Kinerja Tambang Mineral 2024 Masih Dibayangi Geopolitik
Situasi geopolitik dunia yang berlanjut dari 2023 masih akan memengaruhi harga dan kinerja saham emiten tambang mineral tahun depan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
Rangkaian kereta batubara di kawasan tambang PT Bukit Asam yang ada di kawasan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Selasa (16/11/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Harga komoditas ekspor tambang mineral tahun 2024 masih akan ditentukan oleh perkembangan geopolitik hingga kelancaran rantai pasok. Namun, usaha produk tambang seperti nikel dan batubara diprediksi tumbuh positif karena terus mencetak keuntungan.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan, beberapa faktor yang dapat memengaruhi harga komoditas tambang tahun 2024 adalah perang Rusia-Ukraina.
”Kemudian, berlanjutnya invasi Israel di Gaza dan pemblokadean pelayaran di Laut Merah sehingga menyebabkan biaya transportasi global dan asuransi akan meningkat,” katanya saat dihubungi pada Kamis (28/12/2023).
Sepanjang 2023, harga kebanyakan komoditas tambang mengalami penurunan, antara lain batubara, nikel, kobalt, aluminium, seng, dan tembaga. Menengok data harga acuan produk tambang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga batubara turun dari 305 dollar AS per ton di Januari menjadi 117,38 dollar AS per ton di Desember.
Harga nikel juga turun lebih signifikan dari 27.482 dollar AS per metrik ton basah di Januari menjadi 17.653 dollar AS per metrik ton basah di Desember. Harga acuan tembaga juga ada di posisi terendah di bulan terakhir 2023 hingga 8.032 dollar AS per metrik ton basah setelah mencapai harga tertinggi tahun ini pada Juli sebesar 9.070 dollar AS per metrik.
Sementara itu, harga emas sebagai mineral ikutan yang justru diburu sebagai komoditas investasi safe haven meningkat di tengah gejolak politik. Harga acuan emas dari 1.775 dollar AS per ons pada Januari naik menjadi 1.973 dollar AS per ons di Desember 2023.
Penurunan harga juga sejalan dengan rapor minus beberapa emiten tambang besar. Hal ini, antara lain, terlihat dari pergerakan harga saham beberapa emiten tambang BUMN, seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) tumbuh minus 12,81 persen sejak awal tahun hingga hari ini. Kemudian, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) tumbuh minus 33,88 persen dan PT Timah Persero Tbk (TINS) 44,87 persen.
Ruang pertumbuhan
Kendati demikian, Rizal mengatakan, nikel dan batubara masih menjadi primadona Indonesia untuk pendapatan devisa. ”Produksi batubara Indonesia akan menjadi rekor sejauh ini dengan estimasi produksi tahun 2023 di angka di atas 745 juta ton,” katanya.
Emiten atau perusahaan tambang penghasil nikel yang tercatat di bursa, misalnya, disebut masih mampu mencetak keuntungan. Hal ini ditunjang oleh efisiensi operasional yang dilakukan dan tingkat produksi yang relatif stabil. ”Sampai triwulan ketiga tahun 2023, emiten nikel masih menunjukkan performa positif dengan tetap dapat mencetak laba,” katanya.
Beberapa perusahaan di komoditas nikel, seperti Vale Indonesia (INCO), berhasil membukukan laba di triwulan ketiga 2023 sebesar 221,086 juta dollar AS atau naik 31,29 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022 sebesar 168,385 juta dollar AS.
Hasil itu mendongkrak laba per saham ke level 0,0223 dollar AS per lembar pada akhir September 2023, dari hanya 0,0169 dollar AS per lembar di akhir triwulan ketiga 2022.
Chief Financial Officer INCO Bernardus Irmanto menerangkan, INCO berhasil meningkatkan penjualan sebesar 7 persen selama sembilan bulan tahun 2023 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022.
”Pertumbuhan ini terutama didorong oleh peningkatan volume pengiriman nikel dalam matte,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis (26/10/2023).
Emiten ANTM juga membukukan hasil positif dengan laba tahun berjalan di triwulan ketiga sebesar Rp 2,8 triliun atau naik 8,44 persen dibandingkan dengan periode sama tahun 2022 sebesar yang Rp 2,6 triliun.
PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) juga positif di triwulan ketiga 2023 dengan memperoleh laba tahun berjalan Rp 3,2 triliun, naik 1,55 persen dari triwulan ketiga tahun 2022.
Head of Industry Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani berpendapat, kinerja emiten pertambangan masih akan baik ke depan karena permintaan di sektor ini masih bisa bertumbuh pesat kendati pasokannya belum mengimbangi (Kompas.id, 20/12/2023).
Laporan Woodmac pada akhir 2022 mencatat, total pasokan nikel Indonesia ke pasar global mencapai sekitar 1,5 juta ton, dari total permintaan global sekitar 3,1 juta ton. Indonesia menguasai pasokan nikel global bersama dengan China. Ke depan, kontribusi nikel Indonesia untuk pasokan global diproyeksikan naik sampai 70 persen.
Sementara itu, stok itu akan diolah lebih maksimal menjadi barang bernilai tambah dengan pembangunan pabrik pemurnian atau smelter. Industri hilirisasi mineral pun punya ruang pertumbuhan yang besar di masa depan.
”Kekayaan cadangan mineral di Indonesia membuat industri ini punya keunggulan bahan baku. Adapun dengan proses industrialisasi yang tepat, bahan baku ini bisa memperoleh nilai tambah,” katanya.