Pertumbuhan Ekonomi Tinggi di Indonesia Timur Belum “Menetes” ke Bawah
Meski mampu tumbuh melampaui ekonomi nasional, potret pembangunan di kawasan timur Indonesia menyimpan problem klasik.
Oleh
AGNES THEODORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pembangunan ekonomi semakin bergeser ke arah timur. Pada triwulan III tahun 2023, Maluku dan Papua mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi melampaui level nasional berkat proyek hilirisasi tambang. Meski demikian, ekonomi yang tumbuh tinggi di kawasan tersebut tidak serta-merta mendorong pembangunan berkualitas yang menyejahterakan warga setempat.
Sepanjang periode Juli-September 2023, ekonomi kawasan Maluku dan Papua tumbuh tinggi di level 9,25 persen secara tahunan. Angka pertumbuhan ekonomi di kawasan paling timur Indonesia itu tertinggi di atas kawasan lainnya, serta melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang pada triwulan III-2023 melambat ke 4,94 persen secara tahunan.
Selain Maluku dan Papua, pertumbuhan ekonomi di Sulawesi menduduki kedua tertinggi pada triwulan III-2023, yaitu 6,44 persen secara tahunan. Sebaliknya, ekonomi Jawa dan Sumatera masing-masing hanya tumbuh 4,83 persen dan 4,5 persen, meskipun keduanya masih mendominasi struktur perekonomian RI secara spasial.
Ini bukan kali pertama Indonesia Timur mencatat kinerja ekonomi tertinggi di atas nasional. Beberapa tahun terakhir, pembangunan ekonomi bergeser semakin ke timur. Sebelumnya, pada 2022, perekonomian Maluku dan Papua tumbuh tertinggi, yakni 8,65 persen. Pada 2021, kawasan Maluku-Papua juga membukukan pertumbuhan ekonomi paling tinggi di level 10,09 persen.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi di kawasan timur Indonesia itu didorong oleh kinerja sejumlah sektor yang bergerak akibat gencarnya proyek hilirisasi mineral dan tambang di kawasan tersebut.
Ekonomi Maluku dan Papua terdongkrak oleh sektor pertambangan dan penggalian, perdagangan, dan konstruksi. “Pertumbuhan ekonomi melambat di beberapa pulau, kecuali Maluku dan Papua. Kawasan ini secara agregat menunjukkan pertumbuhan ekonomi menguat dibandingkan wilayah lain. Ini cukup impresif,” katanya, dikutip Minggu (12/11/2023).
Namun, potret pembangunan di kawasan timur Indonesia masih menyimpan problem klasik, yaitu “tercerabutnya” kesejahteraan warga setempat dari pertumbuhan ekonomi yang pesat. Kendati mampu tumbuh tinggi melampaui ekonomi nasional dalam beberapa tahun terakhir ini, kinerja perekonomian di kawasan timur Indonesia belum “menetes” untuk dinikmati masyarakat lokal.
Tren penurunan kemiskinan belum sebanding dengan peningkatan ekonominya yang melejit nyaris dua digit.
Masih miskin
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia (CORE) Mohammad Faisal, Minggu (12/11/2023), mengatakan, efek dari pembangunan smelter mineral yang masif di Indonesia timur itu tidak sejalan dengan pengentasan kemiskinan yang berjalan lambat.
Ia menilai, wajar jika ekonomi di kawasan timur Indonesia melejit tinggi. Produk domestik regional bruto (PDRB) suatu daerah sudah pasti melonjak ketika investasi masuk dan konstruksi terjadi. Data Kementerian Investasi menunjukkan, Indonesia timur memang tengah jadi “primadona” sasaran investor asing karena potensi sumber daya alam mineral yang berlimpah untuk di-hilirisasi.
“Wajar secara statistik ekonominya tumbuh tinggi. Sayangnya, kualitas hidup masyarakat di sana belum ikut terangkat, kemiskinan di kalangan penduduk lokal belum berkurang signifikan,” katanya.
