Dari Mesin Pendingin hingga Teknik Menulis
Serikat-serikat buruh terus memberdayakan diri meningkatkan kemampuan anggotanya.
Serikat-serikat buruh terus memberdayakan diri meningkatkan kemampuan anggotanya, mulai dari menyelenggarakan pelatihan perawatan mesin penyejuk ruangan (AC) sampai pelatihan menulis. Mereka menyadari, dengan meningkatkan kualitas, buruh bakal memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dan pada akhirnya berperan menaikkan perekonomian nasional.
Belasan orang tekun mengerjakan ujian tulis perawatan AC di Balai Latihan Kerja Komunitas (BLKK) Teknik Pendingin Federasi Serikat Pekerja Panasonic Gobel (FSPPG) di Cipayung, Jakarta Timur, Rabu (31/1/2024). Setelah itu mereka bersiap melakukan kegiatan praktik lapangan di tempat ibadah. Siang itu mereka akan pergi ke sebuah masjid mempraktikkan ilmu mereka.
Mereka hanyalah sebagian kecil dari sekitar 8.000 orang yang sudah dilatih di BLKK yang dimiliki serikat yang beranggota 5.000 orang itu. Serikat pekerja punya aset? ”Kami, kan, punya dana dari iuran anggota, tentu bisa punya aset sebagai modal untuk memberdayakan anggota,” kata Presiden FSPPG Djoko Wahyudi.
Ikhwal pendirian BLKK itu, Djoko bercerita, awalnya mereka membeli tanah di Munjul, Cipayung, seluas sekitar 1.000 meter persegi seharga sekitar Rp 2,1 miliar. Sekitar Rp 1,1 miliar merupakan dana FSPPG yang diperoleh dari iuran anggotanya. Setiap anggota serikat memang dipotong 1 persen dari gaji per bulan untuk serikat, yang kemudian dikembalikan ke anggotanya dalam berbagai bentuk kegiatan. Sisanya, serikat meminjam ke pemilik perusahaan yang pelunasannya dicicil serikat.
Pada 2019, saat Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mempunyai program BLKK, serikat mengajukan diri. Apalagi, FSPPG memiliki kompetensi di bidang keterampilan teknik mesin pendingin.
”Di Indonesia terdapat sekitar 25 juta unit AC terpasang pada 2019. Setiap 4–6 bulan sekali, AC pasti butuh dibersihkan. Potensi bisnis lebih kurang Rp 6 triliun,” ujar Djoko.
Kemenaker pun memberikan bantuan Rp 500 juta untuk membangun balai. BLKK pun diresmikan pada 4 Mei 2021, yang hingga kini telah melatih lebih dari 8.000 orang. Di antara yang dilatih itu, bahkan ada 32 mantan narapidana teroris. Mereka kini sudah ada yang menjadi wirausaha, bahkan instruktur di BLKK Teknik Pendingin itu.
Baca juga: Buruh di Tengah Pusaran Politik Bangsa
FSPPG juga memiliki sederet pemberdayaan kreatif yang membawa dampak ekonomi bagi anggota serikat dan keluarganya. Sebagai contoh, ada unit usaha layanan outbond yang terbuka bagi pekerja di Panasonic, perusahaan lain, sampai karang taruna. Unit usaha ini dikelola oleh anggota serikat yang sehari-hari masih menjadi pekerja harian di Panasonic.
”Anggota serikat tersebut mendapat sertifikat trainer outbond. Mereka menjalankan unit usaha saat akhir pekan untuk mendapatkan tambahan pemasukan,” kata Djoko.
Selain itu, mereka juga memiliki kelas pemberdayaan keluarga buruh, dari memasak hingga parenting. ”Karena kami juga mengurusi kelahiran, perselisihan keluarga, sampai urusan kematian anggota kami,” kata Djoko.
Terkait hubungan industrial, sedikitnya sekali sebulan, serikat bertemu dengan manajemen perusahaan. Dari pertemuan itu manajemen akan berbagi informasi terkait perusahaan, seperti target penjualan, pencapaiannya, dan kondisi perusahaan. Sementara serikat menyampaikan kondisi pekerja dan memberi masukan langkah apa yang akan dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan perusahaan.
Ketika ada anggota yang bermasalah, serikat akan melakukan pendampingan dan advokasi. Namun, saat mereka lihat manajemen bermasalah, serikat pekerja bahkan punya kekuatan mengganti anggota manajemen yang tidak bekerja sesuai dengan nilai-nilai perusahaan.
”Perusahaan adalah sawah kami yang kami panen satu bulan sekali saat gajian, maka harus kami rawat dan pelihara,” kata Djoko yang masih bercita-cita serikat memiliki rumah sakit sendiri.
Sehari sebelumnya. sekitar 50 perwakilan manajemen perusahaan dan pekerja, termasuk anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bekasi, serius menyimak paparan pengalaman Health and Safety Representatives (HSR) Australia, di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Meski paparan disampaikan dwibahasa dan diselenggarakan setelah makan siang yang biasanya membuat kantuk, peserta tetap antusias bertanya.
