Reklamasi Harus Jadi Bagian Perencanaan Perusahaan Tambang
Di tambang Ata Sela PT Arutmin Indonesia, reklamasi dilakukan di lahan 295 hektar. Ada arboretum dengan koleksi 44 jenis tanaman lokal.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
TANAH BUMBU, KOMPAS — Kepatuhan reklamasi mesti menjadi bagian perencanaan perusahaan pertambangan, termasuk batubara, yang mendukung praktik pertambangan yang baik atau good mining practice. Tidak sekadar mengejar produksi yang dihasilkan, tetapi juga memastikan lingkungan tetap terjaga pascatambang.
PT Arutmin Indonesia menerapkan hal tersebut pada sejumlah lahan pertambangannya di Kalimantan Selatan. Di tambang Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel, misalnya, reklamasi sudah sepenuhnya dilakukan pada tambang terbuka (open pit) batubara Ata Selatan. Selain penanaman pohon, juga dilakukan pemanfaatan lubang bekas tambang (void).
Mine Manager PT Arutmin Indonesia Site Batulicin Cipto Prayitno, di Batulicin, Rabu (25/10/2023), mengatakan, pihaknya terus memastikan agar operasionalisasi sejalan dengan pelestarian lingkungan. Begitu juga dengan pengembangan komunitas serta kegiatan masyarakat.
Di tambang terbuka Ata Sela, reklamasi dilakukan di lahan seluas 295 hektar atau setara dengan 250.000 pohon. Di samping itu, ada juga arboretum seluas 3,5 hektar yang memiliki 44 jenis koleksi tanaman lokal, termasuk beberapa jenis tanaman langka serta berbagai jenis tanaman anggrek spesies Meratus.
Adapun danau pascatambang Ata Sela seluas 76,2 hektar dengan kedalaman maksimal 100 meter, dengan cadangan air hingga 20 juta meter kubik. Danau pascatambang tersebut juga menjadi tempat budidaya ikan nila yang dikelola oleh satu kelompok pembudidaya yang beranggotakan 14 orang.
”Kami menyadari bahwa operasi dapat berjalan lancar hanya jika masyarakat menerima manfaat besar dari kehadiran perusahaan tambang. Ini menjadi perhatian dan juga tertuang dalam kebijakan perusahaan. Dengan demikian, tidak mengejar produksi saja, tetapi aspek-aspek lain pun benar-benar diperhatikan,” paparnya.
Ia menambahkan, lahan pascatambang yang terletak di kawasan hutan juga terus dipastikan agar terbebas dari pembalakan liar hingga kebakaran hutan. Di samping itu, void di bekas lubang tambang juga menjadi bahan baku air bersih bagi sebagian masyarakat sekitar. Begitu juga perputaran ekonomi dari keramba jaring apung untuk ikan nila.
Paralel
Sementara itu, Safety Health Environment and Community PT Arutmin Indonesia Site Asam Asam RS Subiyakto menjelaskan, dari seluruh tambang Arutmin di Kalsel, total ada 17.000 hektar lahan yang sudah dibuka. Dari jumlah tersebut, yang sudah direklamasi atau recontouring ialah sekitar 9.000 hektar atau di atas 50 persen.
”Sementara sisanya belum direklamasi karena masih aktif atau masih dipakai. Namun, semua berjalan paralel. Jadi, begitu ada satu lokasi yang sesuai kemajuan tambang selesai (dikerjakan), maka batunya langsung menutupi. Begitu seterusnya sampai rencana akhir,” kata Subiyakto.
Ia menambahkan, tanah asli dan tanah setelah ditambang akan berbeda. Namun, ada sejumlah perlakuan agar reklamasi dan penanaman dapat berjalan baik, salah satunya dengan pemberian pupuk. Selain itu, stok top soil (lapisan teratas tanah) disimpan maksimal 20 meter agar kepadatan material terjaga.
Kini, lanjut Subiyakto, pihaknya banyak memberi pupuk kompos atau pupuk organik. ”Sebab, kami bisa memanfaatkannya dari lokasi sekitar kami yang banyak sawit. Tandan buah segar yang dibuang (tidak terpakai) itu sumber kompos yang punya nutrisi bagus untuk tanaman. Begitu juga pupuk organik yang bisa diberikan sebanyak-banyaknya,” tuturnya.
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi, dalam keterangannya, Rabu (25/10/2023), menuturkan, pemerintah sudah mengatur kegiatan pertambangan yang baik melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Menurut dia, Permen ESDM No 26/2018 itu mengatur pelaksanaan kaidah pertambangan yang baik. Juga, pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan dan pelaksanaan usaha pertambangan. ”Kegiatan pertambangan tidak selalu merusak lingkungan jika pelaksanaannya memenuhi kaidah-kaidah pertambangan yang baik,” kata Agung.