Pelemahan Konsumsi dan Kenaikan Suku Bunga Hambat Ekonomi
PDB kuartal III-2023 melambat 4,94 persen secara tahunan. Hal ini dipengaruhi perlambatan konsumsi pemerintah dan masyarakat yang dibayangi kenaikan suku bunga.
JAKARTA, KOMPAS — Kontraksi laju belanja pemerintah berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2023. Pertumbuhan ekonomi mendatang diproyeksikan tetap solid di atas 5 persen di tengah perlambatan konsumsi masyarakat dan kenaikan suku bunga acuan.
Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (6/11/2023), merilis laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 sebesar 4,94 persen secara tahunan. Capaian tersebut tercatat menurun dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang sebesar 5,17 persen secara tahunan.
Menurut pengeluarannya, konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 2,63 persen secara tahunan. Di sisi lain, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT), dan konsumsi pemerintah, masing-masing berkontribusi 1,81 persen, 0,07 persen, dan 0,71 persen secara tahunan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar menjelaskan, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi 3,76 persen pada triwulan III-2023. Hal ini didorong oleh penurunan belanja pegawai, belanja barang, dan belanja bantun sosial.
”Terdapat pergeseran pembayaran gaji ke-13. Pada 2022, pembayaran gaji ke-13 dilakukan pada triwulan III, sedangkan pada 2023 terjadi di triwulan II sehingga konsumsi pemerintah tumbuh 10,57 persen dan kontraksi sebesar 3,76 persen pada triwulan III-2023,” katanya.
Lebih lanjut, konsumsi rumah tangga tercatat bertumbuh 5,06 persen. Pertumbuhan tertinggi tercatat pada transportasi dan komunikasi, antara lain, dari peningkatan penjualan sepeda motor, peningkatan penumpang angkutan, serta hotel dan restoran yang tecermin dari peningkatan tingkat hunian kamar (THK) hotel.
Secara keseluruhan, ekonomi Indonesia masih menunjukkan resiliensi di tengah ketidakpastian global dan meluasnya dampak El Nino. Hal ini salah satunya didukung oleh belanja pemerintah yang tumbuh 32,37 persen secara tahunan dan kebijakan Bank Indonesia yang mempertahankan tingkat suku acuan sebesar 5,75 persen.
Secara terpisah, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2023 cenderung lebih rendah daripada perkiraan, terutama didorong oleh kontraksi laju belanja pemerintah. Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan investasi masih memiliki kontribusi terbesar dibandingkan dengan komponen lainnya.
”Belanja pemerintah yang cenderung rendah tersebut terindikasi dari realisasi sementara APBN 2023 yang terus menunjukkan surplus pada September 2023 atau mengindikasikan adanya pengetatan fiskal. Pengeluaran diperkirakan akan mendapatkan momentum pada kuartal IV-2023, didorong oleh persiapan Pemilihan Umum 2024 dan peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan bantuan sosial,” katanya saat dihubungi dari Jakarta.
Kenaikan suku bunga acuan BI jelas ada kontribusinya, tetapi tidak terlalu signifikan karena kenaikannya baru 25 basis poin.
Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi pada 2023 diproyeksikan masih tetap solid di kisaran 5,07 persen secara tahunan. Hal ini mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi kumulatif selama tiga kuartal tahun 2023 yang tercatat 5,05 persen.
Menurut Josua, faktor pendorong yang akan mendorong solidnya pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2023, yakni konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah yang cenderung akan meningkat di tengah potensi peningkatan belanja pemerintah, terutama belanja bansos. Selain itu, terkait dengan pelaksanaan kampanye menjelang pemilu juga diperkirakan mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat yang akan tetap solid.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2023 di Tengah Kondisi Global dan Pemilu
Salah satu indikator yang menunjukkan adanya geliat peningkatan aktivitas politik, seperti rapat kerja nasional, rapat pimpinan nasional, dan konsolidasi, ialah pertumbuhan LNPRT. Pada kuartal III-2023, LNPRT tercatat tumbuh 6,21 persen secara tahunan.
Kenaikan suku bunga
Memasuki kuartal IV-2023, BI memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 6 persen. Direktur Eksekutif Ekonomi Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal mengatakan, secara umum, pengetatan kebijakan moneter dengan meningkatkan suku bunga acuan bisa memengaruhi perekonomian, apalagi tingkat konsumsi masyarakat tengah melambat.
”Berbicara pertumbuhan ekonomi, kontributornya banyak sekali. Kenaikan suku bunga acuan BI jelas ada kontribusinya, tetapi tidak terlalu signifikan karena kenaikannya baru 25 basis poin. Untuk sekarang, magnitude-nya belum terlalu besar,” ujarnya.
Kendati demikian, tingkat konsumsi masyarakat pada kuartal III-2023 terindikasi melambat. Secara kuartalan, konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2023 terkontraksi 0,45 persen ketimbang kuartal sebelumnya atau lebih dalam ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 0,16 persen.
Selain itu, pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga mengalami kontraksi secara tahunan. Pada kuartal III-2023, konsumsi rumah tangga tercatat 5,06 persen secara tahunan atau lebih rendah dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sebesar 5,23 persen secara tahunan.
”Ada indikasi perlambatan permintaan sehingga artinya, jika ada kenaikan tingkat suku bunga acuan, dikhawatirkan semakin menahan konsumsi rumah tangga tersebut,” ucapnya.
Di sisi lain, perlambatan juga terjadi pada penyaluran kredit perbankan yang secara kalender tahunan tercatat tumbuh 6,44 persen per September 2023. Secara tahunan, penyaluran kredit perbankan pada September 2023 tercatat 8,96 persen atau lebih rendah ketimbang Agustus 2023 sebesar 9,06 persen dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 11 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Dian Ediana Rae, secara tertulis, menyampaikan, kredit perbankan sebagaimana tercantum dalam rencana bisnis bank (RBB) diperkirakan tumbuh dua digit pada akhir 2023. Hal ini sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi menjelang pemilu yang mendorong tingkat konsumsi dan mendorong pertumbuhan kredit.
”Dampak positif dari persiapan pemilu hingga pelaksanaan pemilu di tahun 2024 yang diperkirakan dapat mendorong konsumsi masyarakat serta belanja pemerintah yang akan menjadi faktor pendorong perekonomian domestik,” katanya.
Menurut Dian, umumnya permintaan kredit secara siklus juga naik pada akhir tahun, khususnya jenis kredit modal kerja. Ini karena faktor makroekonomi dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2023 sekitar 5 persen dan indikator Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur yang berada di level ekspansi.
Terkait kenaikan tingkat suku bunga acuan, kebijakan tersebut ditujukan sebagai stabilisasi rupiah dan mencegah keluarnya aliran modal asing untuk menekan inflasi. Menurut Dian, peningkatan suku bunga dapat memengaruhi kemampuan keuangan debitur kendati dampaknya tidak sesignifikan jika kondisi perekonomian sudah stabil dan aktivitas ekonomi masyarakat sudah berjalan seperti biasa.
”Dampak suku bunga tinggi diharapkan tidak langsung berdampak pada turunnya permintaan masyarakat dan perekonomian seiring upside risk dari tahun pemilu serta berbagai kebijakan oleh pemerintah,” katanya.
Baca juga: Transportasi dan Pangan Jadi Lokomotif Inflasi Akhir Tahun