BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap kuat dan positif pada tahun 2024 dan 2025.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah kondisi global yang masih diselimuti ketidakpastian, Bank Indonesia memperkirakan perekonomian dalam negeri mampu bertumbuh positif pada tahun 2024 dan 2025. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, sinergi di antara pemangku kepentingan menjadi kunci utama dalam menjaga momentum pemulihan dan pertumbuhan ekonomi.
Hal ini mengemuka dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2023 bertajuk ”Sinergi Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Ekonomi Nasional” di Jakarta, Kamis (29/11/2023). Hadir Presiden RI Joko Widodo dan Gubernur BI Perry Warjiyo memberikan arahan pada acara tersebut.
BI memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 akan tetap kuat pada kisaran 4,7 persen sampai 5,5 persen dan akan meningkat menjadi 4,8 persen hingga 5,6 persen pada 2025. Pertumbuhan ini ditopang oleh peningkatan konsumsi dan investasi, kenaikan gaji aparatur sipil negara, pembangunan infrastruktur di Ibu Kota Nusantara (IKN), serta hasil ekspor hilirisasi. Selain itu, tingkat inflasi diperkirakan tetap terjaga dalam sasaran BI di kisaran 1,5-3,5 persen pada tahun 2024-2025.
Presiden menegaskan, situasi global saat ini sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Oleh sebab itu, dibutuhkan cara pandang yang optimistis dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian serta mempersiapkan antisipasi atas berbagai skenario yang mungkin terjadi di tengah situasi dunia yang dapat dengan cepat berubah.
”Saya ingin mengucapkan terima kasih atas sinergi yang terbangun selama ini, dari Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), pemerintah daerah, dan swasta sehingga proses pemulihan ekonomi kita dapat berjalan dengan baik dan stabilitas ekonomi kita juga pada posisi yang tetap stabil,” kata Presiden.
Ia menambahkan, tingkat inflasi yang masih terjaga stabil 2,6 persen dan pertumbuhan ekonomi domestik yang masih di kisaran 5 persen cenderung lebih baik jika dibandingkan dengan negara lain. Namun, Presiden turut mendorong agar pemerintah pusat dan daerah dapat terus mengoptimalkan belanjanya. Sebab, hingga saat ini, belanja pemerintah pusat dan daerah masih di sekitar 76 persen dan 64 persen.
Selain itu, industri perbankan juga diminta agar terus meningkatkan penyaluran kreditnya kepada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) meski tetap mengedepankan aspek kehatian-hatian. ”Kita harus prudent dalam langkah, tetapi juga jangan terlalu hati-hati. Kredit semuanya terlalu hati-hati sehingga berefek pada keringnya perputaran di sektor riil,” kata Jokowi.
Perry menambahkan, tingkat ketidakpastian global masih tinggi ditandai dengan lima karakter, yakni perlambatan ekonomi global dan divergensi pertumbuhan antarnegara, penurunan inflasi yang melambat, serta era suku bunga tinggi untuk waktu yang lama (higher for longer). Selain, itu, penguatan dollar AS terhadap mata uang negara lain dan mengalirnya portofolio investasi ke negara maju turut menambah ketidakpastian global.
Kredit semuanya terlalu hati-hati sehingga berefek pada keringnya perputaran di sektor riil. (Joko Widodo)
Kendati demikian, hasil stress test BI menunjukkan, stabilitas sistem keuangan domestik terjaga dari dampak global. ”Ekonomi nasional berdaya tahan dari pandemi Covid-19 dan dari gejolak global, kuncinya hanya satu, yakni sinergi. Dalam masalah berat dan kompleks, tidak mungkin dapat dihadapi sendiri, perlu kerja sama dan koordinasi. Bersatu kita kuat dan terus bangkit,” tuturnya.
Perry menyebut, pihaknya akan tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuan dengan tetap menyesuaikan dinamika ekonomi global yang terjadi untuk menjaga stabilitas (pro-stability) pada periode 2024. Hal ini dilakukan agar nilai tukar rupiah tetap stabil dan tingkat inflasi terjaga sesuai sasaran.
Di sisi lain, BI juga memberikan bauran kebijakan yang diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi (pro-growth), seperti kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, keuangan inklusif dan hijau. Dengan berbagai bauran tersebut, pertumbuhan kredit diperkirakan tumbuh 10-12 persen pada 2024 dan akan meningkat menjadi 11-13 persen pada 2025.
Menurut Perry, kebangkitan ekonomi Indonesia memerlukan transformasi di sektor riil, seperti infrastruktur, konektivitas fisik dan digital, hilirisasi mineral batubara, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pariwisata, ekonomi kreatif, dan digitalisasi. Selain itu, dibutuhkan pula perizinan yang ramah untuk iklim bisnis dan investasi.
”Sinergi bauran kebijakan ekonomi tersebut akan memperkuat ketahanan dan kebangkitan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan lebih tinggi dan stabilitas tetap terjaga ke depan. Dalam jangka menengah, pertumbuhan akan mencapai 5,3-6,1 persen pada tahun 2028. Inflasi juga terjaga rendah pada kisaran 1,5-3,5 persen, demikian juga neraca pembayaran tetap sehat,” kata Perry.