Cuaca Ekstrem Jadi Ancaman Terbesar Ekonomi Global 2024, Indonesia Siap?
Ancaman lingkungan menjadi tantangan terbesar yang dihadapi dunia di tahun ini hingga sepuluh tahun mendatang.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Terjangan cuaca ekstrem akibat degradasi lingkungan menjadi ancaman serius yang dapat memengaruhi perekonomian global sepanjang tahun 2024. Peningkatan suhu global memicu anomali iklim dapat mengganggu aktivitas ekonomi. Efektivitas kebijakan dalam memitigasi perubahan iklim penting untuk membentengi ekonomi nasional dari berbagai risiko yang ada.
Laporan Risiko Global 2024 yang dirilis Forum Ekonomi Dunia (WEF), Rabu (10/1/2024), telah memetakan risiko terkini bagi dunia mencakup aspek ekonomi, lingkungan, geopolitik, sosial, hingga teknologi. Adapun cuaca ekstrem yang dampaknya telah menekan perekonomian global sejak tahun lalu, dinilai masih akan menjadi risiko tertinggi pada 2024.
Data dalam laporan tersebut dikumpulkan lewat Survei Persepsi Risiko Global (GRPS) yang dilakukan kepada 1.490 responden yang merupakan akademisi, pelaku bisnis, pejabat pemerintahan, komunitas internasional, dan masyarakat sipil sepanjang periode 4 September hingga 9 Oktober 2023.
Ancaman lingkungan akibat pemanasan global saat ini menjadi tantangan sangat serius untuk segera diatasi oleh semua negara di dunia.
Responden GRPS menjadikan cuaca ekstrem sebagai risiko teratas yang akan dihadapi dunia di tahun ini mengingat El Nino masih diprediksi akan semakin intensif di awal tahun dan bertahan hingga Mei 2024. Kondisi ini akan berdampak pada terganggunya stok serta kenaikan harga bahan pangan pokok karena potensi gagal panen.
Selain mendorong kenaikan harga pangan, imbas dari cuaca ekstrem ditambah belum meredanya konflik, baik antara Israel dan Hamas maupun Rusia-Ukraina, yang akan mengganggu rantai pasok pangan dan energi secara global.
El Nino pada dasarnya merupakan siklus alami suhu hangat dan dingin di Samudra Pasifik tropis. Namun, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa peningkatan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan aktivitas manusia menyebabkan intensitas El Nino semakin kuat dan ekstrem.
Direktur Pelaksana WEF Saadia Zahidi mengatakan, ancaman lingkungan akibat pemanasan global saat ini menjadi tantangan sangat serius untuk segera diatasi oleh semua negara di dunia.
”Para pemimpin dunia harus bersatu untuk mengatasi krisis jangka pendek serta meletakkan dasar bagi masa depan yang lebih berketahanan, berkelanjutan, dan inklusif,” ujarnya dilansir Reuters, Kamis.
Risiko yang berasal dari lingkungan menjadi tantangan terbesar yang dihadapi dunia dalam sepuluh tahun mendatang. Secara berurutan, risiko terbesar bermula dari kegagalan melakukan mitigasi perubahan iklim, lalu diikuti risiko kegagalan adaptasi perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati dan keruntuhan ekologi, serta kelangkaan sumber daya alam.
Direktur Perencanaan Makro dan Statistik Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Eka Chandra Buana mengatakan, lembaganya telah memetakan sembilan risiko global yang berpotensi mengganggu aktivitas ekonomi domestik dalam lima tahun mendatang.
Adapun dua risiko tertinggi adalah risiko kegagalan adaptasi perubahan iklim dan risiko cuaca ekstrem yang terjadi seiring perubahan iklim, lalu kemudian disusul oleh deglobalisasi, krisis lapangan kerja, krisis utang, konfrontasi geoekonomi, risiko kegagalan ketahanan siber, hilangnya keanekaragaman hayati, hingga peningkatan harga aset secara drastis.
Terkait dampak perubahan iklim, Bappenas pun memprediksi kerugian ekonomi yang menimpa Indonesia akibat tidak adanya upaya menangkap konsentrasi gas rumah kaca, atau emisi karbon, secara stimultan selama periode 2020-2024 mencapai Rp 544 triliun.
Untuk itu, dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2024, Bappenas membidik penurunan emisi gas rumah kaca hingga 27,27 persen. ”Untuk mengejar target ini diperlukan transformasi mendasar melalui transisi energi, implementasi pembangunan rendah karbon yang lebih kuat dan lebih luas, hingga ekonomi sirkular,” ujar Eka.
Ancaman disinformasi
Di luar cuaca ekstrem, Laporan Risiko Global 2024 mencatat misinformasi dan disinformasi menjadi ancaman serius dalam dua tahun mendatang. Misinformasi adalah informasi keliru yang dipercaya benar oleh penyebarnya. Sementara disinformasi adalah informasi keliru yang sengaja dibuat dengan tujuan menyesatkan publik
Ancaman soal misinformasi dan disinformasi menjadi semakin serius karena pada tahun 2024, karena lebih dari 50 negara dunia akan melaksanakan pemilihan umum (pemilu).
Dokumen Laporan Risiko Global 2024 juga memaparkan ketidakpastian ekonomi berpotensi terjadi pada tahun ini mengingat lebih dari 3 miliar orang berada di negara-negara yang melangsungkan pemilu, di antaranya Amerika Serikat, India, dan Indonesia.
Perekonomian berpotensi tertekan oleh tingginya biaya pinjaman setelah guncangan inflasi, tepat saat agenda pemilu besar sedang berlangsung. Hal ini dapat menghadirkan tekanan besar bagi dunia dalam beberapa bulan mendatang.
Zahidi mengatakan, potensi penyebaran berita palsu dan disinformasi di tahun tahun pemilu 2024 akan menjadi isu utama yang akan dibahas para pemangku kepentingan dalam pertemuan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, Senin (15/1/2024)
”Kesulitan ekonomi yang dihadapi banyak orang dan meningkatnya konten sintetis, ditambah dengan memasuki tahun pemilu di mana masyarakat dapat mengambil keputusan tentang siapa yang akan memimpin mereka,” ujar Zahidi.