Pemerintah Pangkas Target PPN Saat Konsumsi Masyarakat Melemah
Pelemahan daya beli dan konsumsi masyarakat dikhawatirkan memengaruhi target penerimaan pajak konsumsi di APBN 2023.
Oleh
AGNES THEODORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memangkas target penerimaan pajak konsumsi atau Pajak Pertambahan Nilai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2023. Melemahnya konsumsi masyarakat dikhawatirkan dapat turut menghambat arus pemasukan pajak tahun ini. Pemerintah berusaha menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas harga di tingkat konsumen agar pertumbuhan konsumsi rumah tangga tetap stabil hingga akhir tahun.
Perubahan target penerimaan perpajakan itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2023 tentang revisi postur APBN 2023 dari berbagai pos keuangan negara, mulai dari penerimaan, belanja, sampai pembiayaan.
Revisi APBN 2023 itu dilakukan setelah pemerintah melakukan rapat kerja untuk membahas proyeksi kinerja keuangan negara di semester II dengan DPR, pertengahan tahun lalu.
Hasilnya, pemerintah memutuskan mengubah beberapa target di APBN 2023. Salah satunya, memangkas target penerimaan pajak konsumsi atau Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN), dari awalnya Rp 475,37 triliun menjadi Rp 438,79 triliun.
PPN DN menjadi satu-satunya pos penerimaan perpajakan yang targetnya dipangkas pada APBN 2023. Di sisi lain, pemerintah menaikkan target penerimaan pajak konsumsi domestik lainnya, seperti Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dalam Negeri (PPNBM DN) yang naik dari Rp 14,98 triliun menjadi Rp 19,08 triliun. Di luar pajak konsumsi, target pos penerimaan pajak lainnya juga dinaikkan.
Peneliti Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Etikah Karyani Suwondo, Selasa (14/11/2023), mengatakan, konsumsi masyarakat terindikasi sedang melemah. Hal itu dipengaruhi kenaikan inflasi dan ketidakpastian ekonomi-politik secara umum. Tak hanya itu, daya beli masyarakat juga dinilai belum membaik ke kondisi normal pascapandemi dan meroketnya inflasi pada tahun 2022.
Kondisi daya beli yang melemah itu otomatis berdampak pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tidak signifikan, seperti tampak pada triwulan III tahun 2023. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kendati masih tumbuh dan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, konsumsi rumah tangga melambat secara tahunan dari 5,17 persen pada tahun lalu menjadi 5,06 persen.
Pelemahan daya beli dan konsumsi masyarakat dianggap ikut memengaruhi target penerimaan pajak konsumsi di APBN 2023.
Pelemahan daya beli dan konsumsi masyarakat dianggap ikut memengaruhi target penerimaan pajak konsumsi di APBN 2023. ”Memang ada potensi melemahnya daya beli masyarakat. Selain itu, ada faktor lain yang bisa mengubah target pemungutan PPN, seperti kebijakan perpajakan dalam bentuk penyesuaian tarif pajak atau pemberian insentif pajak bagi sektor tertentu,” kata Etikah.
Penjualan eceran
Indikasi konsumsi yang melemah itu salah satunya tampak dari kinerja penjualan eceran terbaru yang dirilis Bank Indonesia (BI). Pada September 2023, kinerja penjualan eceran yang tecermin lewat Indeks Penjualan Riil (IPR) tumbuh melambat. IPR tercatat di level 201,1, tumbuh 1,5 persen secara tahunan, tetapi terkontraksi 1,5 persen secara bulanan.
Sebagai gambaran, IPR menggambarkan realisasi penjualan barang di tingkat pedagang ritel atau eceran, yang berarti juga mencerminkan tingkat konsumsi masyarakat.
IPR Oktober 2023 diperkirakan akan meningkat karena ditopang momentum libur hari raya Natal dan perayaan Tahun Baru. Meski demikian, di pengujung tahun, konsumsi bisa kembali tertekan akibat potensi kenaikan inflasi. Proyeksi inflasi yang lebih tinggi ini tecermin dalam Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) Desember 2023 yang meningkat dari 119,9 menjadi 131,2.
Di sisi lain, momentum pemilihan umum yang seharusnya bisa mendongkrak roda konsumsi masyarakat di tahun politik kali ini dinilai belum banyak berdampak. Menurut Etikah, konsumsi rumah tangga saat pemilu baru akan bergerak jika kondisi ekonomi dan politik stabil.
Saat ini masih banyak ketidakpastian hukum dan politik yang muncul seputar kontestasi pemilu. ”Ditambah kita belum pulih betul dari dampak pandemi yang secara tidak langsung pastinya masih memengaruhi daya beli masyarakat,” kata Etikah.
Tidak berkaitan
Secara terpisah, Staf Ahli Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, revisi target penerimaan PPN DN dalam Perpres No 75/2023 tidak berkaitan dengan kondisi daya beli dan konsumsi masyarakat, serta pemberian insentif pajak seperti kebijakan PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP) di sektor properti mulai akhir tahun ini.
Menurut dia, pemerintah merevisi target PPN DN di APBN 2023 dengan mempertimbangkan penurunan harga komoditas, baik migas maupun non-migas. ”Untuk penurunan harga komoditas migas, dari sisi penerimaan pajak memang akan menyebabkan turunnya belanja subsidi dan kompensasi bahan bakar minyak (BBM), yang merupakan obyek PPN,” kata Yustinus.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ferry Irawan mengatakan, pemerintah berusaha menjaga daya beli masyarakat dan menjaga stabilitas harga di tingkat konsumen, agar pertumbuhan konsumsi rumah tangga tetap stabil hingga akhir tahun.
Itulah mengapa pemerintah mengeluarkan paket kebijakan stimulus ekonomi mulai akhir tahun ini untuk menjaga daya beli. ”Kita menyadari bahwa di tengah kondisi global yang risiko ketidakpastiannya tinggi, strategi mendorong pertumbuhan ekonomi akan sangat bergantung pada permintaan domestik,” kata Ferry.
Kementerian Keuangan mencatat, sampai akhir September 2023, penerimaan PPN DN tumbuh 13,45 persen secara kumulatif, tetapi tumbuh negatif pada kinerja bulan September 2023. Kinerja penerimaan pajak konsumsi yang terkontraksi itu merupakan dampak dari peningkatan restitusi pada sektor industri pengolahan.
Meski tumbuh negatif, secara bruto, penerimaan PPN DN tumbuh 7,34 persen secara tahunan yang mengindikasikan peningkatan konsumsi domestik, belanja pemerintah, dan investasi. Kinerja PPN DN juga sejalan dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) oleh BI yang masih terjaga optimistis meski level optimismenya semakin rendah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Sebelumnya, dalam konferensi pers APBN Kita, akhir Oktober 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjamin, penerapan insentif PPN DTP atas pembelian rumah pada akhir tahun ini tidak akan menghilangkan potensi pendapatan PPN. Ia menegaskan, PPN tetap akan dibayarkan ke negara, tetapi ditanggung oleh pemerintah, bukan oleh masyarakat yang membeli rumah.
”Ini dibayar pemerintah, artinya PPN tetap diterima. Ibarat dari kantong kiri (Direktorat Jenderal Anggaran) berpindah ke kantong kanan (Direktorat Jenderal Pajak),” kata Sri Mulyani saat itu.