logo Kompas.id
EkonomiCawapres Minim Terobosan...
Iklan

Cawapres Minim Terobosan Naikkan Penerimaan Negara

Isu strategi mengerek penerimaan negara guna membiayai berbagai janji program pembangunan muncul dalam debat, tetapi tidak dielaborasi secara detail oleh para cawapres.

Oleh
AGNES THEODORA, AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO, IQBAL BASYARI, NIKOLAUS HARBOWO, KURNIA YUNITA RAHAYU, WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
· 5 menit baca
Tiga calon wakil presiden, yaitu Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD (dari kiri ke kanan), dalam Debat Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Ballroom Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (22/12/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Tiga calon wakil presiden, yaitu Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD (dari kiri ke kanan), dalam Debat Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Ballroom Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (22/12/2023).

JAKARTA, KOMPAS — Ketiga calon wakil presiden saling beradu gagasan dan memaparkan janji-janji program pembangunan dalam debat presidensial kedua, Jumat (22/12/2023) malam. Akan tetapi, belum ada yang mampu menawarkan terobosan strategi fiskal untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendanai dan merealisasikan berbagai kebijakan itu.

Secara umum, debat presidensial kedua yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, itu mengangkat delapan tema seputar perekonomian, yaitu ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi dan pajak, perdagangan, pengelolaan APBN/APBD, infrastruktur, dan perkotaan.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Menurut Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI) Teguh Dartanto, Jumat, dari berbagai isu yang mengemuka, belum ada cawapres yang mampu menjabarkan strategi detail dan terobosan untuk membiayai janji-janji program dan kebijakan yang mereka tawarkan. Taktik mengerek penerimaan negara muncul beberapa kali dalam debat, tetapi tidak dielaborasi secara lebih rinci.

Baca juga: Janji-janji Populis Bermunculan Jelang Pemilu, Apakah APBN Mampu?

”Belum ada kandidat yang bisa menjelaskan secara clear dan strategis bagaimana cara membiayai program dan kebijakan mereka. Relatif masih normatif atau sekadar menyentuh permukaan saja. Padahal, semua program dan kebijakan pembangunan yang mereka janjikan perlu didukung dengan pendanaan yang memadai,” kata Teguh saat dihubungi dari Jakarta.

Jika diperhatikan, hampir semua pertanyaan yang dirumuskan oleh tim panelis sebenarnya mengungkit tentang strategi fiskal yang bakal ditempuh kandidat untuk mengatasi bermacam-macam masalah yang ada di masyarakat.

Misalnya, pertanyaan yang diajukan di sesi kedua dan ketiga mengenai strategi pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur fisik, sosial, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Ada pula pertanyaan tentang strategi fiskal untuk mengatasi problem kompleks di kawasan perkotaan seperti isu kawasan kumuh, sampah, dan transportasi publik. ”Namun, pancingan ini tidak dielaborasi lebih dalam lewat jawaban para cawapres,” ucap Teguh.

Tiga calon wakil presiden, yaitu Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD (dari kiri ke kanan), dalam Debat Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Ballroom Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (22/12/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Tiga calon wakil presiden, yaitu Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD (dari kiri ke kanan), dalam Debat Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Ballroom Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (22/12/2023).

Cawapres nomor 2, Gibran Rakabuming Raka, misalnya, menjawab bahwa pihaknya akan meleburkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) ke dalam satu lembaga baru, yaitu Badan Penerimaan Negara (BPN) yang dikomandoi langsung oleh presiden. Dirinya dan Prabowo Subianto juga menargetkan kenaikan rasio pajak (tax ratio) demi mengerek penerimaan negara.

Namun, Gibran tidak menjelaskan secara detail bagaimana cara menaikkan rasio pajak tersebut. ”BPN ini dibutuhkan supaya koordinasi dengan kementerian lainnya bisa lebih luwes. Kami juga mau naikkan rasio pajak agar penerimaan negara bisa kita gunakan untuk program-program pendidikan dan kesehatan,” katanya.

Adapun rasio pajak adalah persentase penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Rasio pajak berfungsi mengukur kinerja penerimaan pajak suatu negara. Semakin tinggi nilai rasio pajaknya, semakin mampu pula negara itu melakukan pembangunan dengan bermodalkan APBN dan tidak bergantung pada utang. Saat ini, rasio pajak Indonesia hanya berkisar di 8-10 persen. Pada 2022, rasio pajak tercatat sebesar 10,39 persen.

Belum ada kandidat yang bisa menjelaskan secara clear dan strategis bagaimana cara membiayai program dan kebijakan mereka.

Isu mengenai rasio pajak sempat muncul lagi dalam sesi akhir, yaitu sesi tanya-jawab antarkandidat. Cawapres nomor 3, Mahfud MD, menanyakan kepada Gibran tentang target rasio pajak sebesar 23 persen yang dipasangnya dalam dokumen visi-misi, serta bagaimana cara mencapai target yang tinggi tersebut.

Gibran sempat menjawab tentang strategi digitalisasi pajak melalui Core Tax System yang kini masih digodok oleh DJP Kementerian Keuangan. Ia juga mengungkit tentang langkah ekstensifikasi dan intensifikasi pajak. Namun, waktu yang tersedia akhirnya justru terpakai untuk membahas definisi rasio pajak dan apa perbedaan menaikkan rasio pajak (tax ratio) dengan menaikkan tarif pajak (tax rate).

