Total transaksi komoditas syariah pada 2023 mencapai Rp 1,2 triliun, tumbuh 54 persen dibandingkan dengan tahun 2022.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Perdagangan komoditas berbasis syariah belum maksimal dikembangkan dalam produk layanan dan jasa keuangan. Sosialisasi produk untuk diversifikasi layanan dan jasa serta literasi perlu digiatkan oleh pemangku kepentingan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, jumlah aset beragam produk keuangan syariah sampai akhir 2022 sebesar Rp 2.375,48 triliun atau 10,68 persen keuangan nasional. Dari total jumlah tersebut, sekitar 60 persennya ada di pasar modal syariah, 33,77 persen di perbankan, dan 6,15 persen di Industri Keuangan Non-Bank (IKNB).
Jumlah aset itu belum termasuk aset perdagangan komoditas syariah yang masih terus dikembangkan. Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) atau Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI), sebagai satu-satunya bursa berjangka komoditas yang mengeluarkan produk syariah ini, mencatat, pada 2023 total aset komoditas syariah yang mereka kelola dalam bentuk crude oil atau minyak mentah mencapai 718.713,97 barel.
Secara transaksi, total transaksi komoditas syariah itu sebesar Rp 1,2 triliun, tumbuh 54 persen dibandingkan dengan transaksi sebesar Rp 785 miliar pada 2022. Transaksi ini diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan.
Walaupun secara transaksi kecil, Direktur Utama ICDX Nursalam mengatakan, adanya peningkatan transaksi mencerminkan respons serta minat positif pasar terhadap komoditas syariah di Indonesia.
”Sejak transaksi perdana di tahun 2022 hingga akhir 2023, akumulasi transaksi mencapai angka sebesar Rp 2 triliun. Kami optimistis, ke depan transaksi komoditas syariah ini akan terus tumbuh dan kami menargetkan di tahun 2024 nilai transaksi mencapai Rp 2,3 triliun,” katanya dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Kamis (25/1/2024).
Transaksi komoditas syariah di ICDX tahun 2023 meliputi Subrogasi Syariah sebesar 89 persen dan transaksi Sertifikat Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah Antarbank (SiKA) sebesar 11 persen.
Subrogasi syariah merupakan pengalihan transaksi piutang da’in lama (pihak yang mengalihkan piutang) ke da’in baru (pihak yang menerima pengalihan piutang) melalui jual beli menggunakan barang (sil'ah) sebagai alat pembayaran (tsaman).
Sementara SiKA adalah sertifikat yang diterbitkan oleh bank umum syariah (BUS) atau unit usaha syariah (UUS) sebagai bukti dari pembelian atas kepemilikan komoditas yang dijual oleh peserta komersial dengan pembayaran tangguh atau angsuran berdasarkan akad murabahah. SiKA telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/28/DKMP/2015 dan Fatwa DSN No 82/DSNMUI/XI/2011.
Skema transaksi tersebut dimanfaatkan beberapa perbankan, yakni PT Bank Syariah Indonesia Tbk, PT Bank Jabar Banten Syariah, PT Bank Mega Syariah, Unit Usaha Syariah PT Bank CIMB Niaga Tbk, Unit Usaha Syariah PT Bank Maybank Indonesia Tbk, dan PT CIMB Niaga Auto Finance.
Perbankan syariah yang berpartisipasi dalam pemanfaatan komoditas syariah itu juga masih jauh lebih sedikit dari jumlah existing institusi perbankan syariah yang mencapai sekitar 200 institusi. Padahal, perbankan syariah terus bertumbuh pesat. Nilai aset perbankan syariah per September 2023 mencapai Rp 831,95 triliun, tumbuh 10,94 persen dari periode yang sama pada 2022 dengan pangsa pasar 7,27 persen.
”Untuk itu, berbagai program literasi akan terus kami jalankan kepada para pemangku kepentingan, khususnya bagi kalangan perbankan nasional,” kata Nursalam.
Melihat data tersebut, Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University Irfan Syauqi Beik berpendapat, perdagangan komoditas syariah memang masih relatif sangat kecil, apalagi jika dikaitkan dengan SiKA dan perbankan syariah.
”Bursa komoditas beserta seluruh perangkatnya dinilai belum menjadi prioritas utama bank syariah, baik dalam hal pengaturan likuiditas maupun dalam pengembangan produk perbankan syariah yang terkoneksi dengan masyarakat,” ujarnya saat dihubungi Kompas, Kamis (25/1/2024).
Pemahaman masyarakat
Rendahnya popularitas komoditas berjangka syariah di Indonesia juga ditegaskan oleh keterbatasan pemahaman masyarakat terhadap produk tersebut. Produk berjangka yang masih menjadi primadona di masyarakat masih terbatas pada komoditas emas, baik gadai emas maupun jual beli murabahah emas.
Fenomena itu juga tergambar dalam total transaksi di Bursa ICDX sepanjang tahun 2023 yang mencapai 6.238.195 lot. Jumlah lot itu lebih dari 50 persen merupakan hasil dari transaksi jual beli kontrak emas, diikuti pasar mata uang asing, indeks, CPO, dan lainnya.
”Perlu ada diversifikasi produk perbankan syariah berbasis komoditas. Bisa enggak keluar dari mindset komoditas emas?” ujar Irfan.
Ia berpendapat, bank syariah bisa mengkaji lebih jauh dan kemudian memopulerkan komoditas dengan meningkatkan porsi penyaluran dana pada sektor pertanian, khususnya pada komoditas tertentu yang menguntungkan dan berorientasi ekspor, seperti tanaman hortikultura dan perkebunan.
Deposito sawit bisa menjadi salah satu alternatif, apalagi Indonesia sudah meluncurkan Bursa Berjangka Penyelenggara Pasar Fisik Minyak Sawit Mentah (Bursa CPO) tahun 2023. Produk syariah dari bursa sawit itu, kata Irfan, sudah mulai dikembangkan oleh negara tetangga, seperti Malaysia.
”Intinya, harus ada upaya lebih strategis dalam memperkuat ini sehingga nantinya juga berdampak pada kebutuhan untuk memanfaatkan instrumen SiKA dalam hal pengelolaan likuiditas perbankan syariah,” tutur Irfan.
Upaya itu perlu diikuti dengan penguatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan tingkat literasi keuangan syariah yang masih sangat rendah. Pemangku kebijakan, menurut dia, juga perlu membuat regulasi untuk membangun integrasi ekosistem sektor riil terkait industri halal dengan sektor keuangan syariah.
Pendapat senada disampaikan oleh Yoyok Prasetyo, pengamat ekonomi syariah dari Universitas Islam Nusantara Bandung, dalam keterangan tertulis. Pertumbuhan minat terhadap keuangan syariah perlu dijadikan momentum untuk mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia, yang diperkirakan akan menumbuhkan aset senilai 5.900 miliar dollar AS pada 2026 mendatang.
”Untuk mencapai itu, perlu langkah strategis dalam bentuk upaya bersama dari semua pemangku kepentingan untuk melakukan dan lebih menggalakkan lagi edukasi keuangan syariah kepada masyarakat,” katanya.