Konsumsi energi terbesar pada area umum sebuah gedung ada pada penyejuk ruangan (AC), sekitar 65 persen; peralatan yang menggunakan motor penggerak seperti lift serta tangga berjalan 20-30 persen; dan lampu 10 persen.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan bangunan gedung cerdas dan hijau sebagai bagian dari infrastruktur hijau terus didorong pemerintah. Terkait dengan hal itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menetapkan standar bangunan gedung cerdas dan hijau.
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti, Minggu (12/11/2023), mengemukakan, infrastruktur hijau memiliki peran penting untuk memastikan pembangunan yang dilakukan tetap dapat menjaga aspek fisik lingkungan dan daya dukung biologis (biocapacity).
Dalam sektor bangunan gedung, prinsip infrastruktur hijau diwujudkan melalui konsep bangunan gedung hijau (BGH). Kementerian PUPR telah menerbitkan regulasi terbaru, yakni Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 Tahun 2023 tentang Bangunan Gedung Cerdas (BGC) yang mengatur penggunaan sistem cerdas atau pintar dalam bangunan gedung.
Saat ini Kementerian PUPR sedang menerapkan BGC dan BGH untuk penyelesaian beberapa bangunan di Ibu kota Nusantara (IKN), di antaranya gedung Istana Negara, kantor Kementerian Sekretariat Negara, dan kantor kementerian koordinator.
”Bangunan gedung wajib menerapkan standar bangunan gedung cerdas dan bangunan gedung hijau. Semua bangunan harus mengusung konsep cerdas, inovatif, dan juga inklusif dengan prinsip global dan kearifan lokal untuk menuju smart forest city,” papar Diana dalam keterangan pers seminar ”International Development Conference (IDSC) 2023” di Universitas Airlangga, Surabaya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung disebutkan, BGH merupakan bangunan gedung yang memenuhi standar teknis bangunan gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam penghematan energi, air, dan sumber daya lainnya.
Diana menambahkan, Kementerian PUPR terus mendorong peningkatan efisiensi pembangunan infrastruktur, serta pengurangan limbah dan emisi karbon. Pemanfaatan berbagai teknologi mutakhir juga diintegrasikan dalam berbagai proyek strategis di Kementerian PUPR guna untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur yang cerdas, efisien, dan berkelanjutan.
”Investasi dalam teknologi dan inovasi akan menghasilkan terobosan dalam efisiensi energi dan dapat mendorong ekonomi hijau yang menghasilkan manfaat berkelanjutan jangka panjang,” ujar Diana.
Kementerian PUPR juga mengajak agar perguruan tinggi, khususnya Universitas Airlangga, terus mengembangkan konsep green economy sebagai cara memadukan prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kegiatan ekonomi melalui kajian regulasi yang mendukung. Seperti penerapan pajak karbon, penghapusan subsidi bahan bakar fosil, dan kebijakan perlindungan alam.
Biaya energi
Konsultan properti Colliers Indonesia mencatat, konsumsi energi terbesar pada area umum sebuah gedung terletak pada penyejuk ruangan (AC), yakni sekitar 65 persen dari total penggunaan energi. Selain itu, peralatan yang menggunakan motor penggerak seperti lift dan tangga berjalan, yakni mengonsumsi energi 20-30 persen, serta penggunaan lampu atau penerangan sekitar 10 persen.
Head of Real Estate Management Services Colliers Indonesia Andy Harsanto mengatakan, upaya mengurangi biaya energi serta meminimalkan jejak karbon dalam konstruksi gedung sangat penting untuk mempertimbangkan asal energi, serta pola konsumsi energi tersebut. Pertimbangan itu diperlukan karena sekalipun sumber energi terbarukan telah terintegrasi, hasil yang kurang optimal dapat terjadi apabila konsumsi energi gedung tidak dikelola secara efisien.
Konsumsi energi terbesar pada area umum sebuah gedung terletak pada penyejuk ruangan (AC), yakni sekitar 65 persen dari total penggunaan energi.
”Untuk mencapai tujuan utama pengurangan konsumsi energi pada gedung serta meminimalkan jejak karbon atau dampak terhadap lingkungan, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif, khususnya dalam manajemen energi dan secara umum dalam manajemen properti,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Menurut Andy, komponen penting dalam program konsumsi dan pemanfaatan energi untuk sektor properti meliputi desain dan konstruksi gedung yang mengaplikasikan efisiensi energi, serta mengoptimalkan konsumsi energi selama beroperasi. Manfaat yang diperoleh dapat mencakup biaya energi yang lebih rendah dan potensi keuntungan dalam perdagangan karbon di masa mendatang, pembiayaan hijau(green financing) pada properti, serta sejalan dengan inisiatif nol emisi karbon.