Seimbangkan Bisnis, Lokapasar Kurangi Insentif dan Promo
Tarif komisi transaksi oleh pelaku usaha ekonomi digital Asia Tenggara, mendekati standar tertinggi di China. Konsumen yang sensitif harga kemungkinan bereaksi
Para pelaku usaha e-dagang, pesan antar makanan, dan transportasi berbasis aplikasi di Asia Tenggara masih mengurangi jumlah insentif dan promosi yang ditawarkan kepada konsumen. Hal ini dilakukan untuk menyeimbangkan pertumbuhan bisnis dan profitabilitas yang ingin diraih.
Laporan ”E-Conomy SEA 2023” yang dirilis Google, Bain & Company, dan Temasek baru-baru ini menyebutkan, dari sisi lokapasar, pendapatan para pemainnya terakselerasi melalui tingginya biaya komisi transaksi yang dibebankan kepada konsumen ataupun mitra penjual, biaya pasang iklan kepada mitra penjual, dan biaya logistik. Pungutan biaya komisi transaksi, secara khusus, berdampak 28 persen terhadap pendapatan.
Laporan itu juga menyebutkan, tarif komisi yang sekarang berlaku di Asia Tenggara sudah mendekati standar tertinggi di China. Kenaikan tarif komisi transaksi yang dibebankan ke konsumen ataupun mitra penjual berkisar 30–40 persen.
Para pelaku ekonomi digital, seperti e-dagang lokapasar, juga menjual layanan tambahan. Misalnya, asuransi atas belanja barang tertentu. Cara ini sekarang semakin umum terlihat. Tujuannya adalah meningkatkan pendapatan per pesanan yang akhirnya berdampak terhadap pertumbuhan pendapatan secara keseluruhan.
Untuk Indonesia, laporan “E-Conomy SEA 2023” menyebutkan, pengurangan insentif dan promosi yang dilakukan oleh perusahaan e-dagang, pesan antar makanan, dan transportasi berbasis aplikasi akan membuat pertumbuhan jumlah konsumen di perusahaan-perusahaan sektor tersebut jadi melambat. Konsumen mereka yang sensitif terhadap harga akan mencari pilihan alternatif.
Kondisi daya beli masyarakat di tingkat Asia Tenggara pun relatif serupa dengan di Indonesia. Laporan itu memperkirakan kecil kemungkinan terjadi kenaikan kembali biaya komisi atas transaksi.
Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf dalam konferensi pers paparan laporan ”E-Conomy SEA 2023”, Selasa (7/11/2023), di Jakarta, mengatakan, hal terpenting yang harus dilakukan oleh para pelaku usaha e-dagang, khususnya, adalah menjaga loyalitas konsumen bernilai tinggi (high value user) atau konsumen yang biasa mengadopsi layanan digital. Mereka mau belanja lebih banyak. Konsumen seperti ini kurang sensitif terhadap harga. Mereka mengutamakan kenyamanan dibanding harga.
”Dari sisi permintaan terhadap e-dagang, masyarakat Indonesia di berbagai daerah secara merata terlihat suka mencari kebutuhan belanja daring melalui mesin pencari Google. Sayangnya, suplai belanja daring belum merata ke semua daerah di Indonesia,” kata Randy.
E-dagang masih menjadi kontributor utama dalam ekonomi digital Indonesia. Gross merchandise value atau akumulasi nilai pembelian dari pengguna melalui laman atau aplikasi diproyeksikan tumbuh 15 persen dari 62 miliar dollar AS pada 2023 menjadi 82 miliar dollar AS pada 2025.
Sektor transportasi berbasis aplikasi dan pesan antar makanan diperkirakan mengalami penurunan gross merchandise value menjadi 7 miliar dollar AS pada 2023. Sektor ini diperkirakan akan kembali dengan pertumbuhan 13 persen hingga mencapai gross merchandise value 9 miliar dollar AS pada 2025.
Baca juga : Struktur Permodalan Perusahaan Kurir J&T Ditelusuri
Sementara itu, Partner dan Head of Vector in Southeast Asia Bain & Company Aadarsh Baijal menilai, diversifikasi perolehan pendapatan yang dilakukan oleh sejumlah pelaku usaha lokapasar sebagai tanda yang positif. Dengan kata lain, industri sedang mengarah ke arah yang sehat.
Regulator di Indonesia dinilai sangat memengaruhi arah perkembangan sektor-sektor ekonomi digital. Sebagai contoh, adanya kerangka kebijakan pembayaran digital QRIS memicu peningkatan tajam dalam adopsi pembayaran digital. Contoh lainnya, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik yang melarang impor barang dengan harga di bawah 100 dollar AS untuk mendukung pedagang lokal berdampak negatif pada pasar e-dagang secara keseluruhan.
”Kami juga mengamati, di Indonesia, sedang marak terjadi konvergensi layanan belanja daring-luring (omnichannel) yang sebenarnya bagus untuk masyarakat ataupun industri digital secara keseluruhan,” kata Aadarsh.
Secara terpisah, sejumlah pelaku lokapasar dan ritel daring di Indonesia terlihat memanfaatkan momen perayaan Hari Lajang Internasional yang jatuh pada 11 November untuk menawarkan aneka promo. Sebagai contoh, Blibli. Head of Campaign Blibli Wilson Kiantoro, Rabu (8/11/2023), di Jakarta, mengatakan, program promo Histeria 11.11 dihadirkan karena bersamaan dengan momen menjelang akhir tahun. Sebanyak 170 jenama populer ikut mendukung Blibli dalam program promo itu. Salah satu bentuk promo adalah gratis ongkos pengiriman.
Shopee Indonesia juga menggelar promo Shopee 11.11 Big Sale. Promo ini sudah berlangsung sejak 15 Oktober dan akan berakhir pada 11 November 2023. Selain menyambut momen akhir tahun, Shopee Indonesia menyebut promo seperti itu mendorong lebih banyak konsumen, pelaku bisnis, dan masyarakat dalam memanfaatkan platform e-dagang.
Pada momen tanggal kembar sebulan sebelumnya, yakni 10 Oktober, Shopee Indonesia juga menggelar promo. Head of Marketing Growth Shopee Indonesia Monica Vionna mengatakan, pada saat itu, jumlah produk terjual dari jenama lokal dan UMKM mengalami peningkatanlebih dari 9 kali lipat di puncak kampanye. Pada promo Shopee 11.11 Big Sale juga diharapkan barang-barang jenama lokal dan UMKM populer di kalangan konsumen.
Principal Advisor, President di Nilzon Capital (firma penasihat investasi berkantor di Jakarta) Frizon Akbar Putra berpendapat, upaya monetisasi (diversifikasi pendapatan) yang dilakukan oleh pelaku lokapasar di Indonesia berpotensi jadi bumerang bagi mereka sendiri. Sebab, bagi konsumen ataupun mitra penjual memiliki titik toleransi sampai di mana aktivitas transaksi di lokapasar sudah tidak menguntungkan dan tidak ada beda dengan jual-beli secara luring. Dia menilai, sekarang monetisasi yang dilakukan lokapasar sudah menyentuh titik toleransi. Hal ini dibuktikan dengan penurunan nilai transaksi bruto (gross transaction value/GTV) sebesar 13 persen secara tahunan di Tokopedia pada triwulan II-2023.
Baca juga : ”Start Up” Hadapi Ketidakpastian Strategi Mencapai Profit