Ketidakpastian Berlanjut, Harga Emas Merangkak Naik
Naiknya harga emas merupakan respons atas kekhawatiran masyarakat atas kondisi ketidakpastian dunia.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tren kenaikan harga emas perhiasan dinilai merupakan respons kekhawatiran masyarakat atas kondisi ketidakpastian yang masih melanda. Naiknya harga emas juga tecermin dari terjadinya inflasi emas belakangan ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, tingkat inflasi tahunan pada November 2023 tercatat sebesar 2,86 persen dan secara bulanan sebesar 0,38 persen. Emas perhiasan merupakan komoditas yang memberikan kontribusi terhadap inflasi tahunan sebesar 0,11 persen dan terhadap inflasi bulanan sebesar 0,03 persen. Andil komoditas emas perhiasan, baik terhadap inflasi tahunan maupun inflasi bulanan, meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yang masing-masing sebesar 0,10 persen dan 0,01 persen.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, inflasi yang terjadi pada komoditas emas perhiasan perlu diwaspadai. Kondisi ini dapat mengindikasikan adanya kekhawatiran masyarakat terhadap prospek ekonomi ke depan.
”Kita perlu mengamati dan waspada karena kenaikan inflasi pada emas berkaitan dengan kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi yang kurang baik, sehingga pemilik modal atau masyarakat pada umumnya cenderung menyimpan uangnya dalam bentuk investasi emas,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (3/12/2023).
Mengutip data harga-emas.org, harga spot emas per 1 Desember tercatat Rp 1,031 juta per gram atau naik sekitar 2,5 persen secara bulanan dan naik 17,30 persen secara tahunan. Pada periode yang sama, harga spot emas dunia juga mengalami kenaikan sekitar 4,4 persen secara bulanan menjadi 2.072 dollar AS per troy ounce atau 66,62 dollar AS per gram.
Senior Investment Information Mirae Asset Nafan Aji Gusta menjelaskan, permintaan emas yang meningkat, baik secara global maupun domestik, terjadi akibat adanya konflik geopolitik. Sebab, emas merupakan salah satu instrumen investasi yang dianggap bersifat aman dan stabil di tengah situasi ekonomi, politik, dan geopolitik yang serba tidak pasti (safe haven).
”Permintaan emas meningkat sehubungan dengan faktor geopolitik, seperti antara Rusia dan Ukraina, atau yang saat ini terjadi antara Hamas dan Israel. Jika tensi geopolitik terus berlanjut, perekonomian global akan tumbuh melambat sehingga permintaan terhadap emas pun meningkat,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta.
Itu (pertumbuhan konsumsi rumah tangga) menunjukkan daya beli masyarakat sebetulnya masih bagus.
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Teuku Riefky, menambahkan, inflasi emas perhiasan bisa disebabkan oleh dua faktor, yakni siklus menjelang akhir tahun dan situasi ketidakpastian global. Kondisi global yang tidak stabil cenderung akan mendorong investor untuk mengalihkan investasinya ke emas.
Di tengah kondisi tersebut, tingkat inflasi inti secara bulanan tercatat sebesar 0,12 persen atau meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 0,08 persen. Kendati demikian, tekanan inflasi inti secara tahunan terus menurun menjadi 1,87 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 1,91 persen.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud, Jumat (1/12/2023), menjelaskan, menurunnya tekanan inflasi inti secara tahunan tidak berarti menunjukkan rendahnya daya beli masyarakat. Sebab, konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2023.
Berdasarkan data BPS, produk domestik bruto (PDB) nasional pada kuartal III-2023 tumbuh 4,94 persen secara tahunan. Dilihat dari distribusi dan pertumbuhan PDB menurut pengeluarannya, konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang utama PDB dengan distribusi sebesar 52,62 persen dan tercatat tumbuh sebesar 5,06 persen secara tahunan.
”Itu (pertumbuhan konsumsi rumah tangga) menunjukkan daya beli masyarakat sebetulnya masih bagus. Dengan perkembangan konsumsi rumah tangga yang tumbuh di atas 5 persen secara tahunan, kami melihat ini menjadi salah satu tanda bahwa program-program pemerintah terkait pengendalian inflasi menunjukkan hasil yang bagus,” ujarnya.
Inflasi terjaga
Di sisi lain, Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada Oktober 2023 melaporkan, ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan terpantau menguat. Hal ini tecermin dari indeks ekspektasi konsumen (IEK) Oktober 2023 yang tercatat sebesar 134,2 atau berada dalam zona optimistis.
Menurut Nafan, peningkatan mobilitas masyarakat menjelang libur akhir tahun dan realisasi belanja pemerintah, terutama menjelang Pemilu 2024 yang kini telah memasuki masa kampanye, juga akan berkontribusi terhadap tingkat inflasi inti. Lebih lanjut ia memperkirakan tingkat inflasi November 2023 masih relatif stabil dan sesuai dengan sasaran target pemerintah sebesar 2-4 persen.
”Apalagi, pemerintah pada tahun depan akan menurunkan target inflasi menjadi 1,5-3,5 persen. Namun, perlu diwaspadai juga adanya potensi kenaikan inflasi dari imported inflation (inflasi barang impor),” ujarnya.
Faisal menambahkan, tingkat inflasi pada November umumnya cenderung akan lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Sementara itu, momentum hari raya Natal dan Tahun Baru 2024 juga akan berdampak pada peningkatan inflasi Desember 2023.
Berdasarkan siklus akhir tahun, inflasi komponen harga bergejolak (volatile food) meningkat karena masa panen gadu telah selesai sehingga harga pangan akan naik sampai awal tahun 2024. Hal ini juga tecermin dalam inflasi bulanan November 2023 yang terutama disebabkan oleh beberapa komoditas hortikultura, seperti cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah, dengan andil inflasi sebesar 0,27 persen.
”Secara spesifik, inflasi November 2023 ternyata lebih tinggi dari perkiraan, yakni sebesar 0,38 persen secara bulanan. Ini dipicu oleh cost push inflation pada volatile food, termasuk juga harga emas. Pada Desember 2023, inflasi bulanan diperkirakan mencapai 0,4 persen atau lebih sehingga tingkat inflasi secara full year bisa mencapai 2,6 persen,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resminya, Sabtu (2/12/2023), menyebut, BI meyakini inflasi tetap terkendali di kisaran sasaran 2-4 persen pada 2023 dan 1,5-3,5 persen pada 2024. Terjaganya tingkat inflasi yang masih dalam target tersebut didukung oleh kebijakan moneter BI dan sinergi pengendalian inflasi antara BI dan pemerintah pusat serta pemerintah daerah melalui penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2023, Kamis (30/11/2023), menegaskan, kebijakan moneter BI pada tahun 2024 akan tetap pada stabilitas (pro-stability) seiring dengan berlanjutnya gejolak global. Di sisi lain, BI juga memiliki bauran kebijakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi (pro-growth), yakni kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah serta ekonomi keuangan syariah.
”Untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 1,5-3,5 persen pada 2024 dan 2025, suku bunga acuan BI-Rate akan dipertahankan dan respons lebih lanjut sesuai dinamika ekonomi global dan domestik. Sinergi GNPIP diperkuat di 46 kantor BI,” ujarnya dalam pidato PTBI 2023 di Jakarta.