Sektor swasta diharapkan untuk membantu transisi ekonomi masyarakat di daerah penghasil batubara.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Sektor swasta dinilai punya peran penting untuk menjaga stabilitas ekonomi masyarakat di daerah yang terdampak pensiunnya tambang batubara. Visi masyarakat yang selama ini bergantung pada aktivitas pertambangan batubara perlu diperluas agar transisi ekonomi berjalan mulus.
Program Manajer Ekonomi Hijau Institute for Essential Service Reform (IESR) Wira A Swadana mengatakan, terdapat sejumlah kondisi di daerah penghasil batubara yang berpotensi memberikan kontribusi signifikan terhadap transisi ekonomi dari batubara.
Potensi-potensi tersebut terkait dengan transisi mata pencarian masyarakat yang sebelumnya amat bergantung pada aktivitas pertambangan. Kelompok masyarakat ini perlu diarahkan untuk dapat menangkap peluang ekonomi di luar sektor batubara, seperti pertanian, kehutanan, atau UMKM.
”Agar transisi ekonomi masyarakat berjalan mulus, dibutuhkan inisiatif perusahaan tambang batubara untuk mendiversifikasi bisnis di luar sektor batubara,” ujar Wira dalam diskusi bertajuk ”Mengidentifikasi Peran Sektor Swasta dalam Pemberdayaan Sosial-Ekonomi Masyarakat” di Jakarta, Rabu (24/1/2023).
Ketergantungan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pertambangan batubara terhadap industri pertambangan batubara sangat tinggi.
Pasalnya, sektor swasta umumnya memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan dengan pemerintah dan masyarakat. Sebagai contoh, PT Kideco melalui perusahaan saudaranya, Indika Nature, saat ini sedang mengerjakan beberapa proyek energi terbarukan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Di saat yang sama, PT Kideco juga telah menginisiasi proyek pariwisata hijau, seperti Samurangau Ecopark, seluas 105 hektar.
Di luar itu, program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari perusahaan tambang batubara dapat menjadi sumber pendanaan untuk pemberdayaan masyarakat karena potensi nilai dananya yang terus berkembang dan keinginan perusahaan untuk berusaha mencakup setiap aspek kehidupan masyarakat.
”Misalnya, CSR untuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan, tempat ibadah, dan sekolah, serta pemberdayaan masyarakat, seperti program pengembangan UMKM dan beasiswa,” ujarnya.
Berdasarkan hasil studi kasus dengan judul ”Transisi Berkeadilan di Daerah Penghasil Batubara di Indonesia” yang dilakukan IESR di Kabupaten Paser dan Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, ketergantungan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pertambangan batubara terhadap industri pertambangan batubara sangat tinggi.
Sebagai contoh, di Tanjung Enim, seorang warga berpendapat bahwa penutupan tambang batubara akan menyebabkan peningkatan pengangguran. Pasalnya, mayoritas penduduknya bekerja di tambang batubara dan penutupan tambang batubara diyakini dapat meningkatkan pengangguran.
Ini menunjukkan bahwa visi ekonomi masyarakat terkait masa depan setelah batubara masih terbatas. Dalam hal potensi kegiatan ekonomi, mayoritas masyarakat, termasuk kaum muda, hanya melihat sektor pertanian, perkebunan kelapa sawit, atau mengembangkan usaha mikro kecil, seperti bengkel otomotif dan perdagangan bahan pokok, jika pertambangan batubara berakhir.
”Padahal, ini adalah kegiatan-kegiatan ekonomi yang sudah ada bersama-sama dengan pertambangan batubara, yang menunjukkan terbatasnya visi mereka mengenai peluang ekonomi alternatif,” ujar Wira.
Dalam kesempatan yang sama, General Manager PT Bukit Asam Tbk Unit Pertambangan Ombilin Yulfaizon mengatakan, perusahaannya telah mengupayakan untuk memberikan nilai tambah bagi masyarakat di sekitar situs tambang batubara di Ombilin, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.
Situs tambang batubara tersebut saat ini sudah tidak aktif dan sedang dalam proses reklamasi. ”Reklamasi dan pascatambang pada unit Ombilin dapat memberikan nilai tambang bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dalam menopang peningkatan perekonomian keluarga secara berkelanjutan,” ujarnya.
Selain aspek lingkungan dan ekonomi, kegiatan pascatambang yang dilakukan Bukit Asam juga menekankan pada aspek pendidikan melalui sarana dan fasilitas studi tambang batubara bawah tanah.
Kegiatan pascatambang berbasis ekonomi di Ombilin setelah berhentinya masa beroperasi pada 2019 lalu meliputi zona perlindungan satwa, zona budidaya, dan zona pemanfaatan.
Zona perlindungan satwa meliputi Kebun Binatang seluas 3 hektar yang bekerja sama dengan pemerintah daerah. Kemudian zona budidaya meliputi tanaman buah, peternakan, kolam ikan, hingga agroforestry dengan luas area sekitar 6,5 hektar. Selanjutnya, zona pemanfaatan untuk destinasi wisata, sarana olahraga, sarana budaya, dan pendidikan.
”Ini menjadi contoh pelaksanaan pascatambang secara nasional. Aset-aset ini dapat memberikan nilai tambah dan peningkatan perekonomian yang signifikan untuk kehidupan masyarakat di Sawahlunto,” ujarnya.
Selain aspek lingkungan dan ekonomi, kegiatan pascatambang yang dilakukan Bukit Asam juga menekankan pada aspek pendidikan melalui sarana dan fasilitas studi tambang batubara bawah tanah.
Lebih lanjut Yulfaizon mengungkapkan, situs tambang batubara di Ombilin telah masuk ke dalam daftar warisan budaya dunia UNESCO dengan nama Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto pada tahun 2019 silam. Meski saat ini tidak ada lagi kegiatan operasional pertambangan, situs Ombilin terus memberikan kontribusi untuk Sawahlunto hingga menjadi warisan budaya dunia.
Sementara itu, Inspektur Tambang Ahli Madya/Koordinator Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Mineral dan Batubara Y Sulistiyo Hadi menilai pentingnya perencanaan di sektor pertambangan untuk keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan sosial.
”Jadi, kunci dari tambang itu adalah rencana. Begitu tidak ada rencana, kita bisa katakan tambang itu tidak sesuai dengan kaidah pertambangan yang baik,” ujarnya.
Pelaksanaan reklamasi wajib memenuhi keseimbangan antara lahan yang akan dibuka dan lahan yang sudah direklamasi atau melakukan pengelolaan lubang bekas tambang akhir dengan batas paling luas, sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kementerian ESDM mencatat, pelaksanaan reklamasi lahan bekas tambang mencapai 7.920,77 hektar sepanjang tahun 2023. Realisasi reklamasi lahan tambang pada 2023 tersebut melebihi target sebesar 111,95 persen dari target 7,075 hektar.