Menkeu: Stabilitas Sistem Keuangan Terjaga
Langkah stabilisasi nilai tukar rupiah terus diperkuat agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dan mendukung upaya pengendalian ”imported inflation”.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus melakukan harmonisasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah situasi global yang tidak menentu. Era suku bunga tinggi dalam jangka waktu lama di negara maju yang berdampak terhadap pelemahan nilai tukar mata uang terus diantisipasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jumat (3/11/2023), mengatakan, stabilitas sistem keuangan pada triwulan III-2023 tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global. Kendati demikian, para pemangku kepentingan akan meningkatkan kewaspadaan terhadap perkembangan risiko global, termasuk rambatan pada perekonomian dan sektor keuangan.
”Ke depan, langkah stabilisasi nilai tukar rupiah terus diperkuat agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dan mendukung upaya pengendalian imported inflation (inflasi barang impor),” katanya dalam konferensi pers hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan triwulan III-2023 di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (3/11/2023).
Sebagai upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, Kementerian Keuangan segera mengeluarkan peraturan menteri keuangan yang mengatur Pajak Pertambahan Nilai yang ditanggung oleh pemerintah (PPNDTP), khususnya pada sektor perumahan. Kebijakan insentif berupa subsidi pajak tersebut saat ini sedang dalam tahap harmonisasi dan finalisasi untuk segera ditetapkan.
Melalui peraturan tersebut, pengenaan PPN terhadap rumah sebesar 11 persen dengan ketentuan harga sampai dengan Rp 2 miliar sepenuhnya akan ditanggung oleh pemerintah. Lebih lanjut, untuk rumah dengan ketentuan harga Rp 2 miliar-Rp 5 miliar, juga akan berlaku insentif tersebut, tetapi hanya sampai Rp 2 miliar pertama.
”Kita mendesain dan akan diharapkan tertib mulai pada November ini untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan kita melihat dari sisi demand dan supply bisa akan mendapatkan respons positif terhadap kebijakan tersebut,” katanya.
Fasilitas PPNDTP tersebut hanya berlaku untuk pembelian satu rumah per satu nomor induk kependudukan atau satu nomor pokok wajib pajak. Program ini berlangsung mulai November 2023 hingga Desember 2024 atau berlaku selama 14 bulan.
PPN yang ditanggung secara penuh oleh pemerintah tersebut berlaku mulai November 2023-Juni 2024. Untuk periode selanjutnya, PPN yang ditanggung pemerintah hanya 50 persen.
Untuk rumah dengan ketentuan harga Rp 2 miliar-Rp 5 miliar, juga akan berlaku insentif tersebut, tetapi hanya sampai Rp 2 miliar pertama.
Sementara itu, pemerintah juga akan mendorong permintaan dengan memberikan bantuan langsung tunai yang akan diperpanjang hingga Desember 2023 kepada 18,8 juta keluarga kelompok masyarakat miskin. Penebalan bantuan sosial juga diberikan kepada penerima sembako, yakni 21,3 juta kelompok penerima manfaat sembako sebesar 10 kilogram per bulan selama September hingga Desember 2023.
”Pemerintah juga menjaga stabilitas harga pangan di luar beras, seperti jagung dan gula, melalui dana cadangan pangan pemerintah serta berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan Bank Indonesia dalam Forum Tim Pengendalian Inflasi Daerah (FTPID),” imbuh Sri Mulyani.
Adapun penempatan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) yang sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 memuat skema insentif berupa diskon tarif Pajak Penghasilan (PPh) final atas bunga deposito DHE. Semakin lama DHE ditempatkan atau minimal selama enam bulan, tarif PPh akan menurun dan bahkan dapat menjadi 0 persen sehingga dapat menjadi insentif. Pemerintah juga berencana untuk memperluas cakupan insentif tersebut dengan menambahkan instrumen di luar deposito.
Selain itu, pemerintah juga akan mendorong peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan melakukan penebalan bantuan sosial, percepatan penyaluran kredit usaha rakyat, dan penguatan sektor perumahan. Hingga triwulan III-2023, kinerja APBN terjaga positif. Hal itu tecermin melalui realisasi pendapatan negara yang tumbuh positif kendati mulai melambat seiring dengan moderasi harga komoditas dan perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
”Pertumbuhan ekonomi kita dapat terjaga sekitar 5 persen atau di atasnya karena ditopang oleh konsumsi masyarakat yang masih terjaga tinggi, inflasi terkendali, dan mulai adanya akselerasi belanja yang cukup tinggi untuk pemilu dan PSN (Proyek Strategis Nasional) 2023 sehingga diperkirakan memberikan ekspansi di sisi permintaan,” kata Sri Mulyani.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menambahkan, BI terus memperkuat kebijakan moneter untuk memitigasi dampak gejolak ekonomi global terhadap stabilitas nilai rupiah. Oleh sebab itu, Rapat Dewan Gubernur BI Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan, suku bunga deposit facility, dan suku bunga lending facility sebesar 25 basis poin (bps) sehingga masing-masing menjadi 6 persen, 5,25 persen, dan 6,75 persen.
”Kenaikan ini untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak meningkatnya ketidakpastian global serta sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran,” katanya.
