Perbankan Berkomitmen Genjot Penyaluran Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Sistem Informasi Kredit Program Kementerian Keuangan, realisasi penyaluran KUR hingga 20 November 2023 mencapai Rp 218,4 triliun atau 73,54 persen dari target yang ditetapkan.
JAKARTA, KOMPAS — Industri perbankan berkomitmen mengoptimalkan penyaluran kredit kepada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM. Hal ini dilakukan melalui pengembangan infrastruktur digital dan kebijakan pemerintah.
Direktur Utama PT Bank BTPN Tbk (Bank BTPN) Henoch Munandar mengatakan, pihaknya akan terus mendorong penyaluran kredit kepada segmen UMKM yang saat ini cenderung melambat. Kendati ruang gerak yang dimiliki tidak seleluasa bank pemerintah, BTPN optimistis dapat mendorong penyaluran kredit UMKM, salah satunya dengan mengembangkan infrastruktur digital.
”Menurunnya penyerapan kredit usaha rakyat (KUR) ini mencerminkan kegiatan usaha di segmen tertentu terbatas. Namun, pembiayaan mikro kami tahun ini justru meningkat hampir 60 persen. Kami akan terus meningkatkan penyaluran kredit UMKM dengan berbasis infrastruktur digital (digital mikro) sebagai strategi untuk mengatasi kekurangan infrastruktur masing-masing bank,” katanya seusai acara BTPN Economic Outlook 2024, di Jakarta, Rabu (22/11/2023).
Peningkatan pembiayaan mikro yang cukup signifikan tersebut, salah satunya karena dasar (base) penyaluran kredit BTPN relatif lebih rendah ketimbang bank pemerintah lainnya. Di samping itu, transformasi digital melalui produk Jenius semakin mempermudah korporasi dalam melakukan penetrasi terhadap segmen mikro.
Henoch menambahkan, BTPN optimistis pada 2024 dapat mencatatkan pertumbuhan produk digital mikro pada level dua digit atau mencapai 40 persen. Hal ini sejalan dengan ketentuan dari Bank Indonesia yang mengamanatkan perbandingan kredit UMKM terhadap keseluruhan kredit perbankan sebesar 30 persen. Saat ini rasio kredit UMKM BTPN tercatat 29 persen.
Komitmen serupa turut digaungkan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI. Selama periode Januari-Oktober 2023, BRI telah menyalurkan KUR Rp 123,51 triliun kepada 2,7 juta debitor atau 63 persen dari target yang ditetapkan oleh pemerintah, yakni Rp 194,4 triliun.
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengatakan, target penyaluran KUR yang diberikan kepada BRI tersebut telah direvisi dari sebelumnya sebesar Rp 270 triliun. Hal ini juga sejalan dengan revisi target penyaluran KUR 2023 secara nasional sebesar Rp 297 triliun dari yang sebelumnya Rp 450 triliun.
"Penyaluran KUR BRI tersebut baru tersalurkan dengan signifikan setelah pedoman dan perangkat kebijakan penyaluran KUR terbit pada awal September 2023,” katanya secara tertulis, Senin (21/11/2023).
Kami masih mendata bank-bank yang terindikasi melakukan penyelewengan dalam penyaluran KUR ( Yulius).
Seluruh ketentuan mengenai penyaluran KUR tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR dan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 371 Tahun 2023 tentang Besaran Subsidi Bunga/Subsidi Marjin KUR.
Menurut Supari, kebijakan pemerintah yang mendukung kenaikan kelas para pelaku UMKM tersebut sangat baik dan membuat perbankan terkait menjadi patuh dalam menyalurkan KUR. Sebab, jika bank penyalur tidak patuh terhadap instrumen tersebut, bank penyalur dapat dikenai sanksi berupa pinalti hingga tidak dibayarkan subsidi bunganya.
”Dalam menyalurkan KUR, kami tetap memegang prinsip kehati-hatian dan asas prudential banking karena KUR bukan hibah atau bantuan, melainkan kredit yang bersumber dari dana bank atau dihimpun dari dana masyarakat. Oleh karena itu, penyaluran KUR harus dapat dipertanggungjawabkan dan harus tetap menjaga kualitas kreditnya," ujarnya.
