Batubara dan minyak sawit akan menggendong ekspor Indonesia pada 2024 di tengah pelambatan permintaan sejumlah mitra dagang utama Indonesia. Meski demikian, pertumbuhan total ekspor Indonesia diperkirakan melambat.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja ekspor 2024 kemungkinan akan melambat karena perekonomian global tahun depan diperkirakan masih akan lesu. Perekonomian sejumlah mitra dagang utama Indonesia seperti China dan Amerika Serikat diperkirakan melambat sehingga diperkirakan ikut mengerek ke bawah kinerja ekspor Indonesia.
Mengutip riset JP Morgan Global Research Forecast yang dirilis 8 Desember 2023, pertumbuhan ekonomi global pada 2024 adalah 1,9 persen, lebih rendah dari potensi yang bisa dicapai sebesar 2,3 persen. Perlambatan ini lantaran negara-negara dengan kontribusi besar pada produk domestik bruto dunia diperkirakan mengalami perlambatan seperti China, Amerika Serikat (AS), Jepang, dan kawasan Uni Eropa.
Perekonomian sejumlah mitra dagang utama Indonesia seperti China dan Amerika Serikat diperkirakan melambat.
Pertumbuhan ekonomi AS pada tahun depan diperkirakan 0,6 persen, lebih rendah dari potensinya sebesar 1,5 persen. Adapun pertumbuhan ekonomi China pada 2024 diperkirakan mencapai 4,3 persen, lebih rendah dari potensinya sebesar 4,5 persen.
Pada 2024, pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan sebesar 0,7 persen, lebih rendah dari potensinya yang sebesar 0,9 persen. Perekonomian negara-negara kawasan Uni Eropa tahun depan diperkirakan melambat menjadi 0,7 persen dari potensinya yang sebesar 1,0 persen.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, perlambatan ekonomi dunia ini disebabkan perekonomian negara besar mengalami perlambatan. Di AS, misalnya, pengetatan moneter untuk menangkal inflasi berdampak pada pertumbuhan ekonomi melambat.
Adapun di China pertumbuhan ekonomi 2023 memang sudah lebih baik dibandingkan dengan 2022, tapi tidak sebaik perkiraan awal. Kondisi industri properti di negeri ”Tirai Bambu” itu tengah melambat. Padahal, sektor itu berkontribusi sekitar 30 persen.
”China sebagai pemasok terbesar melambat juga karena Uni Eropa melemah akibat masih adanya ketegangan geopolitik. AS juga melemah. Jadi, ini semua berdampak pada perlambatan ekonomi global,” ujar Josua yang dihubungi Minggu (17/12/2023).
China menjadi destinasi 25,49 persen dari total ekspor Indonesia pada Januari-November 2023.
Ia menjelaskan, perlambatan ekonomi global ini diperkirakan akan memengaruhi kinerja ekspor. Sebab, negara-negara ini jadi mitra dagang utama Indonesia.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), China menjadi destinasi 25,49 persen dari total ekspor Indonesia pada Januari-November 2023. Adapun ekspor ke AS, Jepang, dan Uni Eropa mencapai 9,54 persen, 7,79 persen, dan 6,84 persen.
Mengingat kontribusinya signifikan terhadap kinerja ekspor Indonesia, melemahnya perekonomian negara-negara itu akan menurunkan permintaan dari negara itu. Akibatnya, ekspor Indonesia terdampak.
Menurut Josua, ekspor Indonesia akan tertopang oleh komoditas batubara dan minyak sawit. Sebab, harga kedua komoditas ini diperkirakan masih akan terjaga di tahun depan.
Sementara itu, kinerja ekspor produk manufaktur akan melambat lantaran barang ini sifatnya bukan kebutuhan primer. Permintaan global yang melambat tentu akan berdampak pada penurunan ekspor sektor ini.
”Ini pentingnya juga mendorong investasi ke sektor manufaktur agar tercipta peningkatan kualitas dan daya saing sehingga ekspor sektor ini tetap bertumbuh,” ujar Josua.
Kinerja ekspor produk manufaktur akan melambat lantaran barang ini sifatnya bukan kebutuhan primer.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan Juan Permata Adoe mengatakan, walau perkiraan perekonomian global tahun depan sedang melambat, pihaknya tetap optimistis dapat melihat peluang untuk mendorong kinerja ekspor.
Ia mengatakan, ada sembilan produk yang bisa didorong kinerja ekspornya. Kesembilan produk itu meliputi mineral, sawit dan turunannya, tekstil, otomotif, farmasi, emas perhiasan, kopi, serta rempah.
”Sembilan komoditas ini adalah pendorong utama perdagangan luar negeri Indonesia dan masih memiliki potensi untuk nilai tambah,” ujar Juan.
Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan, untuk mendongkrak kinerja ekspor tahun depan, pihaknya mengusulkan untuk melihat lebih detail satu per satu komoditas dalam perjanjian perdagangaan baik bilateral maupun multilateral. ”Cek baik-baik dan lihat komoditas apa yang belum teroptimalkan sehingga bisa didorong,” ujarnya.
Benny juga mendorong agar perizinan ekspor bisa dipermudah sehingga hemat waktu dan biaya. Dengan demikian, perbaikan ini bisa merangsang pertumbuhan ekspor lebih cepat lagi.
Tahun depan, Benny menambahkan, sektor energi dan pangan masih akan menjanjikan. Sebab, dengan adanya berbagai ketegangan geopolitik, komoditas dari dua sektor itu kian dibutuhkan.
Ini berbeda dengan produk manufaktur yang sifatnya sekunder dan tersier sehingga sangat dipengaruhi permintaan dari negara tujuan ekspor.