Kebijakan suku bunga tersebut turut didukung penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah, antara lain intervensi di pasar valuta asing (valas) pada transaksi spot, domestic non-deliverable forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. BI juga akan mengoptimalkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan menerbitkan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) serta Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) sebagai instrumen moneter untuk memperdalam pasar keuangan dan menarik masuknya aliran portofolio asing.
Mengutip data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) pada penutupan pasar Jumat (3/11/2023), rupiah ditutup pada level Rp 15.771 per dollar AS atau menguat 0,57 persen dibandingkan penutupan hari sebelumnya. Dengan demikian, rupiah terapresiasi 1,02 persen selama sepekan, tetapi masih depresiasi 1,28 persen kalender berjalan.
Baca juga : Depresiasi Rupiah Mulai Senggol Manufaktur
Di sisi lain, BI turut memperkuat stimulus pertumbuhan ekonomi, antara lain dengan mengeluarkan kebijakan insentif makroprudensial, melanjutkan pelonggaran rasio loan to value/financing to value (LTV/FTV), dan melonggarkan penurunan rasio penyangga likuiditas makroprudensial sebesar 100 bps. Ini karena Indonesia diproyeksikan mampu mencapai pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 sebesar 5,1 persen.
Perbankan dan pasar modal
Berbagai kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut juga didukung dengan daya tahan (resiliensi) sektor jasa keuangan (SJK) dan lembaga jasa keuangan (LJK). Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyebut, sektor perbankan mampu menunjukkan resiliensi dengan permodalan tinggi dan kinerja intermediasi yang tetap positif di tengah ketidakpastian global.
Hal ini tecermin dari capital adequacy ratio (CAR) industri perbankan sebesar 27,41 persen dan pertumbuhan kredit yang tercatat 8,96 persen secara tahunan menjadi Rp 6.837,30 triliun pada September 2023. Di sisi lain, pertumbuhan dana pihak ketiga pada September 2023 juga meningkat 6,54 persen secara tahunan atau menjadi Rp 8.147,17 triliun.
Baca juga : Kebijakan dan ”Keberuntungan” Dukung Resiliensi Jasa Keuangan
Kendati demikian, meningkatnya persepsi risiko dan volatilias di pasar keuangan berpengaruh terhadap kinerja pasar modal domestik. Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan hingga 27 Oktober 2023 tercatat melemah 1,34 persen kalender berjalan dengan mencatatkan keluarnya aliran modal asing Rp 11,61 triliun.
”Merespons perkembangan terkini di pasar keuangan global, OJK terus mencermati dampak volatilitas pasar dan kenaikan signifikan imbal hasil surat utang terhadap pasar modal dan LJK domestik. Dalam rangka menjaga ketahanan dan stabilitas SJK pada saat terjadinya fluktuasi di pasar keuangan, LJK juga diharapkan untuk terus memonitor perkembangan portofolio investasi yang dimilikinya,” kata Mahendra.
Terpisah, peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teuku Riefky, mengatakan, pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal III-2023 diperkirakan berada pada kisaran 5,05-5,09 persen. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2023 akan mencapai 5-5,1 persen pada 2023 dan stabil pada kisaran 5-5,1 persen pada 2024.
Baca juga : Transportasi dan Pangan Jadi Lokomotif Inflasi Akhir Tahun
Di samping adanya risiko dari sisi domestik dan eksternal di waktu mendatang, Indonesia sejauh ini mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik selama paruh pertama 2023 atau dalam tren kenaikan. Pada triwulan II-2023, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat 5,17 persen secara tahunan didorong oleh berbagai faktor musiman.
”Ke depannya, sangat penting untuk menjaga stabilitas dari keyakinan konsumen, tingkat harga, dan nilai tukar untuk menjaga pertumbuhan ekonomi jangka pendek di tengah berbagai potensi ketidakpastian,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, inflasi Indeks Harga Konsumen Oktober 2023 tercatat 2,56 persen didukung oleh inflasi inti dan kelompok harga diatur pemerintah(administered prices) yang terjaga, masing-masing 1,91 persen dan 2,12 persen. Dengan demikian, inflasi masih berada dalam target yang ditetapkan BI, yakni berkisar 2-4 persen pada 2023.
Sebelumnya, bank sentral Amerika Serikat, The Fed, pada Kamis (2/10/2023) memutuskan untuk tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuannya, Fed Fund Rate (FFR), sebesar 5,25-5,5 persen. Ini diperkirakan masih tetap berada pada level tinggi dalam jangka waktu lama(higher for longer)agar inflasi terkendali sesuai dengan ekspektasi sebesar 2 persen.
Tingginya tingkat suku bunga acuan tersebut diperkirakan akan diikuti dengan kenaikan imbal hasil obligasi tenor jangka panjang negara maju, khususnya Pemerintah AS. Akibatnya, modal asing dari negara berkembang (emerging market) mengalir keluar ke negara maju dan mendorong penguatan dollar AS terhadap berbagai mata uang dunia.
Hingga 27 Oktober 2023, indeks nilai tukar dollar AS terhadap mata uang utama (DXY) berada di level 106,56 atau menguat 2,93 persen tahun kalender. Hal ini menyebabkan pelemahan nilai tukar mata uang utama secara tahun kalender, seperti yen Jepang sebesar 12,61 persen, dollar Australia 6,72 persen, ringgit Malaysia 7,82 persen, serta baht Thailand 4,39 persen. Kendati demikian, depresiasi nilai tukar rupiah relatif lebih baik, yakni 2,34 persen tahun kalender.