Merdeka Copper Akan Kelola Tambang Tembaga Terbesar Ketiga
Dalam jangka panjang, proyek tembaga Tujuh Bukit akan menunjang kinerja Merdeka Copper.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Merdeka Copper Gold Tbk berharap hasil dari proyek tembaga Tujuh Bukit di Banyuwangi, Jawa Timur, akan dapat dikontribusikan pada perseroan pada tahun 2026. Proyek ini akan menjadi tambang tembaga terbesar ketiga setelah tambang tembaga yang dikelola PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Internasional Tbk.
Dalam jangka panjang, diharapkan proyek ini akan dapat menjadi penunjang kinerja Merdeka Copper. ”Tambang ini memiliki salah satu kandungan tembaga terbesar di dunia yang belum diolah. Kalau nanti mulai beroperasi, akan menjadi tambang tembaga nomor tiga di Indonesia,” kata General Manager Corporate Communication Merdeka Copper Gold Tbk Tom Malik di Jakarta, Rabu (13/12/2023).
Tambang ini sudah mulai digarap sejak tahun 2018 dan Merdeka Copper telah berinvestasi sebesar 176 juta dollar AS. Dari hasil kajian awal, proyek ini dapat dikembangkan sebagai tambang bawah tanah. Biaya eksplorasi tambang bawah tanah tinggi. Walaupun demikian, Merdeka Copper meyakini, jika sudah selesai, megaproyek ini akan bernilai sangat tinggi.
Selain proyek tembaga Tujuh Bukit, Merdeka Copper juga terus menyelesaikan proyek tambang Pani di Gorontalo. Perkembangan tambang Pani masih sesuai dengan jadwal yang direncanakan dan dijadwalkan selesai pada akhir 2025. Saat ini, Merdeka Copper sedang membangun fasilitas seperti jalan dan akomodasi untuk para pekerja. Sementara konstruksi tambang akan dimulai tahun depan.
Data dari laman Merdeka Copper menyebutkan, proyek tembaga Tujuh Bukit ditargetkan memproses 24 juta ton bijih per tahun agar dapat menghasilkan 110.000 ton tembaga dan 350.000 ounce emas per tahun. Produksi ini diperkirakan akan berlangsung hingga 30 tahun.
Sementara itu, anak usaha Merdeka Copper, PT Merdeka Battery Materials Tbk, juga bersiap untuk meningkatkan produksi nikel tahun depan. Corporate Secretary Merdeka Battery Deny Greviartana dalam kesempatan sama menjelaskan, Merdeka Battery berharap dapat membukukan kinerja lebih baik tahun 2024 seiring dengan sudah beroperasinya tiga pabrik smelter rotary kiln electric furnace. Ketiga pabrik itu adalah PT Cahaya Smelter Indonesia, PT Bukit Smelter Indonesia, dan PT Zhao Hui Nickel. ”Pada tahun 2024, fokus kami adalah rump up produksi nikel,” kata Deny.
Sebagai perusahaan yang mengolah sumber daya alam, Merdeka Copper juga memperhatikan keselarasan dengan lingkungan. Sustainability Manager Merdeka Copper Bachtiar Manurung menjelaskan, keseriusan Merdeka Copper terlihat dari pengakuan yang diberikan atas upaya tersebut.
Tambang ini memiliki salah satu kandungan tembaga terbesar di dunia yang belum diolah. Kalau nanti mulai beroperasi, akan menjadi tambang tembaga nomor tiga di Indonesia.
”Hal ini dibuktikan dengan rekognisi dari dua lembaga pemeringkat ESG terbesar di dunia, yaitu Sustainalytics dan Morgan Stanley Capital International (MSCI),” kata Bachtiar Manurung. Oktober lalu, MSCI menaikkan peringkat ESG Merdeka menjadi A sehingga Merdeka Copper merupakan satu-satunya perusahaan tambang di Indonesia yang memiliki peringkat tersebut.
Kucurkan pinjaman
Sementara itu, emiten pertambangan lain, PT Trimegah Bangun Persada Tbk atau Harita Nickel, juga berekspansi dengan menambah cadangan nikel baru dan mengucurkan pinjaman kepada pengelola tambang baru yang terafiliasi. Harita Nickel mengucurkan pinjaman untuk entitas anaknya, PT Gane Tambang Sentosa (GTS). Pinjaman senilai Rp 500 miliar tersebut untuk belanja modal dan kegiatan operasional rutin GTS. Bunga atas pinjaman tersebut sebesar 8 persen per tahun dengan tenor lima tahun sejak pencairan pinjaman pertama.
”Transaksi tersebut tidak berdampak material atas kejadian, informasi atau terhadap kegiatan operasional, hukum dan kondisi keuangan atau kelangsungan perusahaan,” demikian keterangan dari Legal Manager dan Corporate Secretary Harita Nickel Franssoka Y dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia.
Harita Nickel mengakuisisi 99 persen saham GTS yang berlokasi di Pulau Obi, Maluku Utara, pada awal bulan lalu senilai Rp 7,9 miliar. GTS memiliki konsesi tambang nikel yang belum beroperasi dengan luas area 2.314 hektar dan masa berlaku izin usaha pertambangan sampai tahun 2040.