KSP: Tak Ada Solusi Jangka Pendek Atasi Kenaikan Harga Cabai
Upaya jangka pendek untuk mengatasi kenaikan harga cabai merah dan rawit sulit dilakukan. Hal itu lantaran produksi cabai turun dan musim tanam mundur akibat dampak El Nino serta dana subsidi distribusi habis.
Oleh
HENDRIYO WDI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun mulai sedikit turun, harga cabai merah dan rawit masih tinggi. Kantor Staf Presiden mengakui, pemerintah tidak dapat mengatasi kenaikan harga komoditas itu dalam jangka pendek. Kendati begitu, monitoring produksi, stok, harga, dan distribusi akan semakin diintensifkan.
Hal itu mengemuka dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Kementerian Dalam Negeri secara hibrida di Jakarta, Senin (18/12/2023). Rapat itu dihadiri pula Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Bidang Perekonomian Edy Priyono.
Badan Pusat Statistik mencatat, pada pekan pertama Desember 2023, harga rata-rata nasional cabai merah dan rawit masing-masing Rp 69.688 per kilogram dan Rp 89.604 per kg. Harga cabai merah dan rawit itu naik 15,92 persen dan 16,11 persen dibandingkan dengan harga rata-rata nasional harga kedua komoditas itu pada November 2023.
Harga cabai merah itu jauh di atas harga acuan penjualan (HAP) di tingkat konsumen, yakni Rp 37.000-Rp 55.000 per kg. Begitu juga dengan harga cabai rawit yang HAP-nya di tingkat konsumen dipatok Rp 40.000-Rp 57.000 per kg.
BPS juga menyebutkan, per pekan pertama Desember 2023, jumlah daerah yang mengalami kenaikan harga cabai merah sebanyak 334 kabupaten/kota. Sejumlah daerah dengan kenaikan harga tertinggi, antara lain, di Halmahera Utara, Halmahera Selatan, Tidore, Minahasa, dan Pamekasan.
Adapun daerah yang mengalami kenaikan harga cabai rawit berjumlah 297 kabupaten/kota. Daerah dengan kenaikan harga tertinggi antara lain Halmahera Selatan, Halmahera Utara, Kolaka Timur, dan Tolitoli.
Edy Priyono mengatakan, Kantor Staf Presiden telah menggelar rapat koordinasi pengendalian harga cabai pada 14 Desember 2023. Rapat itu diikuti perwakilan kementerian/lembaga terkait dan juga asosiasi petani dan pedagang cabai.
Dalam rapat itu terungkap, upaya jangka pendek untuk mengatasi kenaikan harga cabai merah dan rawit sulit dilakukan. Hal itu lantaran produksi cabai memang turun dan musim tanam mundur akibat dampak El Nino.
”Saat ini, stok cabai di tingkat petani champion (penggerak dan andalan) cabai mitra Kementerian Pertanian (Kementan) terbatas. Gerakan tanam cabai di beberapa daerah juga kurang optimal hasilnya sehingga dampaknya terhadap stabilisasi harga cabai tidak terasa,” ujarnya.
Produksi cabai memang turun dan musim tanam mundur akibat dampak El Nino.
Selain itu, kata Edy, pemerintah juga tidak dapat menyubsidi biaya distribusi cabai. Pasalnya, dana yang dapat digunakan untuk subsidi yang dikelola Badan Pangan Nasional sudah habis.
Untuk itu, pemerintah akan fokus pada upaya jangka menengah panjang untuk mencegah fluktuasi harga cabai secara berlebihan melalui dua langkah konkret. Petama, mengatur pola tanam, mengoptimalkan budidaya, dan meningkatkan investasi gudang berpendingin cabai.
Kedua, memonitor dan mengevaluasi tanaman cabai yang dibudidayakan. Hal itu mencakup jumlah yang tumbuh dan berproduksi dengan baik, sebaran daerah penghasil, dan potensi pendistribusiannya.
”Selain itu, perlu diperhatikan pula produksi cabai hasil gerakan tanam cabai di sejumlah daerah jangan sampai justru mengakibatkan harga cabai anjlok di bawah HAP. Timing perkiraan tanam dan panen perlu diperhatikan,” kata Edy.
Dalam kesempatan yang sama, Kementan mengakui neraca bulanan cabai rawit pada Desember 2023 hanya surplus tipis 1.127 ton. Produksi cabai rawit pada bulan tersebut 79.189 ton, sedangkan total konsumsinya (rumah tangga, horeka, dan industri) 78.062 ton.
Direktur Perbenihan Hortikultura Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan Inti Pertiwi Nashwari menuturkan, neraca bulanan cabai rawit itu memang terbilang rendah. Hal itu terjadi lantaran ada penurunan luas tanam dan panen yang berpengaruh pada produksi.
”Cabai rawit juga tidak berumur panjang sehingga panenan pada bulan ini tidak semuanya bisa dijadikan stok pada bulan-bulan berikutnya,” ujarnya.
Meskipun begitu, Inti memastikan produksi cabai pada Januari-April 2024 akan lebih tinggi dibandingkan dengan Desember 2023. Produksi cabai rawit pada empat bulan tersebut akan meningkat masing-masing (secara berurutan) menjadi 100.321 ton, 96.576 ton, 120.372 ton, dan 129.720 ton.
Hal itu mengingat Kementan sudah melakukan sejumlah upaya untuk meningkat produksi cabai sepanjang 2023. Beberapa di antaranya adalah pengembangan kawasan aneka cabai seluas 4.820 hektar dan program Pekarangan Pangan Lestari di pekarangan 2.860 kelompok wanita tani atau setara 52 hektar lahan.
”Kami juga menggulirkan program Penanganan Dampak Perubahan Iklim bagi para petani cabai berupa green house, sumur dangkal, benih, dan sarana-prasarana lain yang terkait,” katanya.