Sistem Penempatan Satu Kanal Akan Dievaluasi Januari 2024
Pemerintah Indonesia harus jeli melihat negara mana yang tidak bersedia secara penuh, lalu mencarikan jalan keluar yang tetap menguntungkan kedua negara dan melindungi pekerja migran Indonesia
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek percontohan sistem penempatan satu kanalpekerja migran Indonesia ke Arab Saudi akan masuk tahap evaluasi pada Januari 2024. Evaluasi perlu dilakukan secara transparan. Sebab, hal ini akan menentukan kelanjutan nasib mekanisme tersebut di Arab Saudi ataupun negara lainnya jika satu kanal jadi diperluas.
Ketua Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Aspatki) Saiful Masud mengatakan, Aspatki mendukung sistem penempatan satu kanal (SPSK) diperluas bukan hanya ke negara Arab Saudi. Hanya saja, pemerintah Indonesia harus jeli melihat negara mana yang tidak bersedia secara penuh, lalu mencarikan jalan keluar yang tetap menguntungkan kedua negara dan melindungi pekerja migran Indonesia.
“Kalau tidak, kami khawatir negara yang tidak mau mengikuti SPSK menjadi target penempatan ilegal pekerja migran Indonesia,” ujar Saiful Masud, Jumat (17/11/2023), di Jakarta.
Menurut Saiful, salah satu negara di Timur Tengah, yaitu Uni Emirat Arab, dikabarkan menolak SPSK. Mereka menginginkan model penempatan yang berlaku sama, yakni swasta ke swasta langsung. Model ini juga berlaku di Singapura, Taiwan, dan Hongkong.
“Evaluasi enam bulan proyek percontohan SPSK ke Arab Saudi (sejak penempatan pertama Juli 2023) harus jelas dulu. Dari situ akan ketahuan apakah selama enam bulan, SPSK berjalan sesuai harapan atau tidak,” imbuh Saiful.
Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Ayub Basalamah memandang, SPSK bertujuan memberikan perlindungan yang terintegrasi dari awal perekrutan hingga kepulangan pekerja migran Indonesia ke daerah asal. Konsep ini selayaknya diterapkan ke semua negara tujuan penempatan.
Namun, berdasarkan pengamatannya, sepanjang proyek percontohan SPSK ke Arab Saudi berjalan, terdapat sejumlah perusahaan penempatan yang sudah ditetapkan ikut proyek percontohan ternyata menempatkan secara ilegal. Mereka yang ketahuan ini dicabut surat izin usahanya.
Komisioner Pemajuan Hak Asasi Manusia (HAM) Komnas HAM, Anis Hidayah, mengatakan, gagasan SPSK ke Arab Saudi sudah muncul sejak 2018, tetapi sempat terhenti karena pandemi Covid-19. Masukan dia sejak dulu adalah implementasi SPSK harus berbasis kajian evaluasi sebab tahun 2015 Arab Saudi termasuk dalam daftar negara Timur Tengah yang dimoratorium sebagai tujuan penempatan oleh Indonesia.
“Hasil selama moratorium seperti apa juga belum dipaparkan secara transparan ke publik. Apakah selama dimoratorium oleh Indonesia, Arab Saudi membenahi mekanisme perlindungan pekerja migran atau tidak? Setahu kami, sistem kerja pekerja rumah tangga di sana menyerupai perbudakan, seperti tidak ada hari libur, bekerja 18 jam per hari, dan akses komunikasi dibatasi,” ujarnya.
Anis mencurigai, SPSK ke Arab Saudi sebatas mekanisme penempatan. Akan tetapi, mekanisme perlindungan pekerja migran Indonesia di negara itu belum banyak berubah.
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Netty Prasetiyani, mengkritisi apakah ada jaminan SPSK mampu menekan jumlah pekerja migran Indonesia bekerja di sektor informal di Arab Saudi atau tidak. Menurutnya, bekerja di sektor informal di Arab Saudi semestinya menjadi opsi terakhir.
Di sela-sela menghadiri rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (14/11/2023), di Jakarta, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, sejak proyek percontohan penempatan pertama 14 Juli 2023 hingga 8 November 2023, terdapat 133 orang pekerja migran Indonesia ditempatkan melalui SPSK ke Arab Saudi. Mereka berprofesi sebagai housekeeper, housemaid, dan nanny.
Jumlah Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang dinyatakan mengikuti uji coba penempatan SPSK mencapai 70 perusahaan. P3MI tersebut sebelumnya melalui proses seleksi.
Proyek percontohan SPSK ke Arab Saudi menggunakan sistem daring yang terintegrasi dari pemerintah Indonesia — Arab Saudi. Perusahaan perekrut dan penyalur dalam SPSK wajib hukum. Pekerja migran Indonesia yang berpartisipasi harus memiliki sertifikasi sesuai permintaan order jabatan. Kota-kota yang dijadikan lokasi percontohan SPSK yaitu Riyadh, Jeddah, Madinah, dan beberapa kota di bagian timur Arab Saudi.
Proyek percontohan itu berdurasi enam bulan. Rencananya pada 14 Januari 2024, pemerintah Indonesia akan melakukan evaluasi. Dari hasil evaluasi itu, Ida menyebut akan menjadi bahan apakah SPSK ke Arab Saudi akan diteruskan atau tidak dan bisa tidak diterapkan ke negara kawasan Timur Tengah lainnya.
“Sesuai hasil evaluasi singkat kami, SPSK kelihatan sekali ada kepastian perlindungan bagi pekerja migran Indonesia. Misalnya, suatu hari pernah ada seorang pekerja tidak bekerja sesuai order, lalu yang bersangkutan segera dipindahkan sesuai order mula-mula. Maka, hal seperti ini akan jadi benchmark penempatan di kawasan Timur Tengah lainnya,” klaim Ida.