Tak Sekadar Sirkuit, Diferensiasi Wisata Dilakukan di Mandalika
Demi menggerus ”branding” Mandalika yang hanya sebagai sirkuit balapan, beragam obyek olahraga lain sedang dan akan dibangun di sana.
JAKARTA, KOMPAS – Indonesia Tourism Development Corp berupaya mengembangkan Mandalika agar tak hanya dikenal karena sirkuitnya. Skema besar telah dirancang untuk memopulerkan kawasan itu sehingga tak hanya menarik investor, tetapi juga wisatawan.
President Director Indonesia Tourism Development Corp (ITDC) atau PT Pengembangan Pariwisata Indonesia Ari Respati menilai, kesan yang melekat pada Mandalika, Mataram, Nusa Tenggara Barat, adalah sirkuit atau MotoGP. Padahal, proporsi sirkuit hanya 38 hektar dari total kawasan yang mencapai 1.200 hektar.
Sebagai upaya memperkenalkan Mandalika dan sekitarnya untuk meyakinkan investor, ITDC telah mengajak para investor berkunjung ke sana. Berbagai lokasi di NTB, seperti Mandalika dan Lombok, ditawarkan karena berpotensi jadi magnet pariwisata.
Baca juga: Daya Tarik Mandalika Akan Diperluas
Pembangunan arena sejumlah olahraga lain untuk menjual wisata Mandalika juga sedang dilakukan. Salah satunya, membangun pacuan kuda bertaraf internasional. Menurut rencana, pacuan ini akan diluncurkan pada kuartal III-2024. Arena ini murni digarap investor.
ITDC, lanjut Ari, juga telah menandatangani kesepakatan dengan PT Indonesian Paradise Property Tbk. Perusahaan yang menaungi sejumlah hotel berbintang, antara lain Grand Hyatt Jakarta dan Harris Hotel Tuban Bali itu berinvestasi membangun stadion paddle.
”Kami rasa akan jadi sebuah titik balik bahwa daerah Mandalika itu memang cocok sebagai sport tourism,” ujar Ari di Menara Kompas, Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Sepanjang 2023, setidaknya ada tujuh balapan yang diadakan di Sirkuit Mandalika pada Maret hingga Oktober. Jumlah balapan yang terbatas perlu dipicu untuk menumbuhkan daya tarik lain agar perputaran ekonomi tak hanya bergerak ketika ada helatan di sirkuit.
Festival musik
Tak hanya olahraga, menurut rencana aspek hiburan juga akan melengkapi pariwisata Mandalika, apalagi pendapatan di luar acara MotoGP (non-racing revenue) hampir 40 persen. ITDC berharap, sejumlah festival musik dapat diadakan di Mandalika. Namun, Ari mengatakan, rencana ini akan terus dikaji, tak terburu-buru, dan tak terlalu gegabah dalam mengembangkan Mandalika sebagai kawasan hiburan.
”Perhelatan MotoGP akan bangun side stream bagus buat entertainment karena kawasan memadai dan saya rasa sudah mendukung,” kata Ari.
Festival musik dan ajang hiburan lainnya diharapkan dapat menjadi aktivitas pendamping selain balapan di sirkuit. Sebab, tak cukup jika hanya mengandalkan dari sponsor serta penjualan karcis helatan olahraga.
Baca juga: Menjaga Asa Keberlanjutan Mandalika
Pihaknya menyambut baik siapa pun yang berminat menanamkan modalnya di Mandalika. Sejumlah arena olahraga telah, sedang, dan akan dibangun. Hal ini menegaskan fokus pengembangan pada wisata olahraga.
Selain itu, ketersediaan atas kebutuhan dasar seperti akomodasi dibutuhkan. ITDC terus mencari dan memanfaatkan alam, seperti pesisir pantai, untuk dapat dibangun resor. Salah satu yang telah menandatangani kontrak adalah investor Rusia.
”Kami juga akan membuka peluang, bukan hanya untuk sekadar resor atau hotel, tapi terbuka juga pada investasi yang menarik crowd lebih banyak, misal theme park,” katanya.
ITDC akan memberikan formulasi paket khusus bagi investor. Sistemnya berupa sewa panjang 30 tahun plus 50 tahun sehingga totalnya mencapai 80 tahun.
Fasilitas lain adalah fleksibilitas fiskal yang menyentuh beragam pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak barang mewah. Fasilitas nonfiskal juga diberikan, seperti kemudahan perizinan serta kepemilikan barang asing di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata. Ini dapat menguntungkan investor di Mandalika.
Investasi tak hanya terbuka untuk pembangunan skala besar, tetapi juga menyentuh skala yang lebih kecil. Beberapa di antaranya restoran dan tempat hiburan lain.
Diferensiasi produk
Peneliti Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sotya Sasongko, meyakini, kota-kota besar, seperti ibu kota provinsi, memiliki akses dan fasilitas transportasi udara, darat, dan laut yang baik. Fasilitas wisatawan pun sudah terakomodasi.
