dilakukan agar tidak terjadi polemik yang berkepanjangan bahwa bantuan beras tersebut dipolitisasi.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, penghentian sementara itu dilakukan dengan sejumlah pertimbangan. Pertama, agar proses pemilu berjalan dengan tenang. Kedua, untuk memutakhirkan data 22 juta KPM yang masih belum tuntas dilakukan oleh banyak pemerintah daerah.

Selain itu, penghentian sementara itu dilakukan agar tidak terjadi polemik yang berkepanjangan bahwa bantuan beras tersebut dipolitisasi. Perlu dipahami juga bahwa pemerintah tidak mempolitisasi bantuan pangan tersebut karena sangat diperlukan masyarakat dan memang sudah terencana sejak lama.

”Agendanya juga tidak mengikuti agenda politik, tetapi memang sesuai dengan kebutuhan,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta.

Menurut rencana, pemerintah akan menggulirkan bantuan beras tersebut hingga Juni 2024. Setiap KPM akan menerima 10 kilogram beras per bulan sehingga total bantuan beras yang digulirkan sekitar 1,32 juta ton. Per 6 Februari 2024, realisasi bantuan beras sudah mencapai 179,15 ton.

Baca juga: Bansos Oke, Coblos Mah Bebas ”Aja”

https://cdn-assetd.kompas.id/FsyVMMxq9WSjqt8PsYLavP85XZs=/1024x3148/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F22%2Fa74c5e09-c3f8-4c55-add5-20d4d85a5a35_png.png
Editor:
ARIS PRASETYO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000