Smelter Titanium Senilai 1,3 Triliun Segera Beroperasi
Smelter titanium pertama di Indonesia akan memiliki kapasitas produksi 100 metrik ton per hari. Produksi smelter ini akan menjadi bahan baku industri alat kesehatan, peralatan militer, pesawat terbang.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia melanjutkan hilirisasi sumber daya alam biji mineral logam dasar agar bernilai tambah dengan dibangunnya pabrik smelter pengolahan produk titanium di Bangka Belitung. Saat kelak beroperasi, smelter itu diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada mineral menjadi titanium sehingga bisa menyubstitusi impor bahan baku produk alat kesehatan, peralatan militer, dan bahan baku pesawat.
Pabrik smelter milik PT Bersahaja Berkat Sahabat Jaya yang merupakan smelter produk titanium pertama di Tanah Air itu berlokasi di Kepulauan Bangka, Provinsi Bangka Belitung. Dengan investasi Rp 1,3 triliun, smelter itu mengolah mineral ilmenite menjadi titanium dengan kapasitas produksi 100 metrik ton per hari. Saat ini pembangunan masih berlangsung dan perkembangannya sudah mencapai 75 persen.
Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, pemilihan lokasi smelter pengolahan menjadi titanium di Kepulauan Bangka, Provinsi Bangka Belitung itu sudah tepat. Hal itu lantaran di daerah itu kaya akan kandungan timah dan bebatuan mineral ilmenite yang bisa diolah sehingga memberikan nilai tambah.
”Investasi smelter titanium di sana tentu untuk mendekatkan proses produksi dengan bahan baku sehingga tercipta efisiensi agar bisa berdaya saing lebih,” ujar Ahmad dihubungi Jumat (8/12/2023).
Apabila sudah beroperasi, lanjut Ahmad, ilmenite itu bisa diolah menjadi titanium. Substansi ini bisa diolah menjadi bahan baku yang diperlukan untuk produksi alat kesehatan, peralatan militer, dan bahan baku pesawat. Hal itu juga bisa menyubstitusi impor bahan baku. Selain itu, pengoperasian pabrik itu juga diharapkan bisa menyerap tenaga kerja warga sekitar daerah.
Sebelumnya, Kamis (7/12/2023), Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat mengunjungi lokasi pembangunan pabrik smelter PT Bersahaja Berkat Sahabat Jaya, mengatakan, ini merupakan smelter titanium pertama di Indonesia.
”Pemerintah secara aktif memacu hilirisasi industri dalam rangka peningkatan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri,” ujar Agus dalam siaran pers yang diterima Kamis malam.
Agus mengatakan, dengan dibangunnya smelter tersebut, Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah dalam industri ini, mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan nilai tambah dalam rantai pasok industri.
Investasi smelter ini 100 persen penanaman modal dalam negeri (PMDN). Artinya, perusahaan ini dimiliki oleh warga Indonesia.
Direktur Utama PT Bersahaja Berkat Sahabat Jaya, Arbi Leo, mengatakan, pihaknya terus melakukan inovasi sejalan dengan mandat pemerintah yang bertujuan menghilirisasi setiap potensi mineral yang ada di setiap daerah.
”Kami mengharapkan smelter ini sebagai langkah maju dalam meningkatkan sektor industri dan kemandirian negara dalam memproduksi titanium. Karenanya, dukungan terhadap PT Bersahaja dapat ikut memajukan daerah dan juga Indonesia,” ucap Arbi.
Investasi di industri logam dasar terus bertumbuh. Pada triwulan ketiga tahun ini realisasi investasi di sektor ini mencapai 9,50 persen secara tahunan.
Industri logam dasar merupakan salah satu sektor unggulan yang menjadi penggerak utama pada pertumbuhan industri pengolahan nasional. Pada triwulan ketiga tahun ini, industri logam dasar bertumbuh 10,86 persen secara tahunan. Sumbangsih yang signifikan tersebut seiring adanya peningkatan permintaan ekspor untuk produk logam dasar.
Selama triwulan III-2023, ekspor produk industri logam bertumbuh sebesar 1,72 persen secara tahunan dan impor produk industri logam mengalami penurunan atau kontraksi sebesar 24,97 persen secara tahunan. Artinya, terjadi surplus neraca perdagangan komoditas ini sebesar 5,6 miliar dollar AS.
Pertumbuhan subsektor industri logam dasar sejalan dengan capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada November 2023 yang menunjukan indikasi ekspansi, yaitu pada level 52,43 atau meningkat 1,73 poin dibandingkan Oktober 2023. Nilai indeks di atas 50 mengindikasikan ekspansi, sedangkan di bawah 50 menunjukkan sebaliknya.
”Kabar baik dari sektor industri ini, juga turut andil karena adanya pembangunan industri smelter seiring dengan program hilirisasi yang diharapkan dapat memberikan penyediaan bahan baku yang beragam dan dalam jumlah yang cukup Sehingga dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan sektor industri lainnya,” ujar Agus.