Swasembada Garam Butuh Terobosan Pengolahan Bahan Baku
Upaya mendorong swasembada garam pada tahun 2024 masih sulit terwujud. Terobosan pengolahan garam rakyat dinilai perlu agar memenuhi kriteria industri.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Ketergantungan terhadap impor garam dinilai masih sulit dilepaskan. Di sisi lain, pemerintah menargetkan pemenuhan seluruh kebutuhan garam nasional dari produksi dalam negeri pada tahun 2024.
Target yang dimaksud tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional. Aturan itu mengamanatkan pemerintah pusat dan daerah untuk percepatan pembangunan pergaraman. Kebutuhan garam nasional harus dapat dipenuhi dari garam produksi dalam negeri oleh petambak garam dan badan usaha paling lambat pada tahun 2024.
Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat, kebutuhan garam nasional sekitar 4,5 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, industri chlor alkali plant (CAP) menjadi pengguna garam tertinggi, yakni di kisaran 2,2 juta-2,3 juta ton per tahun, garam untuk konsumsi di kisaran 1,5 juta ton per tahun, aneka pangan sekitar 500.000-700.000 ton.
Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Miftahul Huda, mengungkapkan, kebutuhan garam ditargetkan terpenuhi dari dalam negeri, kecuali industri CAP. Sejumlah 11 industri pengguna garam lain seharusnya sudah bisa menyerap hasil produksi garam dalam negeri. Persoalannya, kualitas garam rakyat kerap dipandang belum memenuhi kriteria kebutuhan bahan baku industri, terutama industri farmasi dan aneka pangan.
Upaya menjalankan amanat Perpres 126/2022 terkait swasembada garam dinilai membutuhkan komitmen kementerian dan lembaga terkait untuk memfasilitasi pengembangan pabrik pengolahan untuk mengolah hasil garam rakyat menjadi bahan baku sesuai kriteria industri. Pengolahan garam itu meliputi pemurnian garam dan menaikkan kadar NaCl.
“Seluruh garam dari tambak itu masih harus diolah, dan tidak bisa langsung dipakai oleh industri. Garam impor pun juga masih perlu diolah sebelum digunakan (industri). Persoalannya apakah komitmen menjalankan mandat swasembada garam atau pilih impor terus?,” kata Huda, saat dihubungi, Jumat (17/11/2023).
Pemerintah menetapkan kuota impor garam pada tahun 2023 sebesar 2,8 juta ton. Hingga September 2023, realisasi impor garam untuk bahan baku industri tercatat 1,8 juta ton. Industri pengguna garam terdiri atas industri aneka pangan, penyamakan kulit, pakan ternak, pengasinan ikan, serta industri peternakan dan perkebunan. Selain itu, industri pengolahan air, sabun dan deterjen, tekstil, pengeboran minyak, farmasi, kosmetik dan industri kimia atau CAP.
Olahan Garam
Huda menambahkan, produksi garam nasional hingga awal November 2023 tercatat sekitar 1,92 juta ton dan diprediksi mencapai target tahun ini. KKP telah menargetkan produksi garam nasional pada tahun 2023 dan 2024 sebesar 2 juta ton per tahun. Upaya melindungi petambak garam diperlukan lewat komitmen industri menyerap hasil produksi garam rakyat.
Kriteria garam yang dibutuhkan industri bervariasi, antara lain tingkat kemurnian dan kadar NaCl. Kebutuhan kadar NaCl bervariasi, mulai dari NaCl 80 persen hingga diatas 97 persen. Adapun garam konsumsi membutuhkan kadar NaCl berkisar 88-94 persen. Sementara itu, garam produksi rakyat memiliki kadar NaCl rata-rata 87-90 persen.
Menurut Huda, industri pengguna garam diluar CAP seharusnya bisa memenuhi bahan baku dari produksi garam dalam negeri. Namun, garam rakyat perlu diolah untuk memenuhi kebutuhan garam industri dengan kadar NaCl 97 persen, seperti industri farmasi dan aneka pangan tertentu. Pola serupa dilakukan untuk beras yang membutuhkan pengolahan tertentu untuk menghasilkan beras premium yang lebih putih dan derajat sosoh.
Saat ini, KKP telah membangun sembilan pabrik pemurnian garam, meliputi 8 pabrik dengan kapasitas pengolahan 6.500 ton per unit dan 1 pabrik dengan kapasitas 10.000 ton. Namun, pabrik olahan garam ini difokuskan untuk kebutuhan bahan baku garam konsumsi, industri pakan ternak dan industri lainnya dengan kadar NaCl 95 persen.
“Yang perlu didorong adalah pengembangan pengolahan-pengolahan garam, sehingga garam dari tambak rakyat bisa memenuhi kriteria bahan baku garam yang diperlukan industri. Ini bukan hanya tugas KKP,” kata Huda.
Ketergantungan impor garam juga menuai sorotan dari DPR RI, dalam Rapat Kerja dengan Menteri Kelautan dan Perikanan tanggal 14 November 2023. Anggota Komisi IV Suhardi, dari Fraksi Partai Demokrat menyoroti kuota impor garam 2,8 juta ton yang memakan devisa negara.
“Bagaimana koordinasi (KKP) dengan kementerian perindustrian terkait kriteria garam impor. Kenapa bebas sekali impor garam ini dan terkesan pro pengusaha. Perlu perhatian khusus (pemerintah) untuk meghidupkan petambak garam dalam negeri,” ujarnya.
Hal senada dikemukakan Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema dari Fraksi PDI Perjuangan. Perpres 126 tahun 2022 dinilai telah mengamanatkan aksi implementasi nyata untuk pengembangan pergaraman nasional. Namun, mayoritas kebutuhan garam masih diimpor. “Indonesia belum mampu menurunkan ketergantungan pada impor garam,” ujarnya. (LKT)