Pemerintah mendorong hilirisasi komoditas sumber daya alam, serta substitusi impor. Langkah itu dinilai mampu menjadi pendorong daya tahan ekonomi di tengah krisis global.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Transformasi ekonomi melalui hilirisasi komoditas diyakini akan mendorong daya tahan Indonesia terhadap ketidakpastian ekonomi global. Pemerintah akan mendorong nilai tambah atas pemanfaatan sumber daya alam.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan mengemukakan, ketidakpastian situasi geopolitik dan tren penurunan harga komoditas utama Indonesia baru-baru ini menjadi tantangan utama bagi perekonomian tahun depan. Meski demikian, Indonesia tengah menuju transformasi ekonomi dengan tidak lagi mengandalkan komoditas mentah.
”Kebijakan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam telah memberikan kontribusi untuk meningkatkan ketahanan ekonomi kita terhadap ketidakpastian ekonomi global tahun ini,” ujar Luhut dalam keterangan pers Young Presidents' Organization (YPO) B20 Learning Event ”Indonesian Investment Outlook”, akhir pekan lalu.
Dalam kurun lima tahun terakhir, reformasi investasi dengan memberikan insentif fiskal dan nonfiskal mampu menarik investasi asing langsung (FDI) senilai lebih dari 100 miliar dollar AS. Investasi itu termasuk investasi utama pada industri nilai tambah berbasis nikel, seperti besi dan baja, serta baterai litium.
Indonesia dinilai telah berhasil menarik investasi utama untuk baterai kendaraan listrik (EV) dari produsen besar Li-Battery di dunia, seperti CATL dan LG Energy Solution. Selain itu, juga perusahaan material baterai utama, seperti CNGR, BTR, Huayou, BASF, dan GEM, telah berinvestasi di Indonesia. Ini akan menempatkan Indonesia sebagai pemain kunci dalam rantai pasokan global untuk transisi energi.
Luhut menambahkan, investasi dalam proyek terkait material baterai diperkirakan mencapai lebih dari 19 miliar dollar AS. Dengan cadangan logam utama yang signifikan dan hilirisasi nikel, industri hilir akan terus berlanjut dan dikembangkan pada kawasan industri di Kalimantan Utara sehingga menjadi industri petrokimia terbesar.
”Indonesia akan menggunakan sumber daya mineralnya yang kaya, seperti nikel, tembaga, kobalt, dan bauksit (aluminium), dikombinasikan dengan sumber listrik yang kompetitif dan melimpah, termasuk energi terbarukan, seperti tenaga air dan panas bumi, untuk lebih menarik investasi yang dapat mengubah perekonomian kita di masa depan,” lanjut Luhut.
Selain itu, pemerintah juga mendorong sistem informasi monitoring barang milik negara yang mengintegrasikan seluruh data pengelolaan sumber daya mineral dan batubara di Indonesia, digitalisasi dalam proses pengadaan melalui e-katalog, serta memprioritaskan membeli produk lokal yang dihasilkan usaha kecil dan menengah.
Substitusi Impor
Secara terpisah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menyatakan terus berupaya menciptakan ekosistem untuk industri casing, baterai, antena, dan periferal. Sesuai peta jalan yang disusun Kemenperin, saat ini industri pengemasan baterai dan kabel telah tersedia di dalam negeri.
Seiring pemberlakuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), kinerja industri produk telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet (HKT) dinilai terus mengalami tren positif. Salah satu produk yang didorong dalam program substitusi impor 35 persen adalah telepon seluler.
”Berdasarkan peta jalan yang telah disusun, Kemenperin menargetkan perakitan produk HKT dapat dilakukan secara completely knocked down (CKD) mulai tahun ini hingga 2025,” ujar Agus dalam keterangan pers, Minggu (30/10/2022).
Target perakitan produk HKT secara CKD diharapkan menciptakan ekosistem yang memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi, serta memanfaatkan sumber daya yang ada di Indonesia.