Redupnya Bisnis Konsumer Bank Asing akibat Kalah Bersaing
Sejumlah bank asing memutuskan mengalihkan lini bisnis konsumernya kepada bank nasional Tanah Air. Upaya ini tidak lepas dari ketatnya peta persaingan perbankan yang terjadi dalam satu dekade terakhir.
JAKARTA, KOMPAS — Sederet kantor cabang bank luar negeri melakukan aksi korporasi berupa pengalihan portofolio bisnis konsumer karena dinilai tidak lagi mampu bersaing dengan bank nasional di Tanah Air. Meredupnya bisnis konsumer bank asing tersebut salah satunya disebabkan pertumbuhan lini bisnis konsumen bank asing yang dalam kurun beberapa tahun terakhir terus terkontraksi.
Aksi korporasi beberapa kantor cabang bank luar negeri (KCBLN) tersebut dilakukan Citibank Indonesia (Citi) dan Standard Chartered Bank Indonesia (SCBI) terkait pengalihan portofolio bisnis consumer banking, masing-masing kepada Bank PT UOB Indonesia (UOBI) dan PT Bank Danamon Tbk. Selain itu, ada pula penjualan kepemilikan Commonwealth Bank of Australia (CBA) di Indonesia atau PT Bank Commonwealth (PTBC) kepada PT Bank OCBC NISP Tbk (OCBC).
Pengamat perbankan dan dosen Binus University, Doddy Aroefianto, mengatakan, terdapat dua penyebab yang mendorong aksi korporasi KCBLN tersebut, yakni perubahan strategi global bank terkait dan akibat persaingan yang semakin ketat dengan bank lainnya. Kedua alasan tersebut tidak lepas dari berkembangnya produk perbankan yang ditawarkan, baik oleh bank umum nasional maupun bank asing lainnya.
”Ada indikasi bank-bank asing itu kalah bersaing. Mereka sudah berada di Indonesia selama puluhan tahun sehingga strategi yang diambil hanya untuk kantor cabangnya saja, seperti Citi yang berpusat di Amerika Serikat dan Standard Chartered di Inggris. Mereka memilih mengurangi produk retail banking dan lebih berfokus kepada institusional atau commercial banking,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Senin (18/12/2023).
Bank-bank asing yang membuka kantor cabang di Indonesia, lanjut Doddy, memang pernah mengalami masa kejayaan pada produk consumer banking hingga tahun 2010. Setelah itu, pertumbuhan bank-bank asing tersebut tampak meredup seiring bertumbuhnya bank-bank umum nasional.
Sebagaimana diketahui, terdapat dua entitas perbankan asing di Indonesia, yakni KCBLN (bank asing) dan perbankan berbadan hukum lokal (Bank Nasional) yang sebagian sahamnya dimiliki asing. Perbedaannya, bank asing memiliki kantor pusat di negara asalnya dan hanya membuka kantor cabang di pusat-pusat kota Indonesia, sedangkan bank nasional yang sebagian sahamnya dimiliki asing memiliki kantor pusat di Indonesia dan memiliki kantor cabang yang tersebar di berbagai wilayah.
Menurut Doddy, bank-bank asing itu juga memiliki ruang gerak yang sama dengan bank-bank berbadan hukum lokal yang dimiliki asing. Kendati demikian, consumer atau retail banking merupakan lini bisnis yang mengandalkan volume dari penyaluran kredit skala kecil, tetapi masif sehingga persaingan yang terjadi pun semakin ketat.
”Mereka menimbang faktor-faktor tersebut sehingga kemudian memilih fokus ke lini bisnis komersial atau institusional karena mereka merasa sudah berdarah-darah. Apalagi, produk-produk ritel di Indonesia ini sebagian besar berasal dari produksi perusahaan Asia sehingga pangsa pasar bank-bank asing dari Asia lebih besar. Perbankan di mana pun memang dimulai dengan evolusi pertamanya melalui retail banking yang kemudian follow the business,” lanjutnya.
Mengutip data Statistik Perbankan Indonesia yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total penyaluran kredit oleh kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri per September 2023 mencapai Rp 172,77 triliun atau turun 5,26 persen secara tahunan. Bahkan, torehan tersebut terkontraksi lebih dalam sebesar 24,96 persen dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2019 yang sebesar Rp 230,26 triliun.
Langkah tersebut diharapkan dapat menjadi katalis penguatan dan peningkatan daya saing perbankan nasional.
Berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit konsumsi oleh kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri per September 2023 mencapai Rp 11,24 triliun atau turun 24,86 persen dibandingkan posisi akhir tahun 2019 yang sebesar Rp 14,96 triliun. Torehan tersebut juga mengalami kontraksi lebih dalam sebesar 48,53 persen dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2013 atau dalam kurun satu dekade telah memangkas hampir separuhnya.
Baca juga: Bank Berbasis Layanan Digital Optimistis Bisa Tumbuh Signifikan
Capaian tersebut berbanding terbalik dengan bank umum milik pemerintah (persero) dan bank swasta nasional yang secara akumulatif per September 2023 mencatatkan pertumbuhan kredit sekitar 9,4 persen secara tahunan menjadi Rp 6.066 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit konsumsi juga tumbuh sekitar 9,3 persen secara tahunan menjadi Rp 1.475 triliun.
