Kementerian ESDM Buka Lagi Opsi Kolaborasi Jaringan Transmisi
Sempat alot dalam koordinasi lintas kementerian, pada awal 2023, pemerintah bersepakat untuk tidak memasukkan ”power wheeling” ke dalam DIM RUU Energi Baru Energi Terbarukan. Namun, opsi itu kini coba dibuka lagi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM membuka kembali opsipower wheelingyang dinilai bakal mempercepat pengembangan energi terbarukan. Skema yang sebelumnya tidak masuk dalam rencana pemerintah itu bakal dibahas dalam rapat kerja Menteri ESDM dengan Komisi VII DPR, pekan depan.
Power wheeling ialah penggunaan bersama jaringan transmisi. Dengan skema itu, transfer listrik bisa langsung dari produsen energi terbarukan ke perusahaan/industri yang menggunakannya. Namun, tetap memakai jaringan transmisi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Nantinya, akan ada pembayaran biaya sewa kepada PLN sebagai pemilik jaringan transmisi itu.
Sempat alot dalam koordinasi lintas kementerian, pada awal 2023, pemerintah bersepakat untuk tidak memasukkan power wheeling ke dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) yang diserahkan ke DPR untuk dibahas. Adapun sejumlah proses menuju disahkannya RUU itu masih berlangsung.
Akan tetapi, opsi penerapan power wheeling kini kembali dibuka. Menteri ESDM Arifin Tasrif, di Jakarta, Jumat (17/11/2023), mengatakan, saat ini, industri-industri ingin memakai listrik yang bersih. Pasalnya, jejak penggunaan energi yang digunakan dalam sebuah produk sudah menjadi syarat diterima di negara lain (diekspor). Mereka mencari sumber-sumber energi bersih, tetapi tidak tersedia.
Sementara di sisi lain ada produsen energi terbarukan yang mau menyalurkan langsung ke industri-industri yang membutuhkan energi bersih. ”Maka bisa bernegosiasi (produsen energi terbarukan dan industri penyerap) untuk sepakat. Tapi nanti pakai jalur transmisi yang ada (milik PLN). Charge-nya berapa, nanti negosiasi para pihak,” kata Arifin.
Saat ditanya mengenai persetujuan kementerian lain, seperti Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN, Arifin mengatakan, seharusnya opsi tersebut dibuka. Yang perlu ditekankan ialah mekanismenya harus menguntungkan bagi semua pihak. ”Besok (di rapat) lah kita lihat,” ujarnya.
Pada Rabu (15/11/2023), Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Nasdem Sugeng Suparwoto mengatakan, 574 DIM RUU EBET telah dibahas panitia kerja (panja) pemerintah dan DPR. Namun, masih perlu penyelarasan beberapa hal dalam raker dengan Menteri ESDM, salah satunya terkait konsep power wheeling.
Selama ini ada perbedaan pandangan mengenai power wheeling. Di satu sisi, skema itu dapat mendorong percepatan capaian energi terbarukan, yang saat ini masih jauh dari target. Pengembang energi terbarukan bisa langsung bertransaksi dengan industri penyerap. Namun, di sisi lain, berpotensi membebani negara. PLN juga sedang menghadapi kondisi kelebihan pasokan listrik.
Perubahan radikal
Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga menuturkan, sejatinya, potensi energi terbarukan Indonesia melimpah. Namun, pemanfaatannya belum optimal. Selain ada dampak melesetnya perkiraan permintaan (demand) kelistrikan yang membuat kelebihan pasokan (oversupply), sistem kelistrikan juga sepenuhnya bergantung pada PLN.
Opsi skema power wheeling, ujar Daymas, nantinya akan menjadi tantangan bagi pemerintah apakah berani melakukan perubahan radikal dalam sistem kelistrikan nasional. ”Misalnya, PLN hanya fokus di transmisi, tetapi pembangkitan dibuka juga untuk swasta. Itu bisa menjadi sebuah model yang bisa dilihat (dikaji),” katanya.
Power wheeling selama ini juga diharapkan sejumlah pihak, termasuk industri-industri penyerap. Mereka berharap bisa bertransaksi langsung dengan produsen energi terbarukan, tetapi tetap menggunakan transmisi PLN.
Harapan terbukanya struktur pasar pada sektor ketenagalistrikan salah satunya dituangkan dalam laporan ”Policy Opportunities to Advance Clean Energy Investment in Indonesia” pada November 2022. Policy paper tersebut hasil kolaborasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dengan RE100 Climate Group.
Salah satu poin dalam laporan itu ialah dorongan implementasi mekanisme power wheeling. Apabila pembangkit listrik swasta (IPP) dapat menggunakan jaringan PLN dalam memasok listrik ke industri, energi terbarukan di Indonesia akan terpacu. Hal itu akan membantu industri dalam menurunkan emisi, mengingat tuntutan akan hal itu semakin menguat.
Sejauh ini, pengembangan energi terbarukan di Indonesia terbilang lambat. Hingga akhir 2022, porsi energi terbarukan dalam bauran energi primer nasional baru mencapai 12,3 persen. Padahal, ada target 23 persen pada 2025 yang harus dipenuhi dalam waktu singkat atau sekitar tiga tahun lagi.