Ada Acuannya, Pemda Tak Boleh Sembarangan Terapkan Tarif Pajak Hiburan
Surat edaran Menteri Dalam Negeri menjadi acuan penerapan pajak hiburan di daerah.
Suasana di dalam restoran dan bar Penida Colada Beach Bar di Banjar Bodong, Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida, pada Kamis (7/7/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Surat edaran mengenai petunjuk pelaksanaan pajak hiburan menjadi acuan pemerintah daerah untuk memberi insentif fiskal pada pelaku usaha. Instrumen ini menegaskan tarif pajak kembali pada peraturan lama sembari proses uji materi di Mahkamah Konstitusi berjalan.
Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) bersama asosiasi-asosiasi hiburan lainnya akan mengajukan uji materi (judicial review)ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan akan terdaftar dalam beberapa nomor registrasi yang berbeda. Inti gugatan mengacu pada pembatalan pasal 58 ayat 2 yang menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan tertentu minimal 40 persen dan maksimal 75 persen.
”Ada jeda antara menunggu utusan MK dan tagihan yang keluar. Ini pemda sudah hot banget mengejar, lumayan ditarik (pajak) segitu (besaran baru). Namun, kami kalau ditarik nominal itu, pasti mati,” kata Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani setelah rapat bersama dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (22/1/2024).
Baca juga: Pajak Hiburan Bisa Kembali ke Tarif Awal, Bola Panas di Tangan Pemda
Ia menekankan, selama proses uji materi berlangsung, maka tagihan yang berlaku mengacu pada tarif pajak lama. Jumlahnya berbeda-beda pada tiap daerah, seperti DKI Jakarta sebesar 25 persen dan Bali sebesar 15 persen. Rata-rata tarif pajak di daerah sebesar 10 persen.
Kenyataannya di lapangan, menurut Hariyadi, ada pemerintah daerah (pemda) yang mulai menarik pajak sesuai aturan yang baru dengan beragam dalih. Contohnya, salah satu pemda di Bali mulai memanggil pengusaha dengan alasan adanya audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) jika pajak dengan nominal baru tak dibayarkan. Padahal, BPK hanya bertugas mengaudit instansi pemerintah. Hal ini disayangkan para pelaku usaha.
”Jadi, ini message yang kami ingin tegaskan ke teman-teman aparat daerah, tolong jangan memanfaatkan situasi ini untuk hal-hal yang tak baik, ya. Ini saya perlu sampaikan, SE dari Kemendagri menjamin tak ada upaya transaksional,” ujarnya.
Pelaku usaha klub malam, Hotman Paris, menambahkan, penerapan pajak baru ini akan dibebankan pada para pelanggan. Apabila mereka menolak, perusahaan yang akan membayarnya. Padahal, perusahaan telah dibebankan beragam komponen pajak lainnya, antara lain pajak badan dan progresif.
Indonesia justru mengerek naik tarif pajak hiburannya di kala negara-negara lain menurunkannya. Thailand, misalnya, menurunkan pajak menjadi 5 persen dari 10 persen, diikuti Malaysia dari 8 persen ke 6 persen. ”Jadi, semua negara tetangga mengurangi pajaknya, kita malah (naik jadi) 40 persen dari pendapatan kotor,” katanya.
Baca juga: Kemenkeu: Pemda Boleh Beri Keringanan Tarif Pajak Hiburan
Desakan dari para pelaku usaha untuk kembali pada peraturan lama berakibat pada penerbitan Surat Edaran (SE) Nomor 900.1.13.1/403/SJ yang dikeluarkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada 19 Januari 2024. Surat itu ditujukan kepada semua gubernur, wali kota, dan bupati.
Pelaku usaha yang berhak mendapat insentif adalah mereka yang dinilai tak mampu membayar pajak, pengusaha berstatus usaha mikro dan ultramikro, serta pengusaha yang terkena kondisi tertentu. Contohnya, pelaku usaha terdampak bencana alam atau musibah yang tak disengaja.
Insentif perlu mempertimbangkan kepatuhan pengusaha membayar pajak serta kontribusi usahanya pada perekonomian daerah serta penyerapan lapangan kerja.
Secara terpisah, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengatakan, SE akan memberi keleluasaan pemda untuk memberi potongan, pengecualian, bahkan penghapusan pajak sehingga beban pengusaha hiburan dapat diatasi.
Proses hukum uji materi UU HKPD yang diajukan para pengusaha spa di Mahkamah Konstitusi (MK) dapat terus dipantau. Hasil keputusan MK yang nantinya akan menjadi acuan.
Baca juga: Berbagai Kalangan Desak Aturan Pajak Hiburan Ditunda dan Direvisi
Insentif-insentif tambahan untuk investasi dan pariwisata, Sandiaga menambahkan, perlu digalakkan sektor. Ia berharap pariwisata dapat berkontribusi tinggi pada penerimaan negara setelah sektor minyak dan gas untuk pembiayaan pembangunan pemerintah.
SE yang diterbitkan Mendagri mengizinkan kepala daerah memberi insentif fiskal pada pelaku usaha di daerahnya masing-masing sesuai Pasal 101 Ayat (1) UU HKPD. Insentif itu berupa pengurangan tarif pajak hiburan barang jasa tertentu dari batas tarif 40-75 persen. Tarif itu berlaku untuk jenis usaha karaoke, diskotek, klub malam, bar, serta mandi uap atau spa (Kompas.id, 23/1/2024).
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) merupakan kelanjutan dari regulasi sebelumnya. Aturan yang dimaksud adalah UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
”Karena (hiburan tertentu) memang dinikmati oleh masyarakat tertentu atau bukan masyarakat kebanyakan,” ujarnya dalam konferensi pers mingguan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) di Gedung Sapta Pesona, Jakarta.
Desakan penundaan bahkan pembatalan kenaikan pajak hiburan ini dilatarbelakangi pula para pelaku usaha yang merasa tak dilibatkan dalam merancang regulasinya. Namun, Lydia menekankan, UU ini merupakan produk hukum yang telah dibahas pemerintah dan legislatif.
Baca juga: Pengusaha Spa Keberatan Dimasukkan dalam Hiburan
UU, Lydia melanjutkan, juga telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk perwakilan badan pemerintah serta akademisi. Kelompok hiburan tertentu perlu dikenai pajak tarif baru atas pertimbangan sosial-religi.
Pajak sebagai instrumen fiskal tak hanya berfungsi sebagai pendapatan pemda kabupaten/kota. Perpajakan juga berfungsi sebagai pengendali.
UU HKPD ini telah ditetapkan pada 5 Januari 2022. Sejak itu, masa transisi diberlakukan selama dua tahun ke depan yang memberi waktu pada pemda untuk mempersiapkan aturan-aturannya.