Produk Perikanan Masih Tertinggal, Peluang Ekspor Hilang
Daya saing perikanan Indonesia perlu terus dipacu. Kebutuhan pangan produk perikanan diprediksi terus naik.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Permintaan ikan di pasar global diprediksi bakal melonjak. Namun, produk perikanan Indonesia dinilai masih tertinggal dalam upaya mengisi rantai pasok global. Terdapat sejumlah tantangan dalam cara produksi hingga pemenuhan standar mutu ekspor.
Kementerian Kelautan dan Perikanan merilis, nilai ekspor hasil perikanan Indonesia selama Januari-November 2023 tercatat 5,6 miliar dollar AS atau jauh di bawah target tahun lalu sebesar 6,7 miliar dollar AS. Capaian nilai ekspor perikanan tahun 2023 juga turun dibandingkan tahun 2022 sebesar 6,2 miliar dollar AS. Pada 2024, KKP menargetkan nilai ekspor perikanan sebesar 7,2 miliar dollar AS.
Sepanjang 2023, produksi perikanan Indonesia tercatat 24,74 juta ton, meliputi perikanan tangkap, budidaya, dan rumput laut. Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak di sektor kelautan dan perikanan tercatat Rp 1,69 triliun dari target tahun ini Rp 3,5 triliun.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengemukakan, peluang pasar perikanan laut global masih sangat besar. Dari data riset Skyquest, pasar perikanan laut global diproyeksikan melonjak 115,75 persen selama tahun 2022-2030, yakni dari senilai 338,47 miliar dollar AS pada tahun 2022 menjadi 730,28 miliar dollar AS.
Adapun pertumbuhan investasi (CAGR) diprediksi 8,92 persen pada periode 2023-2030. Potensi pasar perikanan laut terbesar di dunia, antara lain, China, India, dan Jepang. Komoditas utama yang diperdagangkan meliputi jenis ikan salmon, tuna, dan pollock, serta kelompok kepiting, udang, kerang, dan tiram.
Indonesia dinilai belum bisa memanfaatkan peluang pasar global karena sejumlah kendala. Produk perikanan tangkap berlimpah dan perikanan budidaya memadai, tetapi ada sejumlah hambatan dalam pemenuhan kualitas ekspor. Tata kelola sumber daya ikan dinilai perlu dibenahi untuk memenuhi standar cara penangkapan dan budidaya ikan yang baik.
”Tata kelola dan data harus dibenahi. Penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota menjadi upaya peningkatan kualitas produksi perikanan yang diterima pasar internasional dengan harga jual baik,” kata Trenggono dalam konferensi pers ”Outlook dan Program Prioritas Sektor Kelautan dan Perikanan Tahun 2024”, secara hibrida, Rabu (10/1/2024).
Selama sembilan tahun terakhir, lanjut Trenggono, izin penangkapan ikan oleh kapal asing di Indonesia telah dihentikan sehingga perikanan tangkap dilakukan sepenuhnya oleh kapal dalam negeri. Namun, cara penangkapan ikan cenderung masih serampangan, yakni semua jenis ikan ditangkap, tetapi jenis ikan yang sesuai kebutuhan pasar masih sedikit. Kondisi itu berbeda dengan cara penangkapan ikan di luar negeri yang hanya menangkap jenis-jenis ikan tertentu sesuai dengan kebutuhan pasar.
Dari catatan Kompas, kebijakan penangkapan ikan terukur yang menuai kontroversi beberapa kali ditunda. Kebijakan yang semula akan diterapkan mulai tahun 2022 ditunda menjadi tahun 2024, kemudian ditunda lagi menjadi tahun 2025. Polemik yang mencuat, antara lain, sosialisasi publik yang belum optimal, kesiapan infrastruktur yang minim dan kekhawatiran privatisasi laut oleh oligarki industri perikanan skala besar yang berpotensi meminggirkan nelayan lokal.
Menurut Trenggono, kebijakan penangkapan ikan terukur saat ini belum bisa dijalankan karena persyaratan yang dinilai ketat, seperti setiap kapal ikan yang beroperasi harus terdeteksi dengan pemasangan sistem pemantauan kapal, serta wajib melaporkan jenis dan jumlah ikan yang ditangkap. Pemerintah juga tengah merancang sistem data ocean big data, antara lain untuk mendorong akurasi data perikanan dan memonitor pergerakan kapal dan hasil tangkapan.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan mengemukakan, banyak pelaku usaha beranggapan penangkapan ikan terukur merupakan disinsentif dalam tata kelola perikanan. ”Perlu strategi komunikasi dan pendekatan kepada pelaku usaha agar terdapat pemahaman yang sama bahwa penangkapan ikan terukur mempunyai manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan,” katanya.
Kesiapan penangkapan ikan terukur perlu dipantau dalam tiga bulan mendatang, yakni regulasi pendukung, sistim pendataan, layanan kepelabuhan, dan sumber daya manusia. Penerapan PIT juga perlu didorong memberikan manfaat bagi daerah dan memperjelas peran daerah.
Produktivitas rendah
Di sektor perikanan budidaya, Trenggono mengungkapkan, penerapan cara budidaya ikan yang baik masih menjadi persoalan. Dicontohkan, tambak udang di Indonesia seluas 247.803 hektar belum menerapkan cara budidaya yang baik, antara lain tecermin dari produktivitas yang rendah, yakni rata-rata 0,6 ton per hektar, sementara tingkat produktivitas yang baik rata-rata 40 ton per hektar. Pola budidaya yang keliru dinilai menjadi bumerang terhadap serangan penyakit udang.
Pemerintah telah membuat permodelan kawasan budidaya udang terpadu berbasis kawasan di Kebumen dengan menerapkan pola budidaya baik, seperti pengetesan air, instalasi pengolahan air limbah, guna memastikan air yang dialirkan ke laut sudah bersih. KKP juga berencana membangun tambak udang modern di Waingapu, NTT, dengan nilai investasi Rp 7,8 triliun.
”Kita sudah ketinggalan jauh. Kalau mau lompat harus jauh sekali. Percontohan diharapkan terus dibangun dan menjadi usaha yang kuat agar bisa masuk ke pasar yang mensyaratkan kualitas tinggi dan biaya produksi efisien,” katanya.
Ia menyoroti tuduhan dumping dan subsidi produk udang Indonesia di pasar AS yang perlu disikapi secara serius. Sekitar 80 persen pasar udang Indonesia diekspor ke AS. Apabila tuduhan itu tidak bisa ditangani, Indonesia berpotensi terkena bea masuk sebesar 26-33 persen sehingga memukul daya saing. Pihaknya telah menunjuk kuasa hukum dan berkoordinasi lintas kementerian/lembaga, serta asosiasi perudangan untuk menyikapi tuduhan tersebut.
”Kalau (pengenaan bea) terjadi, selesai sudah (industri udang), dan butuh waktu menyelesaikan sampai puluhan tahun. Ini tidak mudah,” kata Trenggono.