Kuntoro Mangkusubroto, Kontribusi Besar Tanpa Ingar Bingar
Kuntoro Mangkusubroto, Menteri Pertambangan dan Energi pada 1998-1999, meninggal di RS Cipto Mangungkusumo, Jakarta, Minggu (17/12/2023) pukul 01.03.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Pertambangan dan Energi pada 1998-1999 Kuntoro Mangkusubroto meninggal di Rumah Sakit Cipto Mangungkusumo, Jakarta, Minggu (17/12/2023) pukul 01.03. Sepanjang hidup, Kuntoro, yang pernah menjabat Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias, dikenal sebagai sosok berintegritas dan bekerja tanpa disertai sorotan serta ingar bingar.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agus Cahyono Adi saat dikonfirmasi, Minggu pagi, membenarkan kabar itu dengan mengirim informasi terkait meninggalnya Kuntoro. Meninggal pada usia 76 tahun, jenazah Kuntoro disemayamkan di rumahnya di Kalibata, Jakarta Selatan.
Mengutip laman Majelis Wali Amanat Institut Teknologi Bandung (ITB), Kuntoro berkuliah di S-1 Teknik Industri ITB (1972), S-2 Teknik Sipil Universitas Stanford (1977), dan S-3 Ilmu Teknik Bidang Ilmu Keputusan ITB (1982). Pengalaman profesionalnya antara lain Ketua Indonesia National Committee for Applied Systems Analysis (INCASA) dan Ketua Dewan Sekolah Bisnis Manajemen (SBM) ITB.
Dosen Teknik Industri dan SBM ITB (1972-2012) itu juga pernah menjabat sejumlah posisi struktural, seperti Dirut PT Bukit Asam (1988-1989), Dirut PT Timah (1989-1994), Direktur Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi (1993-1997), dan Deputi Bidang Perencanaan Badan Koordinasi Penanaman Modal (1997-1998).
Kuntoro kemudian ditunjuk menjadi Menteri Pertambangan dan Energi pada Kabinet Pembangunan VII (1998) dan berlanjut pada Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999). Selanjutnya, menjadi Dirut PLN (2000), Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias (2005), serta Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) pada Kabinet Indonesia Bersatu II.
Pada 9 Mei 2023, Kuntoro mendapat penghargaan bintang tanda jasa The Order of the Rising Sun, Gold and Silver Star dari Pemerintah Jepang di Istana Kaisar bersama Menteri ESDM Arifin Tasrif. Dikutip dari laman Kementerian Luar Negeri, penghargaan diberikan setelah Kuntoro dinilai berjasa meningkatkan hubungan Indonesia-Jepang lewat rekonstruksi pascabencana.
Sebagai Kepala UKP4, Kuntoro juga berkontribusi besar dalam rekonstruksi dan rehabilitasi wilayah bencana di Jepang, tepatnya saat terjadi gempa bumi dan tsunami Tohoku di bagian timur Jepang pada 2011.
Integritas
Gubernur Indonesia untuk Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) 2015-2016 Widhyawan Prawiraatmadja mengenal Kuntoro saat menjadi Sekretaris Jurusan Departemen Teknik Industri ITB pada 1979. Saat itu, Widhyawan mahasiswa di jurusan itu. Selanjutnya, hubungan keduanya dekat dan berlanjut panjang, termasuk saat hendak mendirikan lembaga think tank terkait energi beberapa tahun lalu, tetapi batal.
”Beliau kalau menjalankan sesuatu selalu sistematis dan sampai tuntas. Selalu dipikirkan dari ujung ke ujung. Ia selalu berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, sangat hands on (terlibat langsung). Menurut saya, integritas beliau tidak ada lawannya. Seorang panutan luar biasa dan sulit mencari orang sehebat beliau,” ujar Widhyawan.
Di bidang pertambangan dan energi, kemampuan Kuntoro, dengan segudang pengalaman, tidak perlu diragukan. Berbagai isu, termasuk perubahan iklim, juga menjadi perhatiannya, termasuk mengenai transisi energi.
”Setelah Paris Agreement (2015) waktu itu, beliau berbicara bagaimana Indonesia menyikapi hal itu. Misalnya, terkait pendanaan dan kebijakan, pemerintah akan seperti apa? Bagi beliau, kita tidak mungkin hanya di tahap perencanaan, tetapi harus dilengkapi advokasi, sosialisasi, dan edukasi. Serta yang terpenting pemerintah konsisten akan hal itu,” katanya.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, yang juga dekat dengan almarhum, menuturkan, Kuntoro memberi perhatian lebih pada tata kelola sumber daya alam, termasuk saat menjabat sebagai Kepala UKP4. Salah satunya terkait dengan Skenario Bandung pada 2014 yang diusung para pelaku bisnis dan ahli energi untuk menyoroti isu perubahan iklim.
”Dari interaksi di Skenario Bandung itu saya tahu bahwa Pak Kuntoro ialah seseorang yang selalu berpikir forward thinking (ke depan), bagaimana agar Indonesia lebih baik di masa depan. Komitmennya di situ. Ia terbuka dan mau melibatkan banyak orang. Dalam menyelesaikan persoalan bangsa ini, ia menilai berbagai unsur pemangku kepentingan harus diajak bicara,” ujar Fabby.
Ia menambahkan, Kuntoro juga bukan seseorang yang senang berbasa-basi, tetapi langsung to the point. ”Di sisi lain, orangnya juga tidak suka sesuatu yang heboh atau ’wah’. Tidak ingin orang banyak tahu bahwa dia sebenarnya punya banyak jaringan, misalnya. Orang yang humble (rendah hati),” kata Fabby. Namun, Kuntoro juga tidak pelit dalam memberi apresiasi.
Kuntoro, imbuhnya, juga kerap membicarakan bagaimana agar birokrasi di Indonesia dapat diperbaiki, berubah, dan segala sesuatunya lebih cepat. Bagaimana agar sesuatu yang direncanakan dapat dilaksanakan. Rencana dan aksi.
Catatan Kompas, saat menjadi Menteri Pertambangan dan Energi, Kuntoro pernah menyoroti pertambangan ilegal. Menurut dia, sektor informal pertambangan bukan petambang, tetapi pemulung sumber daya alam. Apabila terus dibiarkan, akan menjadi masalah besar. Apalagi, jika kelompok informal itu ternyata dilindungi atau dimodali kekuatan besar (Kompas, 28/8/1998).
Menurut dia, kelompok informal yang dimodali biasanya hanya kedok sebuah kekuatan besar untuk melakukan penambangan, tanpa mengikuti aturan yang berlaku. ”Saya kira ini akan mencelakakan kita semua dalam jangka panjang,” katanya saat itu.