Indonesia Perlu Perbanyak Kerja Sama dengan Asing untuk Tinggalkan Batubara
Indonesia perlu menarik dukungan internasional serta berkolaborasi dalam teknologi pengembangan energi terbarukan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
DUBAI, KOMPAS — Indonesia melakukan beberapa kerja sama dengan berbagai pihak di bidang energi dalam beberapa hari penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim Ke-28 atau COP28, di Dubai, Uni Emirat Arab. Indonesia bisa lebih ambisius dalam melepas ketergantungan dengan energi fosil, seperti batubara, melalui bantuan luar negeri.
Kurang dari sepekan penyelenggaraan COP28, Indonesia melalui PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) meneken dua kerja sama di sektor ketenagalistrikan. Dari menjajaki rencana pengembangan besar pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung berkapasitas 145 megawatt (MW) di Cirata, Jawa Barat, yang bisa memberi listrik kepada 50.000 rumah dan mengurangi 214.000 ton emisi karbon per tahun. Kemudian, merencanakan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Cirebon melalui program energy transition mechanism (ETM) Asian Development Bank (ADB).
Manajer Program Ekonomi Hijau Institute for Essential Services Reform (IESR) Wira A Swadana, dalam keterangannya, Senin (4/12/2023), mengatakan, Indonesia perlu menarik dukungan internasional serta berkolaborasi dalam teknologi dan pengetahuan, untuk mendorong pengembangan energi terbarukan, sebagai bentuk mitigasi perubahan iklim.
Indonesia telah memiliki dokumen kontribusi nasional yang ditingkatkan (enhanced nationally determined contribution/ENDC) di 2022. Dokumen ini membidik target penurunan emisi sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri dan 43,2 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030. Pada 2025, Indonesia perlu menyiapkan ENDC kedua yang harus lebih ambisius agar tingkat emisi di seluruh sektor tidak melebihi 850 juta ton CO2.
Di sektor kelistrikan, Indonesia telah menetapkan target 44 persen bauran energi terbarukan di 2030. Menurut perhitungan IESR, meskipun target bauran energi terbarukan tersebut tercapai nantinya, emisi sektor kelistrikan belum akan bisa dikurangi hingga di bawah 200 juta ton CO2. Selain penambahan energi terbarukan, masih diperlukan pengakhiran operasi PLTU, 8 gigawatt sampai 9 GW sebelum 2030 untuk menurunkan emisi pada level tersebut.
Oleh karena itu, Indonesia bisa lebih banyak bekerja sama dengan perusahaan asing untuk mendapatkan investasi teknologi baru hingga dukungan pendanaan dalam melaksanakan upaya adaptasi dan mitigasi iklim.
”Indonesia sudah memiliki berbagai kerja sama iklim. Misalnya, melalui mekanisme JETP dan berbagai kerja sama bilateral tetapi masih terdapat banyak kesenjangan untuk mendorong implementasi mitigasi dan adaptasi iklim yang lebih ambisius. Lebih khusus dalam hal pendanaan dan peningkatan kapasitas,” kata Wira.
Wira pun mendukung Indonesia yang telah memperkuat kerja sama dengan Uni Emirat Arab (UAE) melalui perusahaan energi ramah lingkungan, Masdar. PLN dan Masdar, Minggu (3/12/2023), menandatangani perjanjian untuk melanjutkan rencana pengembangan besar PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara itu dan menjajaki peluang hidrogen ramah lingkungan.
Perjanjian tersebut mencakup kesepakatan kerangka kerja untuk studi bersama mengenai peningkatan tiga kali lipat kapasitas PLTS Cirata menjadi 500 MW. Kemudian, menjajaki opsi energi terbarukan di seluruh dunia dan prospek pengembangan hidrogen ramah lingkungan, yang memiliki potensi besar untuk mendekarbonisasi industri yang sulit dikurangi, termasuk pembuatan baja, konstruksi, transportasi, dan penerbangan.
