Garap Raja Ampat, Pelita Terbang Langsung Jakarta-Sorong
Kita berharap model penerbangan dari Pelita ini dapat melipatgandakan wisatawan mengunjungi Raja Ampat. Semakin banyak jumlah wisatawan, maka memungkinan ekonomi lokal pun berkembang.
Mulai hari Rabu (6/12/2023), maskapai Pelita Air Service membuat gebrakan menarik. Maskapai ini membuka penerbangan langsung rute Jakarta-Sorong-Jakarta. Penerbangan ini berlangsung selama tujuh hari dalam sepekan dengan pesawat jenis Airbus 320-200. Penumpang akan mendapatkan banyak penghematan, antara lain waktu penerbangan hanya 4 jam.
Gebrakan itu sebagai upaya mendongkrak pariwisata di Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Raja Ampat merupakan salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia yang kian populer di dunia.
Setiap hari, puluhan wisatawan domestik dan mancanegara mengunjungi wilayah kepulauan yang terletak di bagian barat semenanjung kepala burung Pulau Papua tersebut. Mereka datang melalui Bandara Domine Eduard Osok Sorong. Bandara ini menjadi satu-satunya pintu masuk ke Raja Ampat lewat udara. Dari ibukota Provinsi Papua Barat Daya itu menggunakan kapal cepat atau kapal layar lainnya menuju Raja Ampat.
Geliat kembali
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Raja Ampat, jumlah wisatawan mengunjung Raja Ampat paling banyak terjadi pada tahun 2019 sebanyak 46.375 orang. Ini meliputi 24.090 wisatawan mancanegara dan 22.285 wisatawan domestik.
Setahun berikutnya, tahun 2020, jumlah wisatawan turun tajam menjadi hanya 8.253 orang meliputi 7.439 orang wisatawan asing, dan 814 orang wisatawan domestik. Tahun 2021, jumlah pelancong merosot lagi sebagai dampak dari wabah virus corona (Covid)-19 yang melanda dunia. Tahun itu wisatawan yang mengunjungi Raja Ampat hanya 2.230 orang terdiri atas 697 orang wisatawan asing, dan 1.533 wisatawan domestik.
Tahun 2022, jumlah kunjungan ke Raja Ampat mulai meningkat lagi, yakni sebanyak 5.725 orang meliputi 4.973 wisatawan asing dan 752 wisatawan domestik. Bahkan, untuk tahun 2023 periode Januari hingga Juli saja sudah mencapai 12.048 orang. Artinya, wisata Raja Ampat menggeliat kembali.
Berwisata ke Raja Ampat sesungguhnya bukan berbiaya murah. Bayangkan, menuju ke wilayah ini hanya mengandalkan jalur udara hingga di Sorong, lalu melanjutkan dengan kapal cepat.
Di sana pun hanya mengandalkan perahu untuk mobilitas. Biaya yang terkuras pun pasti tidak sedikit. Tiap orang bisa menghabiskan Rp 30 juta-Rp 40 juta. Ini baru wisatawan domestik. Wisatawan asing biayanya lebih besar lagi.
Pesona istimewa
Mengapa orang rela mengeluarkan biaya yang begitu besar hanya ingin mengunjungi Raja Ampat? Apa yang menjadi kekuatan Raja Ampat sehingga mampu menyedot ribuan wisatawan?
Raja Ampat yang berada di “kepala burung” Pulau Papua terdiri dari 1.846 pulau dengan luas 4,5 juta hektar. Menurut laporan The Nature Conservancy dan Conservation Internasional, kurang lebih 75 persen spesies karang dunia berada di kepulauan ini. Raja Ampat juga memiliki 1.318 jenis ikan, 699 moluska, dan 547 terumbu karang.
Kurang lebih 75 persen spesies karang dunia berada di kepulauan ini.
Kepulauan ini pun berada di jantung segitiga terumbu karang dunia. Arus laut dalam yang kuat membawa banyak nutrisi di perairan ini hingga ke hutan bakau, danau air asin, dan hamparan padang lamuan.
Itu sebabnya, perairan Raja Ampat termasuk “surga” bagi para penyelam. Sejauh ini, banyak pihak mengklaim wilayah ini menduduki peringkat kedua di dunia untuk destinasi wisata selam. Sentra penyelaman di Pulau Koflau, Misool, Waigeo selatan dan barat, serta Pulau Ayau.