Dalam satu dekade, total penyaluran kredit bank umum persero dan bank umum swasta nasional mencapai 143,41 persen dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2013 sebesar Rp 2.492 triliun. Lebih lanjut, pertumbuhan kredit konsumsi kedua entitas tersebut mencapai 127,27 persen dibandingkan posisi akhir tahun 2013 yang sebesar Rp 648,98 triliun.
Secara terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan, pihaknya menyambut baik sederet aksi korporasi yang dilakukan oleh KCBLN tersebut. Aksi tersebut merupakan bagian dari global strategic direction dari masing-masing Kantor Pusat Citi, SCBI dan PTBC yang telah diinisiasi sejak beberapa tahun terakhir.
”Langkah tersebut diharapkan dapat menjadi katalis penguatan dan peningkatan daya saing perbankan nasional,” katanya secara tertulis.
Strategi tersebut berbanding terbalik dengan institusi keuangan yang berasal dari Asia, seperti Singapura, China, Korea Selatan, dan Jepang, dengan risk appetite yang semakin meningkat untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan perkembangan yang relatif tinggi dalam beberapa waktu terakhir, baik dari sisi aset maupun penyaluran kredit.
Baca juga: Suku Bunga Tinggi, Perbankan Jaga Kualitas Kredit
Dian menambahkan, aksi korporasi yang dilakukan secara business to business tersebut diharapkan dapat meningkatkan fungsi intermediasi melalui penyaluran kredit. Di sisi lain, serangkaian aksi korporasi itu juga tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Sampai saat ini, kata Dian, eksposur KCBLN masih relatif terbatas. Hal ini tampak dari tingkat penyaluran kredit sebesar 2,45 persen dari total penyaluran kredit bank umum per Agustus 2023.
Penguatan perbankan nasional
Sebelumnya, OCBC Indonesia telah menandatangani sale and purchase agreement (SPA) dengan CBA untuk membeli 99 persen saham di PTBC per 16 November 2023. Akuisisi akan berlanjut terhadap 1 persen pemegang saham PTBC setelah disetujui OJK, rapat umum pemegang saham (RUPS) dan pemenuhan kondisi lainnya. Adapun dana yang disiapkan untuk aksi korporasi ini sekitar Rp 2,2 triliun.
Presiden Direktur OCBC Indonesia Parwati Surjaudaja mengatakan, rencana akuisisi ini ditujukan untuk memperkuat dan melengkapi kapabilitas OCBC Indonesia dalam memberikan layanan keuangan yang komprehensif bagi segmen konsumen serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Lebih lanjut, pihaknya memastikan integrasi antara OCBC Indonesia dan Bank Commonwealth akan berjalan lancar.
”Saat ini, kami berfokus pada penyatuan kekuatan untuk menciptakan jaringan perbankan yang kuat, memperluas jangkauan, dan memperkuat posisi di pasar. Dengan demikian, para nasabah dapat mengakses produk dan layanan yang terintegrasi dengan jaringan OCBC di 19 negara wilayah teritorial dengan lebih dari 410 cabang,” katanya secara tertulis, Senin (18/12/2023).
Baca juga: Akuisisi Bank Commonwealth, Saham OCBC Indonesia Naik
Parwati menambahkan, akuisisi tersebut dilakukan untuk meningkatkan skala bisnis OCBC Indonesia mengingat PTBC memiliki basis klien yang kuat pada segmen konsumen dan UMKM. Dengan demikian, OCBC Indonesia memiliki peluang pertumbuhan dalam hal wealth management dan automative joint financing sehingga akan memperluas penawaran produk dan layanan.
Di sisi lain, Bank Danamon melaporkan telah menyelesaikan proses akuisisi portofolio pinjaman ritel konvensional SCBI pada Senin (11/12/2023) pekan lalu. Akuisisi ini mencakup portofolio nasabah kartu kredit, kredit pemilikan rumah (KPR), kredit tanpa agunan (KTA), dan kredit kendaraan bermotor (KKB).
Wakil Direktur Utama Bank Danamon Hafid Hadeli melalui keterangan resminya menuturkan, akuisisi ini diharapkan semakin memperkuat tren pertumbuhan bisnis bank pada segmen kredit konsumer yang saat ini telah mencapai tingkat pertumbuhan tertinggi. Pada triwulan III-2023, kredit konsumer Bank Danamon tercatat tumbuh 31 persen secara tahunan menjadi Rp 15,3 triliun.
Sementara itu, UOB Indonesia tercatat memperoleh tambahan modal melalui right issue sebesar Rp 1,5 triliun seiring dengan terselesaikannya akuisisi serta integrasi aset dan liabilitas bisnis konsumer Citi pada November 2023. Hal ini sekaligus menandai penyelesaian seluruh akuisisi UOB terhadap bisnis perbankan Citi Group di empat negara ASEAN, seperti Malaysia dan Thailand pada 2022, serta Vietnam dan Indonesia pada 2023.
Presiden Direktur UOB Indonesia Hendra Gunawan, dalam keterangan resmi mengatakan, akuisisi ini mencerminkan komitmen jangka panjang terhadap Indonesia. Portofolio Citi Group akan menambah kedalaman dan keluasan basis nasabah, ragam produk, penawaran solusi, dan ekosistem mitra.
Baca juga: Citibank Torehkan Laba Bersih Rp 1,7 Triliun di Tengah Proses Akuisisi UOB Indonesia