Chief Executive Officer Masdar Mohamed Jameel Al Ramahi mengatakan, saat dunia mencari solusi mendesak terhadap krisis iklim di COP28, proyek cerdas seperti PLTS Cirata diperlukan. Dengan sumber daya tenaga surya yang melimpah, UEA dan Indonesia berada pada posisi strategis.
Dibangun di atas 20 persen permukaan waduk Cirata, PLTS Cirata mengurangi penggunaan lahan. Efek pendinginan air juga dapat meningkatkan efisiensi panel, serta mengurangi penguapan air sehingga menghemat air untuk minum dan irigasi. Proyek Cirata akan menyalurkan listrik ke rumah-rumah warga, mengurangi emisi, dan menciptakan lapangan kerja.
”Dengan perekonomian yang kuat dan sumber daya terbarukan yang melimpah, Asia Tenggara merupakan tujuan investasi utama bagi Masdar. Melalui kerja sama yang lebih erat dengan PLN, kami akan terus memelopori inovasi di bidang tenaga surya, hidrogen hijau, dan bidang penting lainnya untuk mendukung transisi energi di kawasan ini,” kata Jameel dalam keterangannya.
Dalam COP28, PLN juga mendapat dukungan Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk mempercepat masa pensiun PLTU Cirebon-1 berkapasitas 660 MW pada Desember 2035, hampir tujuh tahun lebih awal dari yang dijadwalkan pada Juli 2042. PLTU biasanya beroperasi selama 40 tahun atau lebih. Ketika PLTU Cirebon-1 dioperasikan pada tahun 2012 harus berhenti pada tahun 2035, akan menghindari emisi gas rumah kaca lebih dari 15 tahun.
Perjanjian kerangka kerja tidak mengikat ditandatangani pada COP28, Minggu (3/12/2023), oleh PLN, ADB, PT Cirebon Electric Power (CEP), dan Indonesia Investment Authority (INA). Mereka sepakat untuk mempersingkat pasokan listrik perjanjian pembelian PLTU Cirebon-1 dan mengakhiri kewajiban pembangkit listrik untuk menyediakan listrik pada 2035.
Presiden ADB Masatsugu Asakawa mengatakan, perjanjian kerangka kerja ini merupakan perkembangan penting dalam program ETM yang diinisiasi ADB. ETM adalah inisiatif kolaboratif dan terukur yang memanfaatkan pendekatan berbasis pasar untuk mempercepat transisi dari bahan bakar fosil ke energi ramah lingkungan.
Program transisi energi yang mereka kerjakan juga diikuti studi mengenai dampak teknis dan finansial dari penutupan awal pembangkit listrik terhadap sistem ketenagalistrikan PLN.
”ADB akan terus bekerja sama dengan mitra-mitra kami di Indonesia dan kawasan untuk menunjukkan bahwa pembangkit listrik tenaga batubara dan bahan bakar fosil lainnya dapat dihentikan sejak dini dengan cara yang adil dan terjangkau. Ini sebuah kemenangan bagi iklim dan masyarakat,” katanya.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyampaikan, PLN berkomitmen menjadi pemimpin dalam upaya transisi energi Indonesia menuju emisi nol bersih dengan cara yang adil dan terjangkau. Ia menyebut, PLN telah memangkas rencana pembangunan PLTU sebesar 13,3 GW, membatalkan PLTU berkapasitas 1,3 GW yang sudah menandatangani jual-beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA), dan menghentikan pengembangan PLTU baru.
”Penghentian penggunaan batubara secara dini adalah inisiatif luar biasa yang memerlukan dukungan internasional seperti ETM. Bekerja melalui ETM dengan CEP menandakan komitmen PLN terhadap energi ramah lingkungan dan merupakan contoh tindakan kolaboratif yang diambil PLN untuk mempercepat transisi energi di Indonesia,” kata Darmawan.