Salah satu pertanyaan peserta adalah, apakah di Australia ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menjalankan kesehatan dan keselamatan kerja (K3)? Semakin sore, suasana seminar semakin ”panas” karena diisi dengan materi penyakit akibat kerja, penjelasan di balik perlunya karyawan rutin cek medis (medical check up), sampai seluk-beluk fit to work. Pertanyaan yang muncul, misalnya, ada tidaknya hubungan upah rendah, bekerja melebihi jam kerja ideal, dan sakit akibat kerja pada usia tua.
Perusahaan adalah sawah kami yang kami panen satu bulan sekali saat gajian, maka harus kami rawat dan pelihara.
Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Pendidikan SPSI Bekasi Hermansyah mengatakan, K3 merupakan isu yang penting karena berkaitan erat dengan perlindungan pekerja. K3 juga berhubungan dengan isu ekonomi pekerja.
”Cacat atau cedera karena kecelakaan bisa menghilangkan kemampuan bekerja. Jika si pekerja ternyata tulang punggung keluarga lalu cacat, keluarganya akan kesulitan ekonomi. Di luar itu, bekerja di mana pun pasti berhadapan dengan risiko, termasuk penyakit jangka panjang,” ujarnya.
Pada 2020, Jawa Barat termasuk satu dari tiga provinsi yang memiliki angka kecelakaan kerja tertinggi. Oleh karena itu, ketika Disnaker Bekasi menyelenggarakan seminar itu, pihaknya mendukung.
Di luar kegiatan seminar seperti itu, SPSI Bekasi juga menggelar program pendidikan atau menggalang kekuatan sosial anggota serikat. Sebagai contoh, pada saat pandemi Covid-19, SPSI Bekasi mengembangkan program ”Pekerja Bantu Pekerja”. Setiap pekerja anggota serikat mendonasikan 1 liter beras kepada pekerja yang dirumahkan.
Selain itu, mereka juga mengembangkan koperasi karyawan. SPSI Bekasi yang mencakup 150 perusahaan memiliki 70.000 orang anggota. Sekitar 50 perusahaan memiliki koperasi karyawan dan 20 di antaranya merupakan koperasi berskala besar. Terkait hubungan industrial, pihaknya juga rutin menggelar edukasi dua bulan sekali. Salah satunya menyangkut perumusan perjanjian kerja bersama (PKB).
Baca juga: Pekerja Muda Enggan Bergabung ke Serikat Pekerja
Menurut Hermansyah, PKB adalah kekuatan pekerja. Kedudukan peraturan perundang-undangan seperti omnibus law Cipta Kerja adalah jaring pengaman (safety net). Ketika perusahaan sudah memiliki PKB, jangan sampai isi PKB menurunkan kualitas hubungan industrial. ”Perusahaan dan pekerja adalah mitra produksi, mitra bertanggung jawab, dan mitra keuntungan,” ujarnya.
Sejak 2017, SPSI juga membangun program Hubungan Industrial Pancasila (HIP) dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). HIP adalah hubungan industrial berbasis nilai-nilai dalam lima sila Pancasila.
Regenerasi
Agar regenerasi pengurus serikat terus berjalan baik, banyak serikat melakukan pelatihan pengembangan diri dan kepemimpinan untuk anggota mudanya. ”Kami mengadakan reading and writting course bagi anggota serikat yang berusia muda setiap Jumat. Tujuan kursus untuk meningkatkan kapabilitas mereka menyuarakan opini perburuhan yang harapannya bisa memperkuat publikasi dan advokasi yang serikat akan kerjakan,” kata Sekretaris Daerah Federasi Niaga, Bank, Jasa, dan Asuransi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Niba KSPSI) Dedeh Farihah.
Selain itu, mereka juga mengatur dan mendorong seluruh pengurus unit kerja (PUK) yang berafiliasi ke Niba KSPSI DKI Jakarta memasukkan perwakilan pekerja muda dan pekerja perempuan, lalu ditetapkan dalam surat keputusan kepengurusan. ”Sudah berjalan. Saat ini, 30 persen pengurus adalah perempuan. Lalu, akan kami tingkatkan menjadi 40 persen pada 2024,” ujarnya.
Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan, jumlah konfederasi SP/SB saat ini mencapai sekitar 21 konfederasi, 197 federasi, dan 12.346 serikat. Total pekerja yang tergabung sekitar 4 juta orang.
Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional Badan Pusat Statistik, per Agustus 2023, jumlah penduduk bekerja mencapai 139,85 juta orang. Jumlah ini naik 4,55 juta orang dari Agustus 2022. Dari total penduduk bekerja tersebut, 40,89 persen bekerja di sektor formal dan 59,11 persen bekerja di sektor informal.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, M Hadi Subhan, menjelaskan, serikat pekerja atau serikat buruh memiliki peran penting dalam pelaksanaan norma ketenagakerjaan. Hal ini seiring dengan berkurangnya efektivitas peran pengawas ketenagakerjaan, penetapan upah minimum yang tidak sedinamis sebelumnya, dan kebijakan ketenagakerjaan yang cenderung mengakomodasi ”mudah merekrut-mudah memecat”.
”Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, serikat buruh mengalami pergeseran, semakin ke sini semakin memainkan fungsi politik dan berpolitik sehingga daya dorongnya berkurang. Terbukti tidak mampu banyak mewarnai lahirnya omnibus law Cipta Kerja. Hal ini juga mengakibatkan berkurangnya minat berserikat,” katanya.
Meski demikian, masih ada serikat-serikat pekerja yang terus bekerja memberdayakan anggotanya.