Diferensiasi produk wisata memang diperlukan di Mandalika, terlebih lokasi itu dicanangkan sebagai destinasi pariwisata superprioritas sekaligus KEK. Acara olahraga yang tak hanya terfokus pada MotoGP, tetapi juga pacuan kuda, misalnya, berpotensi menarik lebih banyak wisatawan.
”Orang akan menjadwalkan berwisata. Wisatawan mancanegara dan domestik sudah merencanakan sejak sekarang untuk 2024 akan ke mana saja. Kalau sesuai dengan hobi mereka, pasti akan meluangkan waktu dan dana,” ucapnya.
Baca juga: Tantangan Keberlanjutan MotoGP Mandalika
Acara-acara yang terjadwal dapat memudahkan wisatawan, juga untuk menyesuaikan dengan rencana berliburnya. Mereka terbantu untuk mendapatkan tiket pesawat yang lebih murah karena dapat memesan dari jauh-jauh hari. Dalam satu tahun, akan terlihat animo wisatanya, mulai dari otomotif, lari, berselancar, dan lain-lain yang dapat dikembangkan.
Orang akan menjadwalkan berwisata.
Sotya mengatakan, beragam wisata olahraga jika dipadukan dengan konser-konser musik akan makin memuaskan hasrat berlibur pengunjung. Sebab, dalam sekali kunjungan, mereka bisa menikmati banyak manfaat.
”Enggak hanya alam, tapi juga musik, budaya. Uang itu akan semakin berharga, makin kuat. Ketika viral dan disampaikan dari mulut ke mulut, tentu akan menarik wisatawan lain. Kalau berkelanjutan dan konsisten, akan lebih berkembang lagi pariwisata di Indonesia timur,” tuturnya.
Para musisi lokal akan merasakan dampak positifnya. Karya-karya mereka makin dikenal, popularitas meningkat karena dilibatkan mengisi acara dalam konser-konser yang diadakan.
Dari segi fasilitas umum, Sotya meyakini, kota-kota besar, seperti ibu kota provinsi, memiliki akses dan fasilitas transportasi udara, darat, dan laut yang baik. Namun, usaha-usaha jasa makanan, minuman, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perlu dihidupkan.
Paket atau bundling wisata antarpihak dapat diupayakan. Kerja sama antara operator transportasi dan UMKM lokal, misalnya, dapat dilakukan. Kemitraan ini perlu dibina sehingga menguntungkan seluruh pihak. Pemerintah sebagai regulator mendukung dengan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan semua pihak pula.
Baca juga: Di Balik Geliat Ekonomi (Musiman) Mandalika
Nando Gloria (27), konsumen asal Bali yang beberapa kali berkunjung ke Mandalika, menyatakan ketertarikannya untuk kembali hadir di Mandalika menikmati ragam olahraga lain. Selain itu, ia menyebutkan akan kembali berkunjung karena Lombok merupakan daerah yang tak kalah indahnya dengan Bali.
”Kalau MotoGP, kan, cukup menarik massa. Kalau seandainya event-event lain serupa, mungkin bisa menarik massa lebih banyak buat datang ke Mandalika. Akses lebih gampang daripada ke Jakarta yang sudah penuh dengan kepadatannya,” ujar Nando.
Paket-paket wisata yang disediakan masyarakat lokal akan sia-sia ketika kemacetan terjadi. Banyak warga yang memanfaatkan kondisi ini untuk mendongkrak biaya jasa transportasi hingga berlipat-lipat dari harga normal. Oleh karena itu, ia berharap agar akses dan ketersediaan akomodasi dan restoran berstandar baik dapat terjamin di Mandalika ketika pergelaran besar apalagi berskala internasional dihelat.
Hal serupa diutarakan oleh Monica Ratnasari (28). Warga Jawa Barat itu tertarik menyambangi Mandalika ketika banyak opsi acara. Namun, dirinya yang pernah tinggal di Bali mempertimbangkan untuk pergi ke sana karena transportasi dan akomodasinya mahal.
Walau berangkat dari Bali, biaya transportasi dinilai kurang terjangkau. Sebab, biayanya terkerek naik, bahkan hingga 3-4 kali lipat. ”Menurut aku, Mandalika itu menarik orang-orang buat datang, tapi enggak bisa dijangkau banyak orang,” katanya.
Akan tetapi, Nando ataupun Monica menyatakan rela merogoh kocek hingga jutaan rupiah jika konser internasional dihelat di Mandalika. Nando menganggarkan sekitar Rp 2 juta, sedangkan Monica hingga Rp 5 juta. Biaya ini di luar transportasi dan akomodasi yang diharapkan dapat lebih terjangkau.
Baca juga: Kebanyakan Konsep KEK, Pemerintah-Investor Gagal Paham