Kemenkominfo Siap Terbuka dalam Kasus Dugaan Praktik Suap di Bakti
Bakti Kemenkominfo mengaku menggunakan produk perangkat lunak dari SAP pada 2018 melalui kontrak senilai Rp 12,6 miliar.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan tidak menoleransi praktik suap. Oleh karena itu, terkait dengan dugaan suap SAP, perusahaan perangkat lunak asal Jerman, kepada Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi, kementerian terbuka terhadap proses penegakan hukum.
”Kasus dugaan suap SAP terhadap pejabat Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) terjadi dalam kurun waktu 2015–2018. Meski sudah lama, putusan pengadilan dari Amerika Serikat baru keluar. Saya telah memerintahkan Inspektorat Jenderal tetap menyelidikinya,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi seusai konferensi pers mengenai disinformasi dan hoaks terkait mundurnya sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju, Jumat (19/1/2024), di Jakarta.
Budi menegaskan, pihaknya tidak menoleransi praktik suap berapa pun nilainya. Oleh karena itu, Kemenkominfo terbuka terhadap segala temuan hukum. Apabila aparat penegak hukum Indonesia mau memproses hukum, pihaknya siap menghormati.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat dan Sumber Daya Bakti Sudarmanto menambahkan, untuk memperbaiki tata kelola dan modernisasi bisnis di dalam Bakti, Bakti pernah menggunakan produk perangkat lunak dari SAP pada 2018. Ini pun melalui kontrak yang, menurut dia, telah melalui proses perencanaan dan pengadaan yang transparan dan bertanggung jawab.
”Bakti memakai komponen perangkat lunak dan lisensi SAP dengan nilai kontrak Rp 12,6 miliar. Kami menyelenggarakan kontrak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tuturnya.
Pekan lalu, dalam siaran pers Departemen Kehakiman AS yang diunggah resmi di laman mereka, Departemen Kehakiman AS dan Komisi Sekuritas dan Bursa terhadap Pelanggaran Undang-Undang Praktik Korupsi Asing (FCPA) meminta SAP membayar denda 220 juta dollar AS atau setara sekitar Rp 3,4 triliun setelah terbukti menyuap pejabat pemerintah Afrika Selatan dan Indonesia. Aksi suap yang dilakukan oleh perusahaan perangkat lunak asal Jerman itu dinilai merugikan perdagangan global.
Berdasarkan dokumen pengadilan, SAP dan rekan-rekannya melakukan suap, seperti memberikan uang tunai, sumbangan politik, dan barang-barang mewah, kepada pejabat di Afrika Selatan dan Indonesia. Dalam kurun waktu 2013–2017, SAP melalui agen-agen tertentu terlibat menyuap pejabat Afrika Selatan dan memalsukan pembukuan.
Sementara dalam periode 2015–2018, SAP melalui agen-agennya juga terlibat menyuap pejabat di Indonesia supaya mendapatkan kontrak. Pejabat yang dimaksud dalam dokumen pengadilan ada di Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia serta Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) yang sekarang berganti nama menjadi Bakti. Bakti merupakan badan layanan umum di bawah Kemenkominfo.
Asisten Jaksa Agung dari Divisi Kriminal Departemen Kehakiman AS Nicole M Argentieri mengatakan, suap yang dilakukan oleh SAP bertujuan untuk mendapatkan bisnis pemerintah yang berharga. Pengadilan yang dilakukan kepada SAP bertujuan untuk melindungi perusahaan domestik Amerika Serikat yang berupaya taat hukum saat berpartisipasi di pasar internasional.
SAP menandatangani perjanjian penuntutan yang ditangguhkan (DPA) selama tiga tahun dengan Departemen Kehakiman AS sehubungan dengan informasi kriminal yang diajukan Distrik Timur Virginia. Distrik ini menuntut perusahaan dengan tuduhan pelanggaran FCPA di Indonesia dan Afrika Selatan.
Sebelumnya, Bakti pernah tersandung beberapa kasus dugaan korupsi, baik sebelum bernama Bakti maupun sesudahnya. Sebagai contoh, korupsi pada tahun 2010–2012 melalui proyek pengadaan Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) yang dikelola BP3TI (nama lama Bakti).
Contoh lainnya, tahun lalu, di antara pejabat Bakti juga terlibat dalam korupsi proyek pembangunan menara pemancar berteknologi akses seluler 4G untuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T. Kasus ini turut menyeret deretan pejabat dari sejumlah perusahaan teknologi yang terlibat dalam realisasi proyek, seperti PT Huawei Tech Investment dan PT Mora Telematika Indonesia.