Yang Terkontraksi dan Tumbuh di 2023
Sektor-sektor apa saja yang ekspornya terkontraksi? Dan sektor apa saja yang justru mencatatkan pertumbuhan ekspor?
Seperti lazimnya memulai awal tahun, ada baiknya kita berkaca dari capaian di 2023 untuk mencatat apa yang sudah baik dan mengevaluasi apa yang masih kurang. Termasuk soal capaian kinerja ekspor industri pengolahan pada 2023. Apa saja sektor yang bertumbuh pesat dan mengalami kontraksi?
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor industri pengolahan Januari-Desember 2023 mencapai 186,98 miliar dollar AS, menurun 4,27 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2022 sebesar 206,06 miliar dollar AS.
Kendati mengalami penurunan kinerja, kontribusi industri pengolahan terhadap total ekspor pada 2023 meningkat dibandingkan 2022. Pada 2023, kontribusi industri pengolahan mencapai 72,24 persen dari total ekspor. Angka ini meningkat dibandingkan 2022 sebesar 70,59 persen.
Penurunan kinerja ekspor industri pengolahan itu otomatis turut menurunkan kinerja ekspor Indonesia secara keseluruhan pada 2023. Total nilai ekspor Indonesia pada Januari-Desember 2023 mencapai 258,82 miliar dollar AS turun 11,33 persen dibandingkan ekspor 2022 yang sebesar 275,96 miliar dollar AS.
Padahal, ekspor berkontribusi 20-25 persen dari pertumbuhan ekonomi Indonesia secara nasional setiap tahun. Maka, penurunan kinerja ekspor juga berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Baca juga: Permintaan Global Lesu, Ekspor Industri Pengolahan Menurun
Penurunan kinerja industri pengolahan secara keseluruhan utamanya dipicu dua faktor utama. Yang pertama adalah menurunnya harga komoditas yang punya kontribusi besar terhadap ekspor. Salah satunya adalah menurunnya harga minyak sawit.
Harga minyak sawit yang pada Desember 2022 berada pada level 940,4 dollar AS per metrik ton menurun di akhir Desember 2023 menjadi 813,5 dollar AS per metrik ton.
Dampaknya, kinerja ekspor lemak dan minyak hewani/nabati dengan kode Harmonized System/HS 15 pada 2023 merosot 23,42 persen dibandingkan 2022. Pada 2023, ekspor komoditas ini sebesar 28,45 miliar dollar AS, menurun dibandingkan 2022 yang sebanyak 35,15 miliar dollar AS. Padahal, ekspor komoditas ini berkontribusi 15,21 persen dari total ekspor industri pengolahan.
Faktor kedua adalah adanya perlambatan ekonomi global yang membuat permintaan ekspor dari negara tujuan ikut menurun. Beberapa pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang utama Indonesia melambat pada 2023.
Pertumbuhan ekonomi China pada triwulan ketiga 2023 sebesar 4,9 persen, menurun dibandingkan triwulan kedua sebesar 6,3 persen. Padahal, China adalah salah satu mitra dagang utama Indonesia dengan kontribusi ekspor hingga 25,66 persen dengan nilai 62,33 miliar dollar AS.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Jepang pada triwulan ketiga 2023 sebesar 1,5 persen, menurun dibandingkan triwulan kedua sebesar 2,2 persen. Jepang berkontribusi terhadap 7,78 persen dari total ekspor dengan nilai 18,88 miliar dollar AS.
Pertumbuhan ekonomi India sebagai salah satu mitra dagang Indonesia juga melambat. Pada triwulan ketiga 2023, pertumbuhan ekonomi India sebesar 7,6 persen, melambat dibandingkan triwulan kedua 2023 sebesar 7,8 persen. Adapun India berkontribusi 8,35 persen dari total ekspor dengan nilai 20,28 miliar dollar AS.
Perlambatan permintaan ekspor dari negara mitra dagang ini juga turut menurunkan kinerja ekspor sejumlah komoditas industri manufaktur. Salah satunya adalah besi dan baja yang pada 2023 mencatatkan ekspor 26,70 miliar dollar AS, menurun 3,94 persen dibandingkan 2022. Adapun komoditas ini berkontribusi 14,27 persen terhadap total ekspor industri pengolahan.
Penurunan kinerja industri pengolahan juga disumbang oleh sektor ekonomi lainnya, seperti alas kaki. Komoditas dengan kode HS 64 ini pada 2023 mencatatkan ekspor 6,43 miliar dollar AS, menurun 7,58 persen dibandingkan tahun 2022 yang sebesar 7,73 miliar dollar AS.
Kendati demikian, ada pula sejumlah komoditas yang masih menunjukkan pertumbuhan. Kendaraan dan bagiannya yang memiliki kode HS 87 mencatatkan ekspor pada 2023 sebesar 11,15 miliar dollar AS, meningkat 1,63 persen dibandingkan kinerja 2022. Adapun komoditas ini berkontribusi 5,96 persen dari total ekspor industri pengolahan.
Kenaikan ekspor ini merupakan keberhasilan pelaku industri otomotif untuk ekspansif di pasar baru, seperti di Australia.
Pertumbuhan ekspor kendaraan dan bagiannya ini salah satunya karena ada kenaikan ekspor mobil pada 2023. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), pada 2023 ada 505.134 unit ekspor mobil dalam bentuk completely built up (CBU), meningkat 6,7 persen dibandingkan 2022 yang sebanyak 473.602 unit. Kenaikan ekspor ini merupakan keberhasilan pelaku industri otomotif untuk ekspansif di pasar baru, seperti di Australia.
Kenaikan ekspor juga dicatatkan oleh komoditas logam mulia dan perhiasan/permata yang memiliki kode HS 71. Pada 2023, ekspor komoditas ini mencapai 7,51 miliar dollar AS atau bertumbuh 19,10 persen dibandingkan 2022 yang sebesar 6,30 miliar dollar AS.
Komoditas logam mulia dan perhiasan/permata adalah komoditas yang menikmati kenaikan permintaan justru pada saat perekonomian dunia dalam ketidakpastian karena berbagai konflik geopolitik. Karakteristik logam mulia yang bisa menjadi peredam nilai kejatuhan aset menjadi incaran investor dan publik saat perekonomian sedang tidak pasti. Kenaikan permintaan inilah yang membuat kinerja komoditas ini melambung.
Setelah menilik berbagai komoditas yang mengalami pertumbuhan dan kontraksi, kini saatnya menatap 2024. Untuk tahun ini, perekonomian dunia masih diliputi ketidakpastian global. Tak kurang ada 40 negara didunia dengan jumlah total penduduk sekitar 4 miliar orang akan menjalani pemilu. Termasuk di antaranya pemilu di AS dan India yang jadi mitra dagang Indonesia. Hal itu akan memicu ketidakpastian di negara destinasi ekspor ini.
Tantangan ini perlu dijawab dengan mendorong dunia usaha untuk membuka pasar baru ekspor sehingga tidak melulu di negara-negara tradisional. Pelaku usaha perlu melihat karakteristik khas komoditasnya dan melihat peluang dari negara tertentu.
Di sisi lain, pemerintah juga perlu terus mempermudah berbagai proses administratif bagi pelaku usaha untuk melakukan ekspor. Proses administratif yang lebih mudah mendorong efisiensi dan daya saing agar bisa mengekspor lebih cepat dan banyak.
Baca juga: Perlu Terobosan untuk Tahan Penurunan Ekspor