Impor Bahan Pengolah Sawit Rp 2,8 Triliun Bisa Dihemat
Katalis akan segera diproduksi di Indonesia sehingga mengurangi impor.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Imporkatalis pengolahan minyak sawit dan kimia dasar yang setiap tahunnya senilai sekitar 190 juta dollar AS atau Rp 2,85 triliun, ke depan akan bisa dihemat. Zat kimia yang menjadi bahan pendukung pengolahan minyak sawit dan kimia dasar itu akan segera diproduksi di Indonesia sehingga mengurangi impor.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, sebelumnya, industri sawit dan kimia dasar masih harus mengimpor katalis dengan total nilai 190 juta dollar AS. Impor antara lain berasal dari negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan China.
Ke depan, kata Sahat, Indonesia bisa menghemat devisa sebesar itu karena dalam waktu dekat akan ada pabrik dalam negeri yang memproduksi katalis, yaitu PT Katalis Sinergi Indonesia.
Pabrik berlokasi di Karawang, Jawa Barat. Adapun resep katalis merupakan hasil kerja para peneliti dari Kelompok Keahlian Rekayasa Katalisis dan Sistem Pemroses Institut Teknologi Bandung (ITB).
”Substitusi impor bahan pendukung ini bisa meningkatkan efisiensi industri dan mendorong hilirisasi industri sawit dan minyak dasar,” ujar Sahat, yang juga komisaris di perusahaan itu, dalam lokakarya wartawan soal hilirisasi industri sawit, Rabu (31/1/2024).
Kepala Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis ITB Melia Laniwati Gunawan menjelaskan, katalis digunakan pada proses pengolahan industri sawit dan kimia dasar untuk mempercepat pengolahan reaksi kimia hingga jutaan bahkan triliunan kali lipat. Adapun bentuk katalis beraga mulai dari zat padat hingga zat cair.
Dengan menggunakan katalis, produksi jadi lebih cepat sehingga produksi bisa lebih efisien dan menciptakan nilai keekonomian untuk produksi massal. Adapun katalis digunakan antara lain untuk proses produksi biodiesel, bensin sawit, oleokimia, dan lain-lain.
Ini untuk kemandirian dalam rekayasa reaksi kimia. (IGBN Makertihartha)
Ia menjelaskan, 90 persen proses industri kimia melibatkan katalis. Sebab, katalis ini bisa bekerja dengan cepat dan mengarahkan pengolahan pada produk yang diinginkan.
Bensin sawit
Ketua Kelompok Keahlian Rekayasa Katalisis dan Sistem Pemroses ITB IGBN Makertihartha mengatakan, sejak 2016, pihaknya fokus melakukan riset inovasi produk sawit dan turunannya. Salah satunya adalah memproduksi bensin sawit (bensa).
Berbeda dengan biodiesel atau fema yang merupakan campuran olahan sawit dengan bahan bakar fosil, bensa 100 persen berasal dari pengolahan minyak sawit.
Saat membuat bensa, salah satu proses produksinya memerlukan katalis untuk mempercepat reaksi kimia. Namun, saat itu, katalis masih harus impor. Maka, riset yang operasionalnya didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini kemudian juga meneliti pengembangan produksi katalis.
”Indonesia harus mandiri dalam pasokan katalis. Ini untuk kemandirian dalam rekayasa reaksi kimia,” ujar Hari, panggilan akrab Makertihartha.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor bahan baku/penolong pada 2023 mencapai 161,15 miliar dollar AS atau setara dengan 72,63 persen dari total impor Indonesia yang sebesar 221,88 miliar dollar AS.