Upah Minimum Disalahgunakan untuk Buruh Bermasa Kerja Lebih dari Setahun
Upah minimum disalahgunakan sejumlah perusahaan untuk membayar rendah upah buruh yang bermasa kerja lebih dari setahun.
JAKARTA, KOMPAS - Implementasi upah minimum kepada pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun masih banyak terjadi. Padahal, kelompok pekerja ini semestinya memperoleh gaji sesuai dengan struktur skala upah alias di atas upah minimum.
Upah minimum provinsi (UMP) di berbagai wilayah telah ditetapkan pada Selasa (21/11/2023). Adapun upah minimum kabupaten dan kota (UMK) paling lambat ditetapkan pada 30 November 2023.
Baca juga : UMP Naik di Bawah Kenaikan Gaji ASN
Upah minimum dimaksudkan sebagai jaring pengaman bagi buruh atau pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun. Namun, kenyataannya, sejumlah perusahaan menggunakan UMP dan UMK sebagai standar upah kepada pekerjanya yang sudah bekerja selama bertahun-tahun.
Ini terjadi, misalnya, pada Shinta (46), bukan nama sebenarnya. Buruh pabrik sepatu di Kota Tangerang, Banten, itu sudah 28 tahun bekerja. Ia bekerja di pabrik itu sejak lulus SMP. Sampai sekarang, dia masih menerima gaji sesuai upah minimum kota (UMK).
”Kalau gaji saya naik, ya, itu karena mengikuti kenaikan UMK yang ditetapkan oleh pemerintah,” ujar Shinta saat dihubungi, Rabu (22/11/2023).
Shinta tinggal sendiri dengan anak semata wayangnya yang duduk di bangku SMA. Dengan gaji sesuai UMK yang sekitar Rp 4 juta, dia mengaku setiap bulan hanya mampu menyisihkan Rp 200.000- Rp 300.000 untuk tabungan.
Situasi menjadi semakin sulit ketika biaya hidup naik lebih tinggi ketimbang kenaikan UMK. Pengeluaran rutin bulanan Shinta, antara lain, untuk membeli kebutuhan pokok, serta membayar kontrakan dan membiayai pendidikan anaknya. ”Harga cabai sekilo saja bisa tembus di atas Rp 50.000,” katanya.
Sekarang, ada rumor pabrik tempat saya bekerja mau tutup. Ini menambah kecemasan saya bisa hidup layak bersama anak.
Adanya mekanisme kerja sif beserta tunjangan yang diterapkan perusahaan, menurut Shinta, tidak banyak membantu menambah pendapatannya. Dia masih kerap mengambil uang yang dia tabung di koperasi untuk menyokong kebutuhan anak sekolah.
”Kadang suka mikir bagaimana memutar uang agar bisa menabung. Sekarang, ada rumor pabrik tempat saya bekerja mau tutup. Ini menambah kecemasan saya bisa hidup layak bersama anak,” imbuh Sinta.
Sejak 2011
Niken (44), juga bukan nama sebenarnya, mengalami hal serupa. Ia bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik garmen di Purwakarta sejak 2011. Namun, sampai sekarang, upahnya tetap mengikuti UMK.
Sebelum bekerja di tempat kerjanya sekarang, Niken sudah pernah bekerja di tempat lain yang sama-sama bergerak di sektor garmen. Perempuan itu sudah berkeluarga dengan suami yang juga bekerja dan memiliki empat anak.
Sebagai pekerja, buruh seperti saya selalu berpikir yang penting tetap digaji daripada pabrik tiba-tiba hengkang ke daerah lain dan kami jadi menganggur.
Suatu ketika, Niken menceritakan, ia bersama sejumlah karyawan yang memiliki nasib sama pernah bertanya kepada manajemen soal upah yang sama dengan UMK itu. Namun, ia dan kawan-kawannya tidak mendapat jawaban yang memuaskan.
”Salah satu alasan yang pernah disampaikan oleh manajemen adalah UMK di sini sudah termasuk tinggi. Sebagai pekerja, buruh seperti saya selalu berpikir yang penting tetap digaji daripada pabrik tiba-tiba hengkang ke daerah lain dan kami jadi menganggur,” katanya.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri, dalam temu media, Selasa (21/11) sore, di Jakarta, menyatakan, jumlah pekerja formal di Indonesia sekitar 50 juta orang. Hanya 3,8 persen atau sekitar 1,9 juta orang yang merupakan pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun.
Mereka yang memiliki masa kerja di atas satu tahun seharusnya menerima gaji atau upah sesuai dengan struktur skala upah yang ditetapkan secara bipartit antara manajemen perusahaan dan pekerja. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 menjadi dasarnya.
Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Roy Jinto Ferianto mengatakan, kebanyakan pekerja yang tergabung dalam KSPSI masih ada yang dibayar sesuai nilai upah minimum. Di industri garmen dan tekstil, lebih dari 50 persen anggota KSPSI mendapat gaji sebatas UMK atau upah minimun provinsi (UMP).
Upah riil turun
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita, mengatakan, selama ini sejumlah buruh tidak pernah menikmati kenaikan upah. Mereka hanya mengalami penyesuaian upah. Sebab, ketika kenaikan upah masih dalam pembahasan, harga-harga kebutuhan pokok sudah lebih dulu merangkak naik.
”Jangankan untuk menabung demi masa depan keluarga. Hanya sekadar bertahan hidup dalam sebulan pun banyak yang tidak mampu sehingga sering di kalangan buruh terjebak pinjol (pinjaman daring) demi menutupi kekurangan kebutuhan keluarga,” ujarnya.
Hanya sekadar bertahan hidup dalam sebulan pun banyak yang tidak mampu sehingga sering di kalangan buruh terjebak pinjol (pinjaman daring) demi menutupi kekurangan kebutuhan keluarga.
Elly juga menekankan, upah minimum yang seharusnya diberikan hanya untuk buruh dengan masa kerja di bawah satu tahun atau lajang, sekarang malah marak dipakai untuk seluruh pekerja tanpa memandang masa kerja.
KSBSI berkali-kali ikut mendorong pemerintah menegakkan kewajiban perusahaan menetapkan struktur skala upah bagi buruh dengan masa kerja di atas satu tahun. Namun, dia mengamati, dorongan itu sepertinya tidak dijalankan oleh pemerintah.
”Makanya, setiap tahun selalu ada friksi menjelang penetapan upah minimum, baik UMP maupun UMK,” katanya.
Penegakan hukum
Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Sunarno mengatakan, KASBI menyarankan agar ada penegakan kenaikan upah bagi pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun berdasarkan struktur skala upah. KASBI juga mengusulkan adanya upah sektoral nasional.
”Untuk pemerataan kenaikan upah minimum, kami berharap pemerintah sebaiknya membuat diskresi aturan penetapan kenaikan menggunakan dasar kebutuhan hidup riil secara nasional,” tuturnya.
Sebanyak 60 persen pekerja dibayar dengan memakai UMK karena upah sektoral dihapus sejak tiga tahun terakhir mengikuti UU Cipta Kerja.
KASBI beranggotakan sekitar 140.000 orang buruh. Mereka terdiri dari buruh manufaktur, perkebunan, konstruksi, pertambangan, minyak dan gas bumi, makanan olahan, perikanan, dan sektor publik.
Menurut Sunarno, hanya 5 persen yang merupakan pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun. Sisanya sudah bekerja di atas satu tahun. Sebanyak 60 persen pekerja dibayar dengan memakai UMK karena upah sektoral dihapus sejak tiga tahun terakhir mengikuti UU Cipta Kerja. (MED/RTG/DAN)