Harga Pertamax Turun Lagi, Selisih Rp 2.950 dengan Pertalite
Harga pertamax turun dari Rp 13.350 per liter menjadi Rp 12.950 per liter sehingga berselisih Rp 2.950 dari harga pertalite yang Rp 10.000 per liter. Ini dipengaruhi tren melandainya harga minyak mentah dunia.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga bahan bakar minyak atau BBM nonsubsidi, termasuk pertamax, per Senin (1/1/2024), kembali turun. Harga pertamax turun dari Rp 13.350 per liter menjadi Rp 12.950 per liter sehingga berselisih Rp 2.950 dari harga pertalite Rp 10.000 per liter. Penurunan harga BBM nonsubsidi tak terlepas dari tren melandainya harga minyak mentah.
Selain harga pertamax, seperti dikutip dari situs Pertamina, harga pertamax turbo juga turun dari Rp 14.900 per liter menjadi Rp 14.400 per liter, dex dari Rp 16.200 per liter menjadi Rp 15.100, dan dexlite dari Rp 15.550 per liter menjadi Rp 14.550 per liter. Harga itu berlaku pada daerah dengan pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) 5 persen, termasuk DKI Jakarta.
Penurunan harga pertamax menjadi yang ketiga sejak akhir Oktober 2023. Sempat ditetapkan Rp 14.000 per liter pada 1 Oktober 2023, harga pertamax turun menjadi Rp 13.400 per liter (1 November 2023), kemudian turun lagi menjadi Rp 13.350 per liter (1 Desember 2023), dan saat ini Rp 12.950 per liter. Adapun harga pertalite (dikompensasi pemerintah) sama sejak 3 September 2022, yakni Rp 10.000 per liter.
Saat dikonfirmasi apakah penurunan harga BBM nonsubsidi Pertamina itu didorong faktor tren melandainya harga minyak mentah, Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting, Senin (1/1/2024), membenarkannya. Selama ini, berdasarkan regulasi pemerintah, Pertamina memang melakukan penyesuaian berkala harga BBM jenis BBM umum.
Adapun penyesuaian harga BBM Pertamina mengacu pada sejumlah hal. Selain harga minyak mentah, juga dipengaruhi kurs rupiah terhadap dollar AS. Di samping itu, juga mengacu pada rata-rata MOPS (Means of Platts Singapore) atau harga harga rata-rata yang terbentuk dari serangkaian harga produk minyak berbasis di Singapura, yang dipublikaskan oleh Platts.
Berdasarkan data Trading Economics, harga minyak mentah cenderung melandai sejak awal November 2023. Harga minyak merek Brent, misalnya, 76,9 dollar AS per barel pada Jumat (29/12/2023). Angka itu jauh lebih rendah dibandingkan beberapa bulan sebelumnya. Pada 27 September 2023, misalnya, harganya sempat menyentuh 91,3 dollar AS per barel.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro berpendapat, pergerakan harga minyak mentah yang melandai memungkinkan adanya potensi harga BBM di Indonesia akan terus turun. Namun, selain faktor harga minyak mentah, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga turut menjadi penentu harga BBM di Indonesia sehingga perlu dilihat kembali ke depan.
Peningkatan konsumsi
Sementara itu, di tengah tren menurunnya harga minyak mentah, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melaporkan bahwa per 28 Desember 2023, solar tersalurkan sebesar 17,46 juta kiloliter (kl) atau 102,69 persen dari kuota. Minyak tanah tersalur 0,49 juta kl atau 97,89 persen dari kuota dan pertalite tersalur 29,77 juta kl atau sekitar 91,43 persen dari kuota.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengatakan, terjadi peningkatan realisasi konsumsi solar dan minyak tanah (jenis BBM tertentu/JBT) dan pertalite (jenis BBM khusus penugasan/JBKP) karena ada peningkatan kegiatan masyarakat setelah pandemi Covid-19. Geliat perekonomian masyarakat ikut tumbuh dan menunjukkan respons positif terhadap konsumsi BBM.
”Kegiatan masyarakat bertambah. Memang ada tambahan kegiatan dalam kampanye jelang Pemilu (Pemilihan Umum 2024), tetapi insya Allah tidak akan melebihi 5 persen. Mungkin paling banyak 4 persen,” ujar Erika pada konferensi pers capaian BPH Migas, dikutip dari laman Kemeterian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Minggu (31/12/2023).
Meski demikian, untuk tahun 2024, pemerintah telah mengantisipasi pendistribusian solar dengan meningkatkan kuota dari sebelumnya 17 juta kl menjadi 19 juta kl. Di samping itu, pengawasan solar juga dilakukan dengan menggunakan sistem digital (barcode) sehingga diharapkan konsumsinya lebih terkontrol.
Erika menuturkan, penambahan 2 juta kl bukan berarti akan dihabiskan semua. ”Artinya, kita berupaya agar pertumbuhan (permintaan solar) itu tidak terlalu tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya meski itu nanti ada pemilu. Namun, kami prediksi tidak terlalu melonjak begitu ya, dengan adanya pengendalian dan pengawasan di lapangan,” kata Erika.
Pada 2023, BPH Migas telah menetapkan Peraturan BPH Migas Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penerbitan Surat Rekomendasi untuk Pembelian JBT dan JBKP yang mencabut Peraturan BPH Migas Nomor 17 Tahun 2019. Aturan itu mengatur prosedur dan kewenangan penerbitan surat rekomendasi pembelian JBT dan JBKP untuk konsumen usaha mikro, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi, serta pelayanan umum.
”Seiring dengan terbitnya peraturan ini, BPH Migas secara intensif telah melakukan sosialisasi kepada pemerintah daerah. (Itu) dalam rangka menjamin kelancaran pendistribusian JBT dan JBKP kepada konsumen pengguna,” ucap Erika.