Data BPS menunjukkan, kemiskinan di Papua hanya turun tipis dari 26,8 persen pada September 2022 menjadi 26,03 persen pada Maret 2023. Kemiskinan di Papua Barat juga menurun tipis dari 21,43 persen ke 20,49 persen di periode yang sama. Bahkan, kemiskinan di Maluku naik dari 16,23 persen menjadi 16,42 persen, dan Maluku Utara naik dari 6,37 persen menjadi 6,46 persen.
Angka kemiskinan ekstrem juga masih tinggi di wilayah timur. Papua dan Papua Barat menjadi dua provinsi terakhir di Indonesia yang tingkat kemiskinan ekstremnya masih di atas 5 persen, ketika kemiskinan ekstrem di sebagian besar provinsi lain sudah berhasil ditekan di bawah 1 persen per Maret 2023.
“Tren penurunan kemiskinan belum sebanding dengan peningkatan ekonominya yang melejit nyaris dua digit. Bisa jadi juga, perbaikan angka kemiskinan itu bukan terjadi di kalangan warga lokal, tetapi pendatang atau transmigran dari daerah lain yang tinggal di sana,” kata Faisal.
Menurut Faisal, hal itu disebabkan oleh salah strategi hilirisasi, yang juga terlihat di kawasan sentra hilirisasi lain, seperti Sulawesi. Pertama, lapangan kerja yang tercipta lewat hilirisasi lebih banyak diisi oleh orang dari luar daerah, akibat timpangnya kebutuhan keahlian yang dibutuhkan industri dengan kapasitas tenaga kerja lokal yang tersedia.
Kedua, pembangunan smelter yang masif tidak serta-merta menggerakkan permintaan di pasar yang bisa menyerap produk hasil mata pencaharian warga lokal, yang mayoritas bekerja sebagai petani dan nelayan. Di beberapa contoh, sudah produknya tidak terserap, sumber penghidupan warga juga terganggu karena perairan dan lahan pertanian tercemar kegiatan hilirisasi.
Indonesia dinilai tidak belajar dari pengalaman. Padahal, praktik eksploitasi tambang dan potensi ekonomi tinggi yang tidak “menetes” di kawasan timur sudah lama terjadi. Kali ini, hanya berganti rupa dengan proyek hilirisasi.
Pemerintah mendatang diharapkan dapat mengevaluasi strategi hilirisasi yang keliru itu. “Tidak bisa ujug-ujug transformasi ekonomi, tanpa transformasi sosial. Masyarakat harus disiapkan, dan itu tidak bisa hanya dalam 2-3 tahun. Fondasi sosial harus dibangun dulu, agar ketika ada transformasi ekonomi, warga terlibat jadi aktor ekonomi, bukan hanya penonton,” kata Faisal.
Fondasi sosial harus dibangun dulu, agar ketika ada transformasi ekonomi, warga terlibat jadi aktor ekonomi, bukan hanya penonton.
Pemerataan “semu”
Pemerataan pembangunan yang semakin mengarah ke kawasan timur Indonesia pun dinilai masih semu. Menurut Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky, berdasarkan aktivitas ekonomi, Jawa masih mendominasi perekonomian nasional dengan kontribusi hampir 60 persen.
Aktivitas ekonomi dan bisnis yang terpusat di Jawa atau bagian barat Indonesia itu pun berdampak pada distribusi lapangan kerja yang timpang di seluruh Indonesia, memperparah kesenjangan ekonomi secara spasial.
Dalam 10 tahun terakhir, persentase penduduk miskin secara umum menurun di seluruh daerah, tetapi daerah di luar barat Indonesia memiliki persentase penduduk miskin lebih tinggi. Tahun 2022, lebih dari seperempat populasi di Papua dan Maluku terhitung miskin, sementara di Jawa dan Sumatera, angka kemiskinannya kurang dari 10 persen.
Hal ini, menurutnya, menjadi tantangan besar yang perlu diatasi oleh pemerintahan berikutnya. “Meski tidak berdampak langsung terhadap performa ekonomi nasional, aktivitas ekonomi yang terdistribusi lebih merata dapat memberikan aspek keadilan dan memastikan kue perekonomian dapat dinikmati secara lebih merata oleh semua penduduk Indonesia,” kata Riefky.