Produsen Kendaraan Listrik Vietnam, VinFast, Siap Berinvestasi di Indonesia
VinFast akan bermitra dengan perusahaan transportasi dan penyedia jasa teknologi dalam rangka ekspansi di Indonesia.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan produsen kendaraan listrik Vietnam, VinFast, siap untuk berinvestasi membangun pabrik di Indonesia. Adapun total penanaman modal ini diperkirakan mencapai 1,2 miliar dollar AS untuk produksi mobil listrik di Indonesia.
Dalam siaran persnya, Jumat (12/1/2023) malam, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dari Vietnam mengatakan, rencana investasi itu diterima setelah pihaknya mendampingi Presiden Joko Widodo bertemu dengan perwakilan VinFast.
Dalam kesempatan itu hadir Manufacturing Division Deputy CEO of VinFast Phạm Nhật Quân Anh, CEO VinFast Indonesia & Malaysia Trần Quốc Huy, Director of GSM - Xanh SM Nguyễn Văn Thanh, serta Senior Assistant to the Chairman International Relations Director Nguyễn Đức Thanh.
Agus menjelaskan, VinFast sedang mengidentifikasi lokasi yang cocok untuk mendirikan pabrik di Indonesia. Adapun kebutuhan lahannya sekitar 240 hektar.
”Kami sangat mengapresiasi rencana investasi VinFast karena akan turut mendukung pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia, mengingat potensi yang besar di Indonesia,” ujar Agus.
VinFast akan berkolaborasi dengan perusahaan dalam negeri untuk proses produksi. Selain itu, VinFast akan bermitra dengan perusahaan transportasi dan penyedia jasa teknologi dalam rangka ekspansi untuk kendaraan taksi listrik. VinFast juga berminat membuat bus listrik, bahkan mereka juga ingin berinvestasi di Ibu Kota Nusantara.
Terkait rencana investasi VinFast ini, Pemerintah Indonesia akan memberikan sejumlah insentif yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan, termasuk untuk industri kendaraan listrik, antara lain fasilitas tax holiday, tax allowance, insentif bea masuk, serta insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
Mobil listrik VinFast dengan setir kanan, antara lain VF 5 dan VF 6, akan memasuki pasar di Indonesia pada tahun ini. Ini menjadi langkah perusahaan untuk uji pasar dengan completely built up (CBU) impor, melalui fasilitas pajak bea masuk 0 persen dan PPnBM 0 persen sesuai dengan Peraturan Menteri Investasi (BKPM) Nomor 6 Tahun 2023.
Selanjutnya, pada tahap produksi, perusahaan bisa memanfaatkan fasilitas tarif 0 persen untuk skema impor completely knock down (CKD) atau incompletely knock down (IKD) yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 29 Tahun 2023. Selain itu, fasilitas PPnBM 0 persen juga dapat dimanfaatkan jika mencapai persyaratan minimum kandungan lokal sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023.
Kepada delegasi Indonesia, VinFast menyampaikan, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki iklim usaha yang kondusif. Hal ini yang membuat VinFast berminat untuk menggelontorkan dananya pada tahap awal pembangunan pabrik sebesar 200 juta dollar AS yang akan dimulai tahun 2024.
Adapun total kapasitas produksi akan mencapai 50.000 unit per tahun, dengan target penyerapan tenaga kerja sebanyak 1.000-3.000 orang. Pabrik ini akan beroperasi pada tahun 2026.
Disambut baik
Dihubungi terpisah, Sabtu (13/1/2023), Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan, investasi VinFast itu merupakan bagian dari kerja sama perdagangan dan investasi kedua negara.
Ia mengatakan, pelaku usaha menyambut baik peningkatan kerja sama bilateral Indonesia-Vietnam di bidang manufaktur. Dunia usaha melihat kerja sama ini berpotensi meningkatkan relasi perdagangan, investasi, dan pendalaman rantai pasok manufaktur Indonesia-Vietnam.
”Tidak hanya itu, ini juga akan meningkatkan aktivitas ekonomi Indonesia-ASEAN sebagai rantai pasok manufaktur di kawasan yang sepadan dengan China,” ujar Shinta.
Sebelumnya, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Agraria, Tata Ruang, dan Kawasan Industri Sanny Iskandar menjelaskan, ada beberapa potensi yang bisa dimanfaatkan Indonesia.
Indonesia bisa menjajaki kemungkinan menampung berbagai relokasi pabrik perusahaan China dari Vietnam ke Indonesia. Sebab, kondisi di sana mulai jenuh dan mereka mencari kedekatan bahan baku sumber daya alam serta pasar yang besar di Indonesia.