Airlangga: Daerah Bisa Terapkan Tarif Pajak Hiburan di Bawah 40 Persen
Rapat terbatas di Istana menyepakati, pemerintah daerah bisa memberlakukan pajak hiburan lebih rendah dari 40 persen.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan memberikan keringanan bagi pengusaha jasa hiburan tertentu yang terdampak kenaikan pajak hingga 40-75 persen. Selain menyiapkan insentif fiskal, pemerintah pusat juga mempersilakan pemerintah daerah untuk memberlakukan pajak hiburan lebih rendah dari 40 persen.
Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan tarif pajak hiburan tertentu hingga 40-75 persen dari sebelumnya paling tinggi 35 persen. Keputusan itu merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Dari total 12 kelompok jasa kesenian dan hiburan, 11 kelompok dikenai pajak hiburan maksimal 10 persen. Sisanya, seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, dikenai tarif 40-75 persen.
Kenaikan tarif pajak hiburan tertentu itu sontak menuai protes. Tak hanya dari para pengusaha hiburan tertentu, tetapi juga praktisi pajak dan pemerhati wisata.
Karena itulah pada Jumat (19/1/2024) ini, Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas untuk membahas pajak hiburan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, sejumlah hal disepakati dalam rapat terbatas tersebut.
”Jadi, dua hal yang dapat kami sampaikan, (yakni) bahwa daerah bisa memberlakukan pajak lebih rendah dari 40 atau 70 persen sesuai dengan daerah masing-masing dan juga sesuai dengan insentif yang diberikan, tentu terkait dengan sektor yang nanti akan dirinci,” ujar Airlangga seusai rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.
Airlangga mengatakan, beberapa daerah yang sebelumnya mengenakan pajak 75 persen—seperti di Aceh—dengan UU ini malah menurunkan ke 50 persen. ”Demikian pula berbagai daerah lain. Mudah-mudahan dengan kebijakan yang diambil pemerintah, masalah ini bisa diselesaikan,” ujarnya.
Insentif fiskal
Perihal pemberian insentif fiskal, menurut Airlangga, juga sudah diatur dalam UU HKPD. Dalam Pasal 101 UU HKPD disebutkan bahwa pemberian insentif fiskal dimungkinkan dalam rangka mendukung kemudahan investasi. ”Ini berupa pengurangan, keringanan, pembebasan, dan penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan sanksinya,” kata Airlangga.
Jadi, dua hal yang dapat kami sampaikan, (yakni) bahwa daerah bisa memberlakukan pajak lebih rendah dari 40 atau 70 persen sesuai dengan daerah masing-masing dan juga sesuai dengan insentif yang diberikan, tentu terkait dengan sektor yang nanti akan dirinci.
Oleh karena itu, Airlangga melanjutkan, pemerintah akan mengeluarkan surat edaran terkait dengan Pasal 101 ini. Surat edaran bersama dimaksud disiapkan oleh Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri.
Pemerintah juga melihat sektor pariwisata baru pulih dan membutuhkan hal lain, yakni insentif dalam bentuk Pajak Penghasilan (PPh) badan. Pemerintah sedang menyiapkan insentif dalam bentuk PPh badan untuk sektor pariwisata tersebut.
”Itu lebih keseluruhan, lebih kepada seluruh sektornya. Dan, yang dipertimbangkan, Bapak Presiden minta untuk dikaji, diberikan insentif PPh badan sebesar 10 persen. Namun belum diputus, teknisnya masih perlu kami pelajari, masih diberi waktu untuk merumuskan usulan insentif tersebut,” tutur Airlangga.
Menurut Airlangga, surat edaran bersama Menkeu dan Mendagri akan lebih menjelaskan hal tersebut. ”Karena di dalam UU itu, kan, sifatnya diskresi sehingga tentu kita tidak ingin ada moral hazard. Karena itu, harus dipayungi oleh surat edaran,” kata Airlangga.
Sebelumnya, seperti diberitakan Kompas.id, Selasa (16/1/2024), Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, pemerintah daerah diberi kemandirian untuk mengurusi daerahnya masing-masing. Artinya, daerah boleh menerapkan tarif pajak hiburan tertentu di bawah tarif 40-75 persen yang saat ini berlaku.