Berdasarkan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penyaluran KUR hingga 20 November 2023 mencapai Rp 218,4 triliun atau 73,54 persen dari target yang ditetapkan. Padahal, target realisasi KUR tahun ini lebih kecil dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp 373,17 triliun dengan capaian realisasi 97,95 persen.
Sebelumnya, Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Yulius menjelaskan, penyaluran KUR cenderung melambat karena proses administrasi pemerintah yang memakan banyak waktu sehingga penerapannya terlambat. Di samping itu, masih ditemukan pula beberapa penyalahgunaan KUR, baik oleh lembaga pembiayaan maupun penerima KUR.
”Saat ini kami masih mendata bank-bank yang terindikasi melakukan penyelewengan dalam penyaluran KUR. Nantinya tentu pemerintah akan memberikan sanksi bagi yang melanggar. Salah satunya dengan mencabut subsidi bunga,” katanya dalam konferensi pers Hasil Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan KUR Tahun 2023, di Jakarta.
Baca juga: Penyaluran KUR Diperkirakan Tak Mencapai Target
Minim sosialisasi
Selain ditemukannya indikasi penyalahgunaan, pemahaman KUR di tataran masyarakat masih minim. BRI Research Institute pada 2022 melaporkan, 40 persen atau 18 juta dari 45 juta pelaku usaha ultramikro belum mendapatkan akses pembiayaan lembaga keuangan formal.
Kepala UKM Centre Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Zahra Kemala Nindita Murad menjelaskan, terdapat gap antara permintaan dan penawaran pembiayaan UMKM. Artinya, lembaga penyalur memiliki kapasitas yang besar, tetapi hal ini tidak tersampaikan dengan baik kepada para pelaku UMKM.
Mereka membutuh pinjaman, tetapi tidak tahu harus menghubungi siapa.
”Para pelaku UMKM tidak tahu soal itu karena sosialisasinya masih kurang. Padahal, mereka membutuh pinjaman, tetapi tidak tahu harus menghubungi ke siapa. Di sisi lain, ada juga yang mengkhawatirkan soal riba atau soal arus dana, terutama yang supermikro karena biasanya cashflow mereka tidak menentu,” tuturnya.
Sosialisasi mengenai KUR tersebut, lanjut Zahra, tidak sebatas mekanisme pengajuan saja, tetapi termasuk juga alokasi kebutuhan modal usaha, operasional teknologi, dan administrasi perizinan. Oleh karena itu, perlu adanya ekosistem pendampingan para pelaku UMKM.
Menurut Zahra, pendamping UMKM tersebut bertugas memberikan pelatihan, salah satunya terkait penggunaan mesin produksi. Di sisi lain, para pelaku UMKM juga membutuhkan pendampingan mengenai pembuatan keterangan izin berusaha lantaran tidak semua pelaku paham tentang hal itu.
Kepala Keasistenan Utama Substansi IV Ombudsman RI Dahlena mengatakan, dari ribuan pengaduan yang diterima Ombudsman setiap tahun, kluster pengaduan KUR tergolong paling sedikit. Namun, hal ini bukan berarti menunjukkan kluster KUR tidak memiliki permasalahan sama sekali.
Baca juga: Perbankan Penuhi Target KUR 2022
Dalam rangka pemantauan dan evaluasi pelaksanaan KUR 2023 oleh Kemenkop dan UKM, Ombudsman RI mendata sejumlah permasalahan dalam kluster KUR melalui posko pengaduan pada 31 Agustus-20 September 2023. Selama periode tersebut, Ombudsman RI menerima 80 permintaan informasi dan konsultasi serta 19 laporan/pengaduan dari masyarakat selama periode 31 Agustus-20 September 2023.
”Salah satunya ada yang mengatakan bahwa belum mengajukan KUR karena tidak memiliki agunan, padahal hanya mengajukan pinjaman Rp 25 juta,” katanya.
Sebagaimana diketahui, pedoman pelaksanaan KUR yang dikeluarkan oleh pemerintah mengatur, agunan tambahan dalam pengajuan KUR hanya berlaku untuk kredit dengan plafon di atas Rp 100 juta. Sementara itu, pengajuan pinjaman di bawah Rp 100 juta hanya mewajibkan agunan pokok berupa usaha atau obyek yang dibiayai oleh KUR.