Ketegangan geopolitik di beberapa wilayah masih berpotensi menimbulkan gejolak pasar yang besar. Selain itu, momen pemilihan umum di AS dan Indonesia membuat investor lebih waspada.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fenomena tech winter atau penurunan bisnis dan investasi bisnis rintisan masih akan berlanjut sepanjang 2024. Investor yang ingin melakukan suntikan investasi ke perusahaan rintisan bidang teknologi di Indonesia masih dalam posisi menunggu dan melihat perkembangan kondisi ekonomi ataupun politik.
Ketua Umum Asosiasi Modal Ventura untuk Start Up Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro menyampaikan hal itu, Minggu (7/1/2024), di Jakarta. Meski rata-rata investor berada dalam posisi wait and see kondisi ekonomi ataupun politik, dia meyakini bukan berarti sama sekali tidak ada putaran pendanaan baru bagi perusahaan rintisan bidang teknologi (start up).
Mengutip laporan DS Innovate dan DailySocial yang bertajuk ”Indonesia’s Start Up Handbook, Funding Update Q1-Q3 2023”, selama semester I-2023, jumlah kesepakatan investasi ke start up turun 74 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2022. Kesepakatan investasi kepada start up tahap awal lebih dominan.
”Secara umum, situasinya (tech winter) mulai mereda (walaupun investor wait and see). Proses pematangan industri mulai berjalan, yang ditandai dari start up yang beroperasi lebih dari 10 tahun terus mengejar untung,” ujarnya.
Managing Partner East Ventures Roderick Purwana menambahkan, bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) berpotensi menurunkan suku bunga acuan tahun 2024 sehingga memberi harapan bagi pertumbuhan ekonomi AS yang lebih tinggi dan bisa menjadi angin segar bagi industri teknologi.
Meski demikian, East Ventures menyebut tetap waspada. Ketegangan geopolitik di beberapa wilayah masih berpotensi menimbulkan gejolak pasar yang besar. Selain itu, momen pemilihan umum di AS dan Indonesia juga membuat investor lebih waspada.
”Ketegangan geopolitik di beberapa negara dan ketidakstabilan ekonomi global menyebabkan volatilitas yang besar. Kami tetap waspada, memantau dengan cermat, dan fokus pada tujuan kami terlepas dari fluktuasi eksternal,” ujarnya.
Terlepas dari kondisi dunia baik atau buruk, East Ventures tetap mengidentifikasi dan berinvestasi kepada pendiri start up yang punya peluang bisnis terbaik. Fokus sektor yang berpotensi jadi sasaran investasi East Ventures, yaitu transisi energi, kesehatan, dan rantai pasokan.
”Di luar itu, kami sebenarnya tetap terbuka pada semua sektor,” kata Roderick.
Pendidikan
Secara khusus berkaitan dengan start up bidang pendidikan, Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri berpendapat, bagi guru-guru yang memiliki beban administrasi digital semakin berat, mereka membutuhkan aplikasi-aplikasi pintar yang bisa mempermudah pembuatan perangkat ajar, bahan laporan, dan dokumentasi pembelajaran. Start up bidang pendidikan seharusnya lebih banyak menyasar ke sana.
Start up bidang pendidikan yang kebanyakan ada di Indonesia berbentuk layanan bimbingan belajar jarak jauh. Menurut dia, start up bidang pendidikan seperti itu sebenarnya fungsional. Di antara mereka mengalami pertumbuhan bisnis yang meroket selama pembatasan sosial karena pandemi Covid-19, tetapi mereka belum siap menghadapi masa pascapandemi sehingga mengalami penurunan jumlah pengguna. Pangsa pasarnya menjadi niche, yaitu melayani bimbingan belajar bagi peserta yang beda jarak, waktu, dan terkendala hadir di kelas.
Mereka belum siap menghadapi masa pascapandemi sehingga mengalami penurunan jumlah pengguna.
”Karena siswa sudah kembali belajar tatap muka. Peserta didik pun merasa lebih terhubung (engage) jika kelas tatap muka fisik daripada tatap layar ketika belajar. Lembaga bimbingan belajar tradisional malah kembali bangkit. Akan tetapi, ini pun penuh tantangan karena model assessment dari pemerintah terus berubah,” ujarnya.
Iman memandang, sebagai start up penyedia layanan pendidikan, sasaran yang mereka tuju semestinya diubah. Menurut dia, mereka perlu terjun ke cara mengatasi kesenjangan digitalisasi pembelajaran.
Sebelumnya, pada Kamis (4/1/2024), start up bidang pendidikan Zenius mengumumkan penghentian sementara operasional. Dalam blog perusahaan dijelaskan, beberapa layanan di aplikasi Zenius dan laman zenius.net masih bisa diakses sampai waktu yang belum ditentukan. Video materi yang sudah dibeli pengguna melalui paket premium masih dapat diakses sampai akhir tahun ajaran 2023/2024 lewat laman zenius.net. Perusahaan juga mengatakan tidak bisa membayarkan uang pengembalian bagi pengguna yang sudah atau baru membeli paket belajar.
Dalam siaran pers, manajemen hanya mengatakan bahwa Zenius sedang mengalami tantangan operasional. Tidak ada penjelasan sampai kapan penghentian operasional berlangsung. Pihak manajemen enggan mengomentari lebih jauh ketika ditanya bagaimana nasib karyawan selanjutnya.
Zenius berdiri 2004. Zenius meraup sejumlah suntikan investasi dari perusahaan modal ventura, seperti MDI Ventures (anak usaha Telkom Indonesia), Northstar Grup, dan Alpha JWC Ventures.
Sebagai start up bidang pendidikan yang khusus memberikan layanan bimbingan belajar jarak jauh, Zenius sempat mengakuisisi Primagama yang terkenal dengan lembaga bimbingan belajar yang berdiri tahun 1982. Akuisisi berlangsung awal 2022. Tak lama setelah itu, Zenius dikabarkan melakukan dua kali pemutusan hubungan kerja (PHK).
Start up bidang pendidikan lain yang beroperasi di Indonesia, antara lain, Ruangguru, Cakap, dan Harukaedu. Pada tahun 2022, Ruangguru secara khusus dikabarkan melakukan PHK massal. Setahun setelah itu, Ruangguru mengakuisisi Mclass, start up bidang pendidikan asal Vietnam yang menawarkan live teaching untuk pembelajaran Matematika hingga persiapan masuk perguruan tinggi.
Di luar start up bidang pendidikan, start up bidang lain juga dikabarkan melakukan PHK. Pada November 2023, misalnya, start up bidang kesehatan Halodoc melakukan PHK karena alasan sedang adaptasi dengan iklim industri.