Telah terbit Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103 Tahun 2023 terkait dukungan fiskal melalui Platform Transisi Energi di sektor kelistrikan. Sumber dana bisa dari APBN dan kerja sama pendanaan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memberi dukungan fiskal dalam percepatan pengakhiran dini operasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara dan pengembangan energi terbarukan dalam rangka transisi energi. Sumber pendanaan platform transisi energi bisa berasal dari APBN dan/atau sumber lain yang sah. Pengamat menilai dukungan fiskal itu harus efektif
Dukungan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103 Tahun 2023 tentang Pemberian Dukungan Fiskal Melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan. Aturan turunan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik itu diundangkan pada 13 Oktober 2023.
Dalam PMK itu disebutkan, salah satu penyelenggaraan kebijakan transisi energi yang berkeadilan dan terjangkau adalah dengan pengaturan mekanisme pendanaan dan pembiayaan, termasuk pembiayaan campuran (blended finance) melalui Platform Transisi Energi. Sumber dana berasal dari APBN dan/atau sumber lain seperti kerja sama pendanaan.
Dukungan fiskal yang diberikan dalam fasilitas Platform Transisi Energi memperhatikan kemampuan keuangan negara. Sejumlah kriteria untuk proyek pengakhiran dini operasi PLTU adalah yang dimiliki PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), anak perusahaan PLN, atau badan usaha swasta. Juga sesuai dengan peta jalan yang disusun menteri.
PMK itu juga mengamanatkan pembentukan komite pengarah dan penugasan kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebagai manajer platform. Komite pengarah bertugas menentukan proyek yang akan diajukan untuk memperoleh fasilitas Platform Transisi Energi. Adapun PT SMI bertugas melakukan asesmen atas permohonan penyediaan fasilitas itu.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif belum menerima dan membaca PMK No 103/2023. Menurut dia, jika memang pengakhiran dini operasi PLTU batubara dapat didanai oleh APBN, transisi energi akan lebih optimal karena peluang bagi pembangkit energi terbarukan menjadi lebih terbuka.
”(PMK) belum sampai sini. (Besaran dananya) mau dilihat dulu. Kalau memang ada (dananya), kenapa enggak? Sehingga bisa masuk nih energi baru terbarukan ini. Bisa terbuka aksesnya dan mengurangi emisi karbon,” kata Arifin, Jumat (20/10/2023), di Jakarta.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, saat ditanya mengenai penyaluran APBN untuk Platform Transisi Energi, sebagaimana tertuang dalam PMK No 103/2023, hingga Jumat (20/10/2023), belum merespons.
Harus efektif
Head of Center of Macroeconomics and Finance Institute For Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman mengatakan, di tahap awal, pengembangan energi terbarukan mau tidak mau memang memerlukan dukungan fiskal. Hal tersebut sebagai bagian dari konsistensi Indonesia dalam pengembangan energi bersih.
Namun, yang mesti dipikirkan seperti apa peta jalan dan perencanaan ke depan dalam transisi energi. ”Apakah mau fiskal terus? Atau seperti apa? Penganggaran ini kan ada skemanya, termasuk yang melalui donor yang juga bentuk komitmen internasional. Perlu ada hitung-hitungan ekonomi, mana saja yang memberi benefit paling tinggi,” ujar Rizal.
”Dukungan fiskal ini harus benar-benar efektif dan benar-benar mendorong transisi energi dari energi fosil ke yang ramah lingkungan. Fiskal sangat baik kalau pemerintah menggelontorkannya pada program-program realistis. Jadi ketepatsasarannya harus jelas dengan implementasi yang terukur,” katanya.
Dalam menentukan proyek-proyek yang akan didanai, menurut Rizal, juga harus melalui perencanaan, engineering design, hingga perhitungan finansial yang matang. Pada akhirnya, tujuan transisi energi haruslah tercapai, termasuk dampak ikutannya, seperti serapan tenaga kerja. Selain itu, yang terpenting ialah dampak pada lingkungan mesti nyata.
Mengenai komitmen pendanaan dari sejumlah negara maju, seperti pada Just Energy Transition Partnership (JETP), Rizal juga berharap ada perhitungan keuntungan Indonesia sebesar-besarnya. Sebab, negara maju pun tak serta-merta memberi hibah, tetapi ada tujuan jangka panjang, yakni menjual inovasi dan teknologi yang diadaptasikan ke negara berkembang.