Iklan
Spanduk sosialisasi pelaporan surat pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan terpasang di kawasan Pasar Puri Indah, Jakarta Barat, Jumat (3/3/2023).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Spanduk sosialisasi pelaporan surat pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan terpasang di kawasan Pasar Puri Indah, Jakarta Barat, Jumat (3/3/2023).

Jawaban populis

Di sisi lain, cawapres nomor 1, Muhaimin Iskandar, juga tidak mengelaborasi strategi fiskal untuk mengatasi masalah kompleks di perkotaan. Ia hanya menyebutkan bahwa dalam mengelola fiskal, pemerintah perlu pintar-pintar menerapkan skala prioritas. ”Kita juga perlu melibatkan investor swasta dan memberikan mereka kepercayaan,” ujar Muhaimin.

Jawaban-jawaban ”populis” untuk menaikkan penerimaan negara juga sempat terlontar. Misalnya, ketika Muhaimin menyatakan ingin menaikkan tarif pajak orang kaya dan menurunkan tarif pajak kelas menengah, tanpa mengelaborasinya lebih lanjut. ”Bayangkan, 100 orang terkaya punya harga lebih besar dari 100 juta rakyat. Ini harus kita slepet! Kita pajakin 100 orang terkaya, kita turunkan pajak kelas menengah,” katanya.

Baca juga: Tantangan Rumit Mengerek Penerimaan Pajak

Adapun Mahfud MD nyaris tidak menjelaskan strateginya untuk mengerek penerimaan negara. Ia lebih banyak bertanya tentang isu tersebut ke lawan debatnya dan lebih banyak fokus pada isu korupsi yang menghambat pengelolaan keuangan negara dan menghalangi masuknya investasi ke Indonesia.

”Hanya karena kebodohan kita sendiri, kita tidak bisa naikkan pertumbuhan ekonomi ke 7 persen. Itu karena ada banyak korupsi yang menyebabkan inefisiensi di sektor-sektor pertumbuhan ekonomi, dari konsumsi, investasi, sampai belanja pemerintah,” kata Mahfud.

https://cdn-assetd.kompas.id/1eh-CnxNyI_SKRIqBBqXosH7CXo=/1024x3287/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F11%2F7ef71cab-d8e4-4c0f-8e2a-3cba1d050d35_png.png

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, upaya mendorong penerimaan negara adalah isu yang kompleks. Semestinya cawapres bisa memberikan penjelasan lebih mendalam tentang penegakan hukum dan kepatuhan wajib pajak, perluasan subyek dan obyek pajak, sekaligus kemudahan untuk pembayaran pajak.

”Sebab, sekarang itu sebagian masyarakat itu kesulitan membayar pajak karena prosedur self assesment yang rumit, bukan karena sengaja tidak mau membayar pajak. Kalau saja ada terobosan baru untuk menjemput bola para wajib pajak dan mempermudah urusan pelaporan pajak, itu semestinya bisa membantu banyak dalam meningkatkan penerimaan pajak,” katanya.

Kekuatan dan kekurangan

Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Gun Gun Heryanto mengatakan, setiap kandidat memiliki kekuatan dan kekurangan dalam performa debatnya. Muhaimin, misalnya, kuat dalam menyampaikan narasi populisme dan ketegasan pada perubahan. Misalnya, lewat ide untuk menghadirkan kemakmuran dan keadilan bagi seluruh masyarakat melalui program bantuan sosial plus, dana desa sebesar Rp 5 miliar, dan kredit usaha muda.

Namun, gagasan-gagasan tersebut dinilai belum ditopang dengan argumentasi yang kuat. Tak hanya itu, pertanyaan-pertanyaan Muhaimin terhadap kandidat lain juga kurang tajam. ”Misalnya, dia tidak perlu menggunakan eufemisme soal pembangunan di Surakarta dengan menanyakan tips dan trik, seharusnya sebagai pihak yang memosisikan diri sebagai oposisi dia bisa saja langsung menanyakan apakah ada privilese dalam pembangunan di sana,” kata Gun Gun.

Sementara Gibran, menurut dia, kuat secara taktis dan teknis debat. Perspektif yang dibangun juga sangat mikro serta konsisten dengan narasi keberlanjutan yang ia usung. Misalnya, soal hilirisasi hingga keberlanjutan pembangunan IKN. ”Kelemahannya, beberapa pertanyaan yang diajukan Gibran cenderung menjebak lawan,” ungkap Gun Gun.

Ia mencontohkan, pertanyaan yang menjebak itu di antaranya terkait dengan soal regulasi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture storage) yang bisa dipertanyakan apakah sejalan dengan tema debat. Selain itu, ia juga memberikan pertanyaan dalam bentuk akronim yang sangat spesifik.

”Dalam etika forum debat presidensial, pertanyaan akronim seharusnya tidak digunakan. Sebab, itu bukan sesuatu yang sifatnya itu mudah dijawab, sangat teknis, dan belum tentu digunakan oleh semua kalangan. Itu jadi masukan untuk KPU agar pertanyaan dengan akronim tidak digunakan pada debat selanjutnya,” ujarnya.

Sementara itu, Gun Gun melihat bahwa Mahfud mencoba untuk membangun koherensi psikologis sebagai sosok yang konsisten dalam narasi penegakan hukum. Dalam beberapa segmen, ia menyoroti subtema korupsi pada berbagai sektor. Kelemahannya, Mahfud cenderung lemah dalam memahami persoalan teknis karena tema debat kali ini berada di luar zona nyaman isu yang ia geluti selama ini.

Editor:
ARIS PRASETYO, FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000