Selain keindahan di dasar laut, peraiaran Raja Ampat juga memiliki pantai berpasir putih yang menawan. Ada sejumlah pulau karang (tak berpenghuni) memiliki tebing tinggi dengan letak berderetan dalam berbagai bentuk dan ukuran seperti di Teluk Kabui. Pulau-pulau ini juga menjadi daya tarik istimewa sehingga selalu menjadi para pelancong.
Kondisi ini bertambah memikat, menyusul adanya tradisi lokal yang unik, seperti kesenian dan tarian tradisional serta makanan Sinole yang terbuat dari sagu. Ada pula aneka kerajinan anyaman.
Bahkan, di beberapa desa, seperti Sawinggrai dan Saporkrein, warga setempat selalu mengajak wisatawan untuk melihat burung Cenderawasih dari dekat. Burung Cenderawasih adalah burung langka dan cantik khas Papua yang sering disebut burung surga. Pengalaman ini tergolong menarik, sebab saat ini tidak mudah melihat burung tersebut.
Manfaat tanpa transit
Selama ini, maskapai yang melayani rute ke Sorong antara lain Garuda Indonesia, Citilink, Batik Air, dan Lion Air. Penerbangan umumnya dari Jakarta dengan transit sekali yakni di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Ada maskapai dengan transit dua kali yakni Bandara Juanda Surabaya dan Sultan Hasanuddin.
Dengan terlebih dahulu transit, penerbangan Jakarta-Sorong atau sebaliknya minimal 6 jam. Itu baru singgah di satu bandara. Kalau dua bandara, maka para penumpang menghabiskan waktu perjalanan lebih lama lagi.
Kondisi ini tentu membuat tidak nyaman wisatawan yang hendak mengunjungi Raja Ampat. Karena prinsip orang yang ingin berwisata ke suatu daerah yang masih dalam satu negara yakni lebih cepat tiba di tempat tujuan.
Waktu perjalanan yang lebih pendek akan membuat fisik tidak kelelahan. Biaya tidak terduga pun tak banyak terkuras.
Melihat situasi tersebut, manajemen Pelita Air Service melakukan gebrakan menarik, yakni mengoperasikan pesawat yang terbang langsung dari Jakarta-Sorong-Jakarta. Pesawat yang digunakan yakni Airbus 320-200 berkapasitas 180 kursi. Semuanya kelas ekonomi.
Pesawat ini terbang dari Bandara Internasional Soekarno Hatta Jakarta pukul 00.50 WIB, dan tiba di Sorong pukul 06.50 WIT. Terbang kembali dari Sorong pukul 07.40 WIT, dan tiba di Jakarta pukul 09.35 WIB. Lama penerbangan pun hanya empat jam.
Dalam penerbangan perdana pada 6 November 2023, respons masyarakat pun tinggi. Keterisian penumpang per 6 November 2023 pada rute Jakarta-Sorong mencapai 73 persen, dan Sorong-Jakarta 91 persen. Kenyataan ini sungguh luar biasa. Artinya, rute ini termasuk menjanjikan.
Penumpang mendapatkan sejumlah manfaat dari penerbangan langsung. Pertama, tiba di Sorong pada pukul 06.50 WIT, maka pagi itu juga wisatawan langsung melanjutkan perjalanan ke Raja Ampat. Kedua, waktu terbang yang pendek, penumpang tidak terlalu kelelahan saat tiba di tempat tujuan.
Ketiga, bagi penumpang yang tiba di Jakarta pagi hari memungkinkan menyelesaikan sejumlah urusan pada hari yang sama. Begitu pula para wisatawan asing dapat melanjutkan penerbangan ke negara lain pada siang atau sore harinya.
Kita berharap model penerbangan dari Pelita ini dapat melipatgandakan wisatawan mengunjungi Raja Ampat. Semakin banyak jumlah wisatawan, maka memungkinan ekonomi lokal pun berkembang. Secara tidak langsung menumbuhkan pula ekonomi nasional. Karena pariwisata selalu menjadi lokomotif yang mampu menarik banyak gerbong (sektor) lainnya.
JANNES EUDES WAWA, Wartawan Kompas 1997-2019