Stabilkan Rupiah, BI Terbitkan Sekuritas Valas November Ini
Merespons ketidakpastian pasar keuangan global, BI kembali memperdalam pasar keuangan dengan menerbitkan SVBI dan SUKBI.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia bakal menerbitkan instrumen baru bernama Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia atau SVBI dan Sukuk Valuta Asing Bank Indonesia atau SUKBI. Instrumen moneter yang akan dilelang perdana pada 21 November 2023 tersebut diluncurkan guna memperkokoh fondasi pasar keuangan domestik, yakni mendorong pendalaman pasar uang valuta asing dan menarik arus modal, sehingga mampu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teuku Riefky, Kamis (9/11/2023), berpendapat, SVBI dan SUKBI secara konseptual dapat memperkuat nilai tukar rupiah melalui intervensi pasar keuangan domestik. Dengan demikian, modal asing dapat mengalir masuk dan memperkuat pasar keuangan domestik.
”Sampai batas-batas tertentu, instrumen moneter yang dikeluarkan BI untuk memperdalam pasar keuangan memang dapat memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah. Namun, ke depan, perlu dilihat lebih lanjut lagi sejauh mana instrumen tersebut masih mampu mendorong penguatan rupiah,” katanya saat dihubungi dari Jakarta.
Menurut Riefky, penguatan rupiah sejauh ini dipengaruhi berbagai aspek. Selain pendalaman pasar keuangan, intervensi BI menggunakan cadangan devisa juga dapat menjadi faktor di balik penguatan nilai tukar rupiah.
Mengutip data BI, posisi cadangan devisa Indonesia per akhir Oktober 2023 tercatat sebesar 133,1 miliar dollar AS atau turun dibandingkan pada September 2023 sebesar 134,9 miliar dollar AS. Penurunan posisi cadangan devisa tersebut dipengaruhi pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah guna mengantisipasi dampak rambatan seiring dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menerbitkan instrumen moneter bernama Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), yakni surat berharga dalam mata uang rupiah sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan menggunakan underlying aset berupa Surat Berharga Negara (SBN) milik BI. Dengan demikian, BI akan berperan seperti halnya sekuritas dengan mengelola kembali SBN miliknya untuk kemudian diperjualbelikan di pasar uang.
Kepala Departemen Pengelolaan Devisa BI Rahmatullah mengatakan, penerbitan SVBI dan SUKBI bertujuan untuk memperdalam pasar uang valuta asing (valas) yang memungkinkan terjadi perdagangan antarpelaku pasar keuangan. Dalam mekanisme pasar tersebut, BI menerbitkan surat berharga dan sukuk dalam valas dengan menggunakan underlying aset berupa surat berharga global berbentuk valas milik BI.
”Fondasi dari pasar keuangan adalah pasar uang (moneymarket) karena dari situlah dapat tercipta likuiditas sehingga pelaku pasar dapat melakukan pembiayaan, pinjam-meminjam, dalam jangka waktu pendek. Kita ingin menciptakan pasar uang yang dalam dan ditopang oleh instrumen yang likuid,” katanya dalam taklimat media, di Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Berbeda dengan instrumen moneter sebelumnya, SVBI dan SUKBI menggunakan denominasi valas dalam bentuk dollar AS. Kendati demikian, secara prinsip, mekanisme SVBI dan SUKBI serupa dengan instrumen SRBI, yakni diterbitkan tanpa warkat dan diperdagangkan dengan sistem diskonto, serta dapat dipindahtangankan atau dimiliki oleh penduduk/bukan penduduk asing di pasar sekunder.
Instrumen yang direncanakan dilelang perdana pada 21 November 2023 tersebut, lanjut Rahmatullah, akan menjadi andalan dalam operasi moneter valas dengan variasi tenor jangka waktu 1-12 bulan. Dengan demikian, kedua instrumen moneter baru ini diharapkan dapat mendorong likuiditas di pasar keuangan sehingga dapat menarik modal asing masuk dan meningkatkan resiliensi pasar.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Edi Susianto menambahkan, penerbitan SVBI dan SUKBI secara otomatis akan menggantikan operasi moneter term deposit (TD) valas mengingat investor global saat ini cenderung tertarik kepada tenor jangka pendek di tengah ketidakpastian pasar keuangan global (cash is the king). Namun, kebijakan TD valas devisa hasil ekspor (DHE) sebagaimana telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No 36 tahun 2023 tentang DHE, tetap berlaku.
”SVBI untuk yang konvensional dan SUKBI untuk yang berbasis syariah ini penting untuk memperdalam pasar keuangan sehingga saat terjadi gejolak perekonomian global, dampaknya terhadap stabilitas nilai tukar rupiah relatif terukur,” tuturnya.
Instrumen yang rencananya akan dilelang perdana pada 21 November 2023 tersebut akan menjadi andalan dalam operasi moneter valas dengan variasi tenor jangka waktu 1-12 bulan.
Sebelumnya, peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global menyebabkan nilai tukar rupiah hampir menyentuh level psikologisnya pada Rp 16.000 per dollar AS. Kendati demikian, pelemahan rupiah yang terjadi belakangan tergolong lebih baik dibandingkan dengan mata uang negara lain, seperti baht Thailand dan peso Filipina.
Fenomena tersebut terjadi akibat dollar AS tercatat terus menguat. Hal ini disebabkan ekspektasi pasar terhadap arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang cenderung akan mempertahankan suku bunga tinggi untuk waktu yang lama (higher for longer). Dengan demikian, para investor secara otomatis akan menaruh investasinya di AS lantaran risikonya lebih rendah ketimbang di negara berkembang, seperti Indonesia.
Mengutip kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan Rabu (8/11/2023) berada di level Rp 15.629 per dollar AS atau terapresiasi dibanding pada akhir Oktober yang mendekati level Rp 16.000 per dollar AS. Kendati demikian, nilai tukar rupiah masih relatif berfluktuasi pada kisaran Rp 15.550-Rp 15.946 per dollar AS selama sepekan terakhir.
Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI Donny Hutabarat menilai, terapresiasinya nilai tukar rupiah pada awal November 2023 menjadi salah satu bukti dari efektivitas pendalaman pasar keuangan melalui instrumen SRBI. Dengan adanya dua tambahan instrumen moneter baru, pasar keuangan diharapkan semakin memperdalam pasar keuangan dan memperkokoh stabilitas nilai tukar rupiah.
”Pasar sekunder di SRBI ini sudah cukup berkembang, sehingga dapat berkontribusi terhadap penguatan rupiah. Pasar uang itu menjadi jawaban untuk kebutuhan likuiditas. Oleh sebab itu, tujuan dibentuknya pasar sekunder untuk mengalirkan instrumen baru ini ke partisipan yang lebih luas, baik kepada bank dalam negeri dan asing, maupun nonbank dalam negeri dan asing,” ujarnya.
Hingga 6 November 2023, kepemilikan asing di SRBI tercatat telah mencapai Rp 16,98 triliun dari total outstanding SRBI sebesar Rp 144,31 triliun. Lebih lanjut, total aset yang sudah diperdagangkan di pasar sekunder SRBI mencapai Rp 